Oleh: KH. Abdul Hakim Mahfudz*
Saya sangat mengharapkan kepada mahasantri Ma’had Aly sebisa mungkin untuk mempelajari kitab-kitab Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Termasuk juga, harus paham betul mengenai Ahlu Sunnah wal Jamaah yang digagas KH. M. Hasyim yang dituliskan dalam kitab Risalah Ahlus sunnah wal Jamaah, agar pemahaman Aswaja dapat dipertahankan.
Mengapa hal itu harus dipertahankan? Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari itu sangat khawatir terhadap adanya pemikiran yang ingin “merefresh” atau “memurnikan” Al-Qur’an dari berbagai tafsir yang ada. Kalau itu terjadi berarti orang itu tidak menggunakan ilmu yang diajarkan oleh Rasulallah SAW, sebab melalui kitab-kitab yang ditulis para ulama terdahulu lah kita mampu menelaah ajaran Nabi. Dan itu hanya ada pada manhaj Aswaja.
Dengan alasan itulah maka menjadi keharusan bagi kita untuk mempertahan kan ajaran Ahlusunnah wal Jamaah. Ketika ada orang yang berbicara tentang Al-Qur’an atas tafsiran pribadinya, dapat dipastikan belia hal itu mengada-ngada dan orang itu bukan murid Rasulullah karena tidak mengikuti para ulama.
Kemudian ada pemikiran-pemikiran pembaharu Islam yang juga menjadi kekhawatiran beliau, seperti Muhammad Abduh, di mana beliau mendengarnya ketika masih di Muhammad Abduh menganggap bahwa ajaran-ajaran yang ada waktu itu sudah tercampur dengan tradisi dan budaya. la mencoba untuk “merefresh” ajaran Nabi agar langsung bersumber dari Al-Qur’an, hal ini menjadikan sanad keilmuan ilmu agama menjadi terpangkas. Hal-hal tersebut sudah diterangkan di dalam kitab tulisan KH. M. Hasyim Asy’ari.
Saya sangat mengharapkan para mahasantri Ma’had Aly mampu menyerap ilmu-ilmu beliau, karena di dalam semua kitab beliau terdapat substansi wisudawan: yang sangat penting untuk dipelajari dan diterapkan oleh para mahasantri.
Sangat disayangkan jika ada santri yang tinggal di Tebuireng selama bertahun-tahun pemikiran pendirinya. Seyogyanya ilmu-ilmu Hadratussyaikh KH. M Hasyim Asy’ari bisa untuk kemudian diamalkan, mengingat keilmuan beliau itu mencakup banyak aspek, mulai bidang akademik, tata krama, tasawuf, hingga kemasyarakatan.
Di dalam perjalanan M. Hasyim Asy’ari tidak pernah belajar ilmu politik maupun kebangsaan sebagaimana ilmu yang diajar pada zaman sekarang. Namun pemikiran beliau tentang ilmu hadis, tafsir, dan sebagainya mumpuni untuk dipakai sebagai landasan menuju gerbang kemerdekaan. Bahkan beberapa negara terjajah meminta konsultasi kebangsaan kepada beliau (Asad Syihab: 1971).
Yang terakhir, pesan untuk para wisudawan:
1) Para wisudawan agar memahami ilmu yang dipelajari secara maksimal dan mengamalkannya, tanpa meninggal kan muru’ah Islamiyah dan juga Tebuireng.
2) Melandasi ilmu dengan adab sebagaimana diterangkan dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim.
3) Harus mampu menggali substansi keilmuan di Ma’had Aly.
4) Mahasantri juga harus paham betul tentang pemikiran Hadratussyaikh.
5) Memperkokoh pondasi-pondasi pemikiran faham Ahlu Sunnah wal Jamaah.
6) Sangat penting juga untuk melakukan riyadah, sebab hal itu adalah pendukung keberkahan ilmu.
*Pengasuh Pesantren Tebuireng.
Pentranskip: Yuniar Indra