
Ketika kita telah jatuh cinta kepada Allah, hati kita akan selalu dipenuhi oleh Allah. Sebagai seorang hamba, kita berusaha untuk berdzikir dan bermunajat kepada-Nya. Dengan usaha itu hanya untuk menyatukan hatinya bersama Allah. Bertahap akan tumbuhlah kerinduan yang amat dalam kepada Allah dan mendorongnya untuk melihat-Nya. Ketika diberitahukan kepadanya bahwa Allah tidak bisa dilihat maupun ditemui di dunia akan tetapi setelah wafat, maka bertambahlah kerinduannya untuk bertemu dengan Allah.
Hasan Al-Bashri berkata, “Sesungguhnya para pecinta Allah adalah orang-orang yang mewarisi kehidupan yang baik, merasakan kenikmatan ketika bisa bermunajat dengan kekasih mereka dan mendapatkan kemanisan dalam hati mereka. Terlebih jika ini sudah terdetik dalam hati mereka niscaya mereka akan mengingat kebesaran-Nya tersingkaplah tirai yang menutup (pandangannya) di tempat yang aman dan menggembirakan. Diperlihatkanlah kepada mereka keagungan-Nya dan diperdengarkan kepada mereka kelezatan perkataan-Nya serta disampaikan kepada mereka jawaban atas apa yang mereka mengajarkan setiap hari dalam kehidupan mereka.”
Dengan demikian, kerinduan pada Allah merupakan buah dari bertahtanya cinta dalam hati seorang hamba. Ibnu Rajab menegaskan hal ini dalam perkataannya, “kerinduan pada Allah merupakan derajat yang tinggi yang dibangun dari kekuatan cinta pada Allah. Sungguh Rasulullah pernah meminta derajat ini kepada Allah.”
اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بَعْدَ الْقَضَاءِ ، وَبَرْدَ الَعيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ ، وَلَذَّةَ النَّظَرِ إِلىَ وَجْهِكَ ، وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ مِنْ غَيْرِِ مُضِرَّةٍ وَلاَ فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, ketenangan hidup sesudah kematian kelezatan melihat wajah-Mu, dan kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu tanpa adanya halangan yang menyulitkan dan tanpa adanya ujian yang menyesatkan.”
Rasulullah meminta kepada Rabbnya kerinduan untuk berjumpa dengannya tanpa adanya hal-hal yang menyulitkan. Beliau berdoa dengan berucap: kesempitan dunia dan takdir yang menyakitkan, atau fitnah dalam keagamaan yang menyesatkan, atau kalimat lain yang bermakna menjadi kerinduan pada Allah itu tumbuh dari dorongan rasa cinta.
Disebutkan dalam sebuah atsar bahwa Allah berfirman, “Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang soleh telah lama rindu untuk bertemu dengan-Ku. Padahal aku jauh lebih rindu kepada mereka titik tidaklah para perindu itu rindu kepada-Ku kecuali karena karunia kerinduan-Ku kepada mereka. Ingatlah, barang siapa mencari-Ku niscaya ia akan mendapatkan-Ku. Barangsiapa mencari selain-Ku niscaya ia tak akan pernah mendapati-Ku. Adakah orang yang menghadapi kepada-Ku kemudian Aku tidak menyambutnya? Adakah pula orang yang berdoa kepada-Ku lalu tidak Kukabulkan doanya? Dan adakah orang yang meminta kepada-Ku lantas tidak Aku memberinya?”
Baca Juga: Cinta Allah Sumber Segala Cinta
Kerinduan kepada Allah adalah sebuah cahaya yang bersumber dari cinta yang mendalam dan tulus. Cinta ini bukanlah cinta yang bersifat sementara atau sesaat, melainkan cinta yang dibangun atas dasar kesadaran penuh akan kebesaran dan keagungan-Nya. Ketika seorang hamba benar-benar mencintai Allah, ia akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa dalam setiap ibadahnya, dan semakin ia mendekatkan diri kepada-Nya, semakin ia merasa ketenangan yang mendalam di dalam hatinya.
Kerinduan ini tumbuh seiring dengan usaha hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya, baik melalui dzikir, doa, maupun amal shaleh lainnya. Seiring dengan bertambahnya waktu dan pengabdian, kerinduan ini pun akan semakin menguat. Bahkan, kerinduan tersebut menjadi suatu dorongan yang menggerakkan hati untuk selalu ingat kepada-Nya, bahkan dalam setiap detik kehidupan. Ketika seorang hamba merasa dekat dengan Allah, ia pun akan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap langkah hidupnya.
Ibnu Qayyim Al-Jawziyah berkata, “Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan untuk seorang hamba, Dia akan melenyapkan dari hati hamba tersebut pandangan (kekaguman) terhadap amal-amal kebaikannya, serta menjadikan lisannya tidak bercerita tentang ketaatannya. Allah akan menjadikannya sibuk memikirkan dosanya, dosanya selalu di depan mata, sampai akhirnya ia masuk surga.”
Baca Juga: Imam Ibnul Qayyim: Shalat sebagai Barometer Kecintaan kepada Allah
Seorang hamba yang telah merasakan betapa dalamnya kerinduan kepada Allah akan merasakan bahwa dunia ini hanya sementara, dan ia akan selalu merindukan saat-saat indah yang lebih dekat dengan Allah. Inilah esensi dari kehidupan, di mana hati dipenuhi dengan rasa cinta kepada Allah dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya di dunia dan akhirat.
Referensi: Kitab Istinsyaqu Nasimil Unsi, Kitab Al-Mahabbah lillahi Subhanah, Kitab Thariqul Hijratain
Penulis: Ifa, Mahasiswa KPI Unhasy