Sumber gambar: https://dunia-kesenian.blogspot.co.id/
Sumber gambar: https://dunia-kesenian.blogspot.co.id/

Oleh: Ustadz Yusuf Suharto

Pertanyaan:

Assalamualaikum Wr. Wb., Salam kenal bapak kiai saya Ahmad dari Lampung ingin bertanya masalah hukum kesenian nusantara khususnya kesenian Jaran Kepang? Karena di dalam kesenian tersebut terdapat unsur mistik dan sesaji bagaimana pandangan Islam mengenai hal itu serta mengapa para wali terdahulu tidak menghilangkan kesenian tersebut jikalau memang haram. Terimakasih pak yai Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Jawaban:

Waalaikum salam Wr. Wb., Pak Ahmad yang berbahagia, kuda Lumping juga disebut Jaran Kepang atau Jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda.Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang dianyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Beberapa penampilan Kuda Lumping menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia.

Ada versi yang menyebutkan, bahwa tari Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Juga ada yang mengatakan ada hubungannya dengan tari Reog Ponorogo, dan Jaran Kepang dari Kediri dalam cerita Songgo Langit.

Pakar budaya dan sejarah Nusantara, Agus Sunyoto menyatakan bahwa  bahwa keseniann Kuda Kepang adalah kesenian yang lahir pada masa peralihan jaman Hindu ke Islam, di mana yang diketahui menggelar kesenian kuda kepang untuk dakwah yang pertama adalah Sunan Ngudung. Seni sejenis, di mana kuda kepang
ditambah Reog, Bujangg Anong, Pentul, dan Tembem dikembangkan raja
muslim Bathara Katong.

Semua kesenian itu untuk mengumpulkan orang untuk didakwahi agama Islam. Dengan demikian adalah tergesa-gesa jika dinyatakan bahwa kesenian kuda kepang dianggap seni syirik warisan agama bukan Islam. Menurut al-faqir, tradisi yang berkembang di masyarakat seperti jaran kepang,  misalnya, selama dalam konteks tidak membawa kekufuran dan tidak membahayakan dirinya dan orang lain serta

melestarikan budaya dan adat istiadat (yang tidak bertentangan dengan hukum syara’) maka hukumnya diperbolehkan. Adapun jika ada yang tidak sesuai maka perlu kita edukasi bersama agar masyarakat dan generasi muda tidak menyalah artikan tradisi. Parawali terdahulu ketika masuk dalam ranah masyarakat, diterapkan Fiqhud Dakwah, ajaran Islam diterapkan secara lentur, sesuai dengan kondisi masyarakat, dan dengan terus mengedukasinya. Dengan demikian para muballigh dan Wali Songo mengembangkan agama Islam dengan bertahap (tadrijy).

Dengan demikian, bagaimana jawaban atas pertanyaan itu? Sebagian fenomena Jaran kepang diduga adalah bagian dari bentuk sihir. Dengan demikian  hukumnya ditafsil (diperinci) pertama, Jika wasilah untuk menjadikan orang kesurupan itu hal-hal yang mengandung kekufuran maka hukumnya kufur. Kedua, Jika jampi-jampinya berupa hal-hal yang haram maka hukumnya haram. ketiga, Jika tidak maka dilihat pada dampaknya. Jika Jaran Kepang itu berdampak negatif atau membahayakan (dirinya atau orang lain) maka hukumnya haram. Jika tidak berbahaya, maka hukumnya boleh. (al-Fiqh’ala Al-Madzahib al-Arba’ah, 5/460-461)

.قال الإمام النووي رحمه الله تعالى : عمل السحر حرام وهو من الكبائر بالإجماع وقد عدهالرسول صلوات الله وسلامه عليه من الموبقات السبع ومن السحر ما يكون كفرا ومنه مالا يكون كفرا بل معصية كبيرة فإن كان فيه قول أو فعل يقتضي الكفر فهو كفر وإلا فلا, المالكية رحمهم الله قالوا : الساحر كافر يقتل بالسحر ولا يستتاب بل يتحتم قتله كالزنديق :قال عياض : وقول مالك قال أحمد وجماعة من الصحابة والتابعين وذلك فيمن عمل بهللباطل والشر أمامن تعلمه لفك المسحور ومنع الأذى عنه أو تعلمه للعلم فقط ولم يعمل به فهو جائز وقدسئل الإمام أحمد عمن يطلق السحر عن المسحور فقال : لا بأس به وهذا هو المعتمد فحكمالسحر تابع للقصد فمن فصد به الخير جاز له وإلا حرم عليه إلا أن أدى إلى الشركوإلا كان كافرا ولايقتل الساحر إلا أن يقتل أحدا بسحره ويثبت عليه بإقراره وأما إذا كان ذميا وأوصلبسحره ضررا لميلم يكون قد نقض العهد ويحل قتله وإنما لم يقتل النبي صلى الله عليهو سلم لبيد بن الأعصم على سحره وقد كان ذميا لأنه صلى الله عليه و سلم كان لاينتقم لنفسه ولأنه خشي إذا قتل لبيد بن الأعصم أن تقوم فتنة بين المسلمين فيالمدينة. لأنه كان من بين زريق وهم بطن منالأنصار مشهور من الخزرج وكان الناس حديثي بالإسلام.


*Ketua Aswaja Center PCNU Jombang.