(Sumber: facebook penulis)

Oleh: Ibhar Cholidi

Begitu sering Kiai Syansuri menyelipkan ungkapan baik yang dikutip dari istilah populer bahasa Inggris maupun Belanda. “Kalian harus mengerti bahasa “jemotos”. Santri tidak boleh kalah dengan orang lain, yang terbiasa mengutip bahasa-bahasa asing. Baik hal itu untuk mengukuhkan strata terdidiknya, kepentingan keilmuan maupun menyangga dignity-nya atau marwah santri,” tandas beliau.

Masih segar diingatan ini. Sebutlah di antaranya ungkapan yang acapkali meluncur deras dan diselipkan lewat pemberian elaborasi kitab kuning, seperti istilah “zelfstandig”, “self convidence”, “minderwertigkietkomplex” dan seterusnya. Tentu saja, tidak jarang kemudian disambut santri dengan decak kagum, melecut motivasi dan kemudian berkobar semangat keinginan mempelajari bahasa selain bahasa Arab.

Pengaruhnya sangat terasa, pupuslah pelecehan yang menganggap dan memberi stigma negatif kepada bahasa selain Arab. Seperti terpatri begitu kuat keyakinan, “hanya bahasa Arab yang merupakan bahasa penduduk surga”. Benar belaka, ada teks hadis semacam itu, kendati tak luput hadis itu debateble kesahihannya di kalangan ahli hadis. “Ana arabiyyun wa Al Qur’anu arabiyyun wa lughat ahl al jannah arabiyyun (Saya orang Arab, Al Quran dengan bahasa Arab, dan bahasa surga adalah Arab),” tutur Nabi.

Namun menyepelekan dan apalagi menyupah serapahi bahasa lainnya sangat tidak tepat. Belum lagi, memanglah manfaatnya juga besar. Bukankah ada teks hadis “Amarani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam an ata’allana lughat al suryaniyyah (Rasulullah memerintahkan saya untuk belejar bahasa Suryani),” yang dapat menjadi rujukan kebolehan mempelajari bahasa asing dengan balutan niat kemashlahatan dan kebutuhan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tidak bisa dipungkiri, Kiai Syansuri adalah sosok motivator ulung dan penyemangat kelas wahid. Hal ini dilakukan beliau di setiap momentum pertemuan dengan santri. Mungkin saja, selain hal ini dipengaruhi oleh keinginan beliau mendorong santri selalu right on the track dalam koridor thalab al-‘ilm, juga sedikit banyak dihasung oleh pemahaman beliau akan geopolitik nasional selaku praktisi politik pula.

Obsesi Kiai Syansuri, bagaimana dapat mengantarkan santrinya yang tidak sekedar alim, tetapi juga fasih membaca lingkungannya. Tidak cuma santri yang eksis di lingkungan terbatas, melainkan santri yang memiliki kemampuan penguasaan masalah dalam spektrum dan horizon yang luas.