Oleh: Faqih Abdul Aziz*

Ada pengalaman menarik saat masih kuliah. Ketika itu saya bertanya kepada salah satu guru saya mengenai kenapa menemukan karya ulama Maroko itu sangat sulit. Bahkan bisa kita katakan jarang sekali. Mendengar pertanyaan ini, Guru saya pun menjawab dengan wajah tersenyum, “Apakah kamu tahu perbedaan Ulama Ghorb Al-Islami/Barat Islam dan Timur Islam ?“

“Belum Yaa Ustadz,” jawab saya.

“Ulama Timur Islam yang dimulai dari Mesir ke Timur memang banyak yang menulis sebuah karya. Bahkan sampai berjilid-jilid, tapi terkadang ada kesalahan-kesalahan,” terang beliau.

“Berangkat dari situlah, ulama Barat Islam bertugas untuk ‘membenarkan dan mengkritisinya’. Kita tidak menulis kecuali bermanfaat walaupun tipis,” tambahnya seraya meyakinkan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Mendapat jawaban yang terkesan guyon dan pembenaran tersebut, saya saat itu belum sepenuhnya percaya. Tetapi setelah baca buku sejarah Maghrib, ternyata “nukat” ini sudah masyhur dan tertulis di kalangan orang Maghrib. Banyak yang mempercayai dan mengamininya. Lebih lagi, banyak yang mengamalkannya.

Setidaknya terdapat banyak karya ulama Maghrib yang tipis dan bermanfaat. Indikasi bermanfaat tersebut adalah menjadi kajian resmi atau muqorror dalam berbagai sekolah di dunia Islam. Seperti dalam ilmu bahasa Matn Jurumiyyah – Imam Shonhaji (Fez), Matn Jauhar Maknun , Sulam Munauroq – Abdurrahman Akhdari (Tilimcen), ilmu Akidah Matn Shugro – Sanusi (Tilimcen), Qawaid Tasawuf – Zarruq (Fez), Sholawat Dalail Al-Khairat – Sulaiman Al Jazuli (Marrakesh) dan lain-lain.

Bidang Hadis antara dua kutub ini saling memunculkan ulamanya masing-masing. Apabila di belahan dunia Timur Islam terkenal Musnid Al-Ashr Syech Yasin Al-Fadani dengan banyak riwayat kitab hadisnya , maka Ulama Barat Islam muncul ulama Syech Abdullah bin Shiddiq Al-Ghumari dengan hafalan hadis beserta karya-karya tipisnya.

Khusus dalam bidang fiqh dan peranakannya memang tidak begitu terkenal di pesantren Indonesia, karena madzhabnya yang berbeda. Kalaupun ada , tentunya sudah fiqh yang lintas madzhab dan tebal seperti Bidayah Al-Mujtahid-Ibnu Rusyd . Dalam mengkritisi, ada kitab bidang filsafat seperti “Tahafut tahafut”nya Ibnu Rusyd (Marrakech) mengkritik Tahafut al-falasifah Imam Al-Ghazali dalam tiga poin. Silahkan baca bukunya.


*Alumnus Universitas Muhammed V Rabat Maroko (diolah dari laman Facebook)