Tebuireng.online- Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar menghadiri puncak acara haul ke-15 Presiden Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Acara ini diadakan pada hari Ahad (22/12/2024) . Foto: tebuireng.online
Tebuireng.online- Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar menghadiri puncak acara haul ke-15 Presiden Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Acara ini diadakan pada hari Ahad (22/12/2024) . Foto: ebuireng.online

Tebuireng.online- Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar menghadiri puncak acara haul ke-15 Presiden Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Acara ini diadakan pada hari Ahad (22/12/2024) dan menghadirkan beberapa politisi terkenal, sederet masyayikh Tebuireng, serta dzurriyah Gus Dur.

Dalam sambutannya, Nasaruddin Umar membagikan pengalamannya dengan Gus Dur saat menjabat sebagai Presiden Indonesia beberapa tahun silam. Saat itu Nasaruddin Umar diberi tugas untuk menjadi direktur eksekutif dalam perubahan IAIN Jakarta menjadi UIN Jakarta. Saat itu ia diminta untuk membantu Rektor III IAIN Jakarta.

“Saya bilang, saya minta tolong, Gus. Saya mau merubah IAIN menjadi UIN,” katanya. Setelah mengatakan hal tersebut, ternyata Gus Dur tidak setuju dengan perubahan itu. Menurut penuturannya, Gus Dur mengkhawatirkan kalau fakultas agama akan tergerus oleh pengetahuan umum.

Walaupun mengalami beberapa penolakan, ternyata Nasaruddin Umar tidak gentar untuk kembali menemui Gus Dur. Ia memberikan pengertian bahwa Islam merupakan agama yang universal dan rahmatul lil ‘alamin.

“Sekolah tinggi itu hanya seperti kolam. Kalau institut itu seperti danau. Sedangkan universitas adalah samudra tak terbatas. Kalau Islam itu universal, maka universitas Islamlah yang tepat untuk mewadahi universalitas Islam sendiri,” terangnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lagi-lagi Gus Dur menolak permohonan perubahan tersebut. Hingga beberapa hari kemudian Nasaruddin Umar mendatangi kediaman Gus Dur untuk meminta tanda tangan. Ia menerangkan maksud kedatangannya adalah memberitahu bahwa ia akan memjam uang pada Islamic Development Bank (IDB). Uang sebesar 500 milyar tersebut nantinya akan digunakan untuk membiayai perubahan menjadi UIN Jakarta.

“Beliau (red. Gus Dur) bilang, buat apa? Kan saya tidak setuju. Sini suratnya, saya tandatangani,” jelasnya. Setelah mendapatkan tanda tangan, Nasaruddin Umar segera mengurus keperluan lain untuk proses selanjutnya hingga perubahan nama tersebut bisa terlaksana. Begitu besar jasa yang diberikan Gus Dur kepada negara.

“Setelah menjadi UIN Jakarta, terdapat tujuh UIN yang menyusul di belakang. Seandainya tidak ada tanda tangan Gus Dur, maka sampai saat ini tidak akan ada UIN di Indonesia,” kenangnya.

Baca Juga: Said Aqil Bagi Pengalaman bersama Gus Dur

Pewarta: Helfi