hukum puasa ibu hamil
Ilustrasi: hukum puasa ibu hamil

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya mau bertanya, apakah orang hamil boleh puasa?  Mohon penjelasannya.

(Ayu Manggesta)

Wassalamu’alaikum

Jawaban:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh

Terima kasih atas pertanyaannya. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Mengenai perempuan hamil di saat bulan Ramadan, hukum bagi mereka berpuasa memang boleh-boleh saja, bahkan mereka masih wajib berpuasa karena ibu hamil masih terkena perintah (taklif) untuk berpuasa.

Namun sebagaimana syariat Islam selalu memberi kemudahan pada orang-orang yang memang mempunyai udzur dalam melakukannya, dalam hukum Islam minimal ada tiga hukum bagi para ibu hamil di bulan puasa.

Pertama, wajib berpuasa, ketika memang ketika ia berpuasa tidak berpengaruh terhadap bayi yang dikandung maupun sang ibu yang mengandung (tidak ada bahaya bagi keduanya)

Kedua, makruh, jika ada dugaan bahwa ketika ia berpuasa maka bayi akan kekurangan gizi, lemah, dan semacamnya, atau ibu bayi ketika berpuasa ditakutkan akan mengalami kurang gizi, muntah-muntah, dan semacamnya, maka hukum berpuasa dimakruhkan bagi ibu hamil tersebut

Ketiga, haram, jika ketika ia berpuasa akan menyebabkan hal yang tidak diinginkan seperti ada arahan dari dokter untuk tidak puasa karena kalau berpuasa bisa jadi akan keguguran atau ibu bisa kekurangan darah dan bisa berakibat fatal (meninggal dan semacamnya), maka berpuasa bagi ibu tersebut diharamkan dalam syariat Islam

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nihayatuz al-Zain:

.فللمريض ثلاثة أحوال : إن توهم ضرر يبيح التيمم كره له الصوم وجاز له الفطر وإن تحقق الضرر المذكور أو غلب على ظنه أو انتهى به العذر إلى الهلاك أو ذهاب منفعة عضو حرم الصوم و وجب الفطر وإن كان المرض خفيفا بحيث لا يتوهم فيه ضررا يبيح التيمم حرم الفطر و وجب الصوم مالم يخف الزيادة الى أن قال… ومثله الحامل والمرضع ولو كان الحمل من زنا أو شبهة . نهاية الزين ص : ١٧٢

“Bagi orang sakit ada tiga keadaan; jika ada prasangka akan ada bahaya (dhoruroh) yang memperbolehkan tayamum, maka puasa baginya dihukumi makruh dan boleh baginya tidak berpuasa. Jika bahayanya nyata atau ada dugaan kuat akan terjadi bahaya jika puasa seperti sampai bisa menyebabkan kerusakan atau hilangnya manfaat, maka baginya haram puasa dan wajib tidak berpuasa. Akan tetapi jika sakitnya kecil dan tidak ada praduga ada bahaya yang memperbolehkan tayamum (luka dan semacamnya) atau tidak akan bertambah sakit maka diwajibkan baginya berpuasa, seperti orang sakit, ibu hamil dan ibu yang menyusui walaupun hamil dari zina,  wathi subhat.”

Akan tetapi ada dua hal yang harus digarisbahawi bagi ibu hamil yang tidak puasa karena ada kekhawatiran semacam di atas. Jika kekhawatirannya terletak bagi ibu yang hamil, seperti takut lemah, muntah- muntah, dan semacamnya maka nanti ia hanya wajib meng-qodho puasa yang ia tinggalkan tanpa harus membayar fidyah.

Namun jika meninggalkan puasa atau ke khawatiran tersebut karena anak yang ia kandung, seperti takut keguguran, kekurangan gizi, dan semacamnya, maka selain meng-qodho puasa yang ia tinggalkan, ibu hamil tersebut juga diharuskan membayar fidyah, yaitu satu mud di setiap hari yang ia tinggalkan yang nantinya diserahkan kepada fakir miskin. Adapun satu mud ialah sekitar 6,7 ons.

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Ianatut Tholibin:

 ويجب المد مع القضاء على حامل ومرضع أفطرتا للخوف على الولد___واحترز بقوله للخوف على الولد عما إذا أفطرتا خوفا على أنفسهما أن يحصل لهما من الصوم مبيح تيمم فإنه يجب عليهما القضاء بلا فدية. إعانة الطالبين ٢/٢٤١-٢٤٢

“Wajib satu mud (6,7 ons)  beserta qodho bagi ibu hamil dan orang menyusui yang meninggalkan puasa karena takut akan terjadi hal negatif bagi si anak, berbeda jika takut hal negatif itu hanya menimpa si ibu tersebut, maka mereka hanya wajib qodho”.

Wallahua’lam


Dijawab oleh Ustadz Faizal Amin, mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari