Foto Pengasuh Pesantren Tebuireng, Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid dari balik layar handycam saat pembukaan Diklat Kader Pesantren Tebuireng angkatan ketiga di Aula Lembaga DIklat Jombok Ngoro Jombang, Rabu (18/01/2017). (Foto: Abror)

tebuireng.online–Pengasuh Pesantren Tebuireng Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) mengungkapkan, Indonesia sebetulnya sudah terjajah secara ekonomi dan budaya. Hal itu disampaikan adik kandung Gus Dur ini saat pembukaan Diklat Kader Pesantren Angkatan III di Aula Lembaga Diklat Pesantren Tebuireng di Jombok, Ngoro,  Rabu (18/01/2017).

Dalam kesempatan itu, putra Kiai Wahid Hasyim tersebut mengatakan bahwa peperangan yang sedang terjadi di dunia ini bukanlah perang militer, melainkan perang media informasi dan perusahaan. Terkait hal itu, beliau menyayangkan fakta bahwa minat wirausaha di kalangan masyarakat Indonesia masih sangat minim.

“Hanya sekitar dua persen warga Indonesia yang memilih menjadi pengusaha. Padahal, idealnya adalah empat persen. Di Amerika Serikat, jumlah pengusahanya mendekati angka 10 persen dari total jumlah penduduk,” ungkap Gus Sholah.

Melihat fakta tersebut, Gus Sholah berencana mengadakan pelatihan kewirausahaan bagi mahasiswa-mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy). Pelatihan yang bakal digelar selama satu bulan itu diharapkan dapat meningkatkan minat mahasiswa dan santri dalam dunia wirausaha. “Program ini nantinya merupakan proyeksi masa depan untuk mencetak wirausahawan-wirausahawan muda,” tuturnya.

Pria yang juga menjabat Rektor Unhasy tersebut juga bercerita tentang seorang alumnus Pesantren Tebuireng tahun 80-an di Tulang Bawang, Lampung, yang mendirikan pesantren dengan jumlah santri sekitar 150 orang. Semua santri di pesantren itu tidak dipungut biaya sama sekali. Mereka diajari bekerja pada pagi hari, sedangkan proses belajar dilaksanakan siang hari.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Untuk itu, Gus Sholah ingin mengirimkan beberapa ustadz ke pesantren tersebut guna mempelajari cara menumbuhkan minat bekerja dan berwirausaha. “Lha kalau kita, jumlahnya banyak, tapi semua kepandaian jadi anak buah. Harus ada yang jadi komandan perusahaan, supaya tidak kalah dengan negara lain,” terang Gus Sholah.

Minimnya minat berwirausaha itu, lanjut Gus Sholah, juga berimbas pada penjajahan budaya bangsa oleh budaya asing. Termasuk produk-produk kuliner dari berbagai restoran cepat saji dari luar negeri. “Semestinya di sana ada gudeg atau rawon. Padahal, makanan terenak sedunia menurut suatu survei adalah rendang. Ini menunjukkan makanan kita disukai, dan ini adalah modal besar,” terang beliau.

Contoh lain keterjajahan ekonomi, menurut Gus Sholah, dapat dilihat dari banyaknya perusahaan milik asing yang memproduksi barang dengan bahan baku dari Indonesia, tetapi dibeli lagi oleh orang Indonesia. Untuk merespons kondisi itu, perlu diadakan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan motivasi dan minat pemuda menjadi pengusaha-pengusaha sukses.

Di akhir sambutan, Gus Sholah berpesan agar peserta diklat memahami betul lima nilai dasar Pesantren Tebuireng. Yaitu ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras, dan toleransi.


Pewarta:    Aros

Editor:      Nur Hidayat

Publisher: M Abror Rosyidin