sumber gambar: www.google.com

Oleh: Ustadzah Nailia M & Ustadz M. Idris*

Assalamu’alaikum Wr Wb

Saya sering melihat orang shalat tidak pakai penutup kepala semisal songkok, apakah benar itu hukumnya makruh?

Iqtada, Kendal

Wa’alaikumussalam Wr Wb

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terima kasih kepada penanya, saudara Iqtada di Kendal. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua dalam menjalankan kewajiban dan tugas. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun jawabannya sebagai berikut ini:

Peci/songkok dan sarung memang seakan sudah menjadi ciri khas orang muslim laki-laki di Indonesia, utamanya kalangan santri. Identitas keislaman selalu dengan mudahnya dapat dikenali melalui atribut-atribut tersebut. Sudah seakan menjadi suatu keharusan bagi seorang muslim untuk mengenakan atribut tersebut dalam acara-acara keagamaan dan juga dalam ibadah keseharian seperti ketika shalat.

Selain menambah nilai estetika (keindahan), norma masyarakat menilai menggunakan sarung dan peci memunculkan nilai kesopanan dan kewibaan tersendiri. Jika berbicara sarung, maka tidak perlu dipertanyakan, sebab fungsi sarung ialah sebagai penutup aurat.

Lantas bagaimanakah dengan peci/penutup kepala? Bagaimanakah syari’at menilai kebiasaan penggunaan peci ini? Apakah hanya sekadar untuk keindahan saja ataukah bernilai kesunnahan? Pada dasarnya, berhias (seperti menggunakan atribut-atribut di atas) ketika hendak memasuki rumah Allah memang disyari’atkan dalam Islam, hal ini sebagaimana firman Allah surat Al A’raf ayat 31 yang berbunyi:

يا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Wahai manusia, gunakanlah perhiasanmu ketika hendak memasuki setiap masjid.”

Asbabun Nuzul ayat ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Abbas, bahwa tradisi melaksanakan thawaf di Baitullah dengan telanjang bulat yang biasa dilakukan kaum arab (wanita) dan di atas farjinya hanya sebuah pipih (penutup kecil). Dalam redaksi lain Ibnu Abbas, “bahwa penduduk jahiliyyah dari kabilah arab melaksanakan thawaf di Baitullah dengan telanjang. Kaum laki-laki melakukannya di siang hari, sedangkan kaum perempuan pada malam harinya.” Maka Allah menurunkan ayat ini, untuk memerintahkan mereka memakai pakaian yang indah sebagai penutup aurat pada saat melakukan ibadah baik shalat, thawaf maupun lainnya (setelah masa Islam).

Selain itu, maksud pada kata “zinah” ini adalah pakaian yang bagus. Dalam artian, pakaian yang menutupi aurat, terbuat dari sebuah kain yang baik untuk dijadikan pakaian. Mereka diperintahkan untuk memakai pakaiannya yang indah di setiap memasuki masjid.

Adapun secara spesifik mengenakan peci, syari’at memandang ini sebagai suatu kesunnahan sebab Rasulullah melakukannya dan juga diarahkan pada usaha untuk memperindah tubuh ketika hendak melaksanakan shalat. Hal ini sebagaimana keterangan dalam kitab bermadzhab Syafiiyyah di bawah ini:

قوله وكشف رأس ومنكب) أي وكره كشف رأس ومنكب لأن السنة التجمل في صلاته بتغطية رأسه وبدنه كما مر

“Dimakruhkan membuka kepala dan bahu, karena disunnahkan untuk memperindah diri ketika shalat dengan memakai penutup kepala dan tubuh.” (I’anah at Thalibin: 1/194)

Dalam redaksi lain, kitab al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah para ahli fiqih sepakat atas kesunnahan memakai penutup kepala di dalam shalat, sebagaimana keterangang di bawah ini:

الصَّلاَةُ بِالْعِمَامَةِ :اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِ سَتْرِ الرَّأْسِ فِي الصَّلاَةِ لِلرَّجُل بِعِمَامَةٍ وَمَا فِي مَعْنَاهَا لأِنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي بِالْعِمَامَةِ .أَمَّا الْمَرْأَةُ فَوَاجِبٌ سَتْرُ رَأْسِهَا .وَنَصَّ الْحَنَفِيَّةُ عَلَى كَرَاهَةِ صَلاَةِ الرَّجُل مَكْشُوفَ الرَّأْسِ إِذَا كَانَ تَكَاسُلاً لِتَرْكِ الْوَقَارِ لاَ لِلتَّذَلُّل وَالتَّضَرُّعِ.

“Para Fuqoha sepakat atas kesunahan menutup kepala di dalam shalat bagi laki-laki dengan menggunakan serban dan sesuatu yang menyamainya, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dengan menggunakan serban pada kepalanya. Dan bagi perempuan wajib menutup kepalanya. Madzhab Hanafiyah menjelaskan bahwa makruh bagi laki-laki shalat dengan membuka kepalanya, ketika ia malas karena meninggalkan kewibawaan, bukan karena merasa merendahkan diri di hadapan Allah.” (al Mausu’al al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah: 30/304)

Sehingga dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa seseorang yang shalat tidak mengenakan penutup kepala/peci berhukum makruh, sebab meninggalkan kesunnahan yang disandarkan pada hadis tentang haliyah Rasulullah yang mengenakan penutup kepala ketika shalat dan juga menghias diri ketika hendak shalat. Wallahu ‘alam bisshowab.

Sekian jawaban dari tim redaksi kami. semoga bermanfaat dan bisa dipahami dengan baik.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.