Oleh: Silmi Adawiya*
Niat adalah bentuk keterlibatan Tuhan mulai dari kehendak (masyi’ah), kemampuan (istitha’ah), sampai terjadinya perbuatan (kasab). Seperti dikatakan oleh Ibnu ‘Arabi di dalam Fushush al-Hikam-nya, perbuatan yang dilakukan dengan niat suci dan penuh penghayatan adalah perbuatan keilahian (al-af’al al-Haqqani/divine creations). Pada hakikatnya niat adalah konsep matang dan penuh kesadaran dari dalam diri kita tentang suatu perbuatan yang akan kita lakukan.
Mungkin ada sebagian dari kita yang sering mendapatkan komentar “kebanyakan niat, tapi tidak semua terealisasi”. Komentar miring sepert itulah bisa menjadi indikator bahwa sang komentator tersebut belum mnegetahui keutamaan niat daripada amal. Rasululullah bersabda:
نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
“Niat seorang mukmin lebih utama dari pada amalnya.” (HR Baihaqi)
Niat memang memliki beberapa keutaaman dari pada amal. Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad menuliskannya dalam Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah tentang perihal tersebut. Beliau menjelaskan keutamaan niat dibandingkan amal dengan berikut:
فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة
“Maka apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu tidak jadi melaksanakannya, Allah akan mencatat pahalanya di sisi-Nya satu kebaikan sempurna.”
Pernyataan Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad di atas senada dengan sabda Nabi sebelumnya. Orang yang memiliki niat baik akan mengadopsi kekuatan dalam (inner power) yang bekerja luar biasa di dalam dirinya untuk melaksanakannya. Namun jika memang belum terlaksana (karena satu hal dan perihal lain misalnya) maka ia sudah mengantongi pahala yang sudah dicatat di sisi-Nya.
Atau bahkan Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad meneruskan pemaparannya dengan keterangan sebagai berikut:
فله نية ما للعامل وعليه ما عليه
“Bagi orang seperti itu disediakan pahala seperti yang disediakan bagi si pelaku baik dalam hal kebaikan ataupun kejahatan.”
Keterangan selanjutnya adalah tidak hanya dicatat kebaikan di sisi-Nya, melainkan seseorang yang sudah melangitkan niat namun tidak mengamalkan, baginya pahala yang sama seperti orang yang mengamalkannya. Disini kita bisa melihat betapa penting dan utamanya sebuah niat dalam setiap hal. Bukan berarti kita mengincar pahalanya ketika tidak mengamalkan, namun dengan niat kita bisa memiliki dampak spiritual lebih utama (insan kamil).
*Alumnus Unhasy, UIN Syarif Hidayatullah, dan Pondok Pesantren Putri Walisongo.