Oleh: Qurratul Adawiyah*
Betapa mulia sebuah rumah yang tembok-temboknya menghimpun para pemimpin yang mulia. Ibu, bapak, dan anak yang di dalam rumah mereka tidaklah menyaksikan selain amal-amal shalih. Sebuah keluarga yang memiliki sifat cinta kepada kemuliaan dan memburu negeri yang kekal. Sang bapak adalah tokoh ahli ibadah dan teladan orang-orang yang hidup zuhud dan sang ibu juga merupakan kebanggan para wanita ahli ibadah yang hidup zuhud. Mu’adzah binti Abdullah al-Adawiyah, seseorang yang memimpin keluarganya dengan penuh ketakwaan dan menjadikan keluarga ahli ibadah. Semoga Allah meridhainya.
Sang anak adalah anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, meneladani mereka dan mengambil adab dari mereka. Mereka simbol kehidupan rumah tangga yang bahagia dan contoh keluarga yang shalih. Sungguh menakjubkan pasangan suami-istri yang disatukan dengan cinta kepada amal-amal yang baik. Ibu rumah tangga keluarga ini seorang wanita yang menyingkirkan dunia dan berpaling darinya seperti berpalingnya orang yang mabuk cinta dari pada pengkritiknya.
Dia mengejar perbendaharaan akhirat dan meninggalkan pembendaharaan yang fana. Menangis di tengah malam lebih manis baginya daripada tawa obrolan malam hari. Dengan membaca Al-Qur’an lebih nikmat daripada lelapnya tidur. Api neraka lebih baik baginya daripada bercanda dengan angan-angan. Kepada ketaatan lebih nikmat baginya daripada kenikmatan makanan yang enak-enak.
Bila malam telah menjulurkan tirainya, maka dia menggigil seperti orang yang terkena demam, merindu seperti rindunya seorang ibu yang sangat penyayang kepada anaknya, maka dia menghidupkan waktunya dengan shalat dan dia mengisi sepanjang malamnya dengan tangisan yang panjang. Bila dia tertidur, maka dia berdiri lalu berputar-putar di rumahnya sambil berkata, “wahai jiwa, waktu tidur ada di hadapanmu. Jika engkau mendatanginya, maka ingatlah, tidurmu akan panjang di dalam kubur, dalam keadaan menyesal atau senang.” Begitulah yang dia lakukan sepanjang malam hingga hingga masuk subuh.
Ketaatan telah membuat wanita salihah ini lupa terhadap dunia, 600 rakaat sepanjang siang dan malam adalah ibadah rutin bagi ahli ibadah ini. Betapa agungnya orang-orang yang beramal baik untuk menghadapi beratnya hari yang berat, dan mereka begadang untuk mengahadapi hari yang panjang. Mu’adzah bukanlah wanita ahli ibadah yang memisahkan diri dari manusia tapi dia seorang berilmu yang mau menyebarkan ilmunya, dan dia juga seorang dai yang suka memberi nasihat, dan bila dia memberi nasihat, maka dia berbicara dengan penuh hikmah dan mampu mengobati hati serta memuaskan. Mu’adzah juga salah seorang wanita yang memiliki karamah dan tergolong orang-orang yang doanya dikabulkan dan ia termasuk salah seorang dari para wanita akhirat, dan bukan termasuk wanita dunia, saat tiba hari yang amat sulit, hari ujian dan cobaan bagi wanita shalihah ini.
Demi mengaharap perjumpaannya dengan Allah wanita ahli ibadah ini tetap tangguh menjalankan ketaatan dan terus memompa cita-citanya untuk menggapai saat-saat yang membahagiakan itu. Bahkan ketika kematian akan tiba, dia tidak bersedih atas perpisahan dengan dunia, tetapi dia bersedih karena melepaskan hari-hari yang berlalu, hari-hari dahaga di siang hari dan tahajud ditengah gelapnya malam.
Kepergiannya terjadi pada tahun 83H untuk mengambil simpanan yang telah dia persembahkan dan barang titipan kepada Allah yang tak akan disia-siakan satu kebaikan pun disisinya dan dia tak akan menzalami sisapapun walau seberat dzarrah. Semoga dia mendapatkan balasan terbaik dari Tuhan yang Maha Penyayang.
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.