
Tebuireng.online— Mantan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Nuh, berikan testimoni selama menjadi sahabat Gus Sholah. Di tengah penuturannya, Prof. Nuh menyanggah perkataan Nyai Farida Salahuddin Wahid yang mengatakan bahwa Prof. Nuh merupakan sahabat Gus Sholah. Ia menjelaskan bahwa Gus Sholah adalah sosok guru dan orang tua baginya.
“Menjadi sahabat itu karena sama-sama insinyur saja. Beliau insinyur arsitek, saya insinyur elektro. Tapi selain itu beliau adalah guru saya, orang tua saya, dan mentor saya,” jelas Prof. Nuh di hadapan ratusan hadirin dalam acara peringatan Haul ke-5 Gus Sholah di gedung C Unhasy, (8/2/2025) malam.
Prof. Nuh bercerita, perjumpaan intens dirinya dengan Gus Sholah adalah ketika ia selesai belajar dari Prancis sekitar tahun 1990-an. Sebelumnya Prof. Nuh hampir tidak pernah berinteraksi dengan Gus Sholah. Saat itu Prof. Nuh mengetahui adanya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) dan mulai berinteraksi dengan Gus Sholah. Disitulah Prof. Nuh mulai berkenalan dengan Gus Sholah, hingga sering terjadi diskusi yang sangat intens.
“Diskusi tersebut berlanjut sampai saya menjadi Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Salah satu materi yang saya diskusikan adalah menyiapkan peta potensi umat saat itu,” lanjutnya.
Baca Juga: Gus Kikin Sebut Gus Sholah Sosok yang Sangat Ikhlas Berjuang
Dalam diskusi tersebut, Prof. Nuh menotice pemikiran Gus Sholah yang sangat konsen dan teliti terhadap kondisi umat saat itu. Bahkan Prof. Nuh mengadopsi pemikiran beliau.
“Gus Sholah punya pemikiran tentang pentingnya human capital, karena kuncinya ada pada orang tersebut. Human capital itu sifatnya multi dimention skills dan multi dimention knowledge,” tutur Prof. Nuh. Tidak hanya satu aspek keilmuwan semata, namun perlu penguatan antara ilmu pengetahuan umum dan agama.
Selain itu, Prof. Nuh juga menyoroti dari Gus Sholah bahwa sanjungan-sanjungan yang sifatnya intangible atau non bendawi memang penting. Tapi hal itu tidak cukup karena pada akhirnya yang dilihat adalah kondisi riil umat seperti apa.
Saat itu Prof. Nuh juga menjelaskan bahwa hidup itu tidak cukup hanya pada satu titik karena titik tidak bisa dijadikan tempat hidup. Maka manusia perlu titik yang lain, dari satu titik ke titik lain itu bisa dibuat garis. Garis pun tidak bisa dijadikan tempat tinggal. Sehinhga perlu ditambah satu titik lagi. Maka dari garis itu kalau ditambah satu titik maka akan menjadi bidang. Bidang pun juga perlu satu titik lagi.
“Maka kalau titik menjadi garis, garis menjadi bidang, dan bidang menjadi ruang, di ruangan itulah kita bisa hidup. Titik-titik itu bisa diterjemahkan sebagai perguruan tinggi umum, kesehatan, ekonomi, dan dakwah,” terangnya.
Gus sholah memberikan pelajaran yang sangat mahal tentang ilmu yang berbasis empirik, sehingga baginya, itu tidak sekadar teori tapi empirik dan kenyataan yang terjadi di lapangan juga harus dipelajari. Maka kehadiran dari Unahsy, menurut Prof. Nuh, adalah bagain dari eksperimental. Dengan semangat dan juang yang luar biasa, Unhasy akan menjadi develop university.
Baca Juga: Peringati Haul ke-5 Gus Sholah, Unhasy Kenang Jasa dan Inspirasi Sang Pendiri
“Berangkat dari eksperimen tersebut kalau dijalankan dan dipelajari dengan serius maka akan menjadi experience. Kalau dikembangkan lagi maka akan menjadi expert, yaitu orang-orang yang tau persoalan, tau jawaban, dan bisa mengambil aksi,” ungkap Prof. Nuh.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Nuh mengajak hadirin untuk senantiasa bersyukur. Menurutnya, bisa untuk bersyukur merupakan hal yang harus disyukuri pula. “Bersyukurlah, karena kita bisa bersyukur. Kita juga harus mengucapkan alhamdulillah, saat bisa mengucapkan itu.” Terangnya.
Pewarta: Helvi Livia