Gus Sholah menyampaikan ceramah dalam pengajian umum di Masjid AR. Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Sabtu (01/04/2017). Beliau menjelaskan tentang konsep Humanisme Islam. (Foto: Amin Zen).

Tebuireng.online– Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH. Salahuddin Wahid atau biasa disapa Gus Sholah mengisi pengajian umum di Masjid AR Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Sabtu (01/04/2017). Beliau mengatakan bahwa humanisme Islam adalah humanisme yang berpijak pada Al Quran, dan dalam hal ini humanisme Islam telah menemukan “manusia” di antara wahyu dan rasio.

Pengajian ini dihadiri oleh Rektor UMM Drs. H. Fauzan, M.Pd, Wakil Rektor I Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si, Wakil Rektor II Dr. Nazaruddin Malik MM., para dosen, karyawan, mahasiswa angkatan tahun 2016/2017 UMM serta para jamaah Masjid AR. Fachruddin. Dalam ceramahnya Gus Sholah mengulas tentang humanisme Islam dalam kehidupan hedonistik dan materialistik.

Beliau juga menambahkan, manusia itu diciptakan dengan akal dan budi pekerti untuk memilih hal yang haq dan yang batil, karena manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Dengan begitu, lanjut Gus Sholah, humanisme Islam memuliakan manusia di atas lima hak dasar yang biasa disebut al-Kulliyat al-Khamsah, yaitu hifdzud din (menjaga agama), hifdzun nafs (mejaga jiwi), hifdzul aql (menjaga akal), hifdzul mal (menjaga harta), hifdzun nasl (menjaga keturunan).

“Berbicara soal manusia dalam hak dan keberadaannya, manusia wajib dihormati dan dilindungi oleh hukum negara dan pemerintah demi harkat dan martabat manusia,” ujar Gus Sholah di hadapan para akademisi dan masyarakat umum.

Saat ini, kata Gus Sholah, humanisme sering dimaknai sebagai bagian yang terpisah dari nilai-nilai spiritual transenden. Masyarakat seharusnya mempunyai harkat, martabat, dan kemampuan untuk memutuskan masa depannya. Namun, memasuki era posmodernisme, manusia malah menjadi kelompok mu’tazilah, memisahkan diri dari agama dan menentukan hidup dengan caranya sendiri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Mantan aktivis HAM tersebut menjelaskan, humanisme dikenal sejak awal kehidupan Islam. Banyak ayat Al Quran yang juga menerangkan hal ini. Selain itu, beliau mempertegas apa itu hedonistik dan materialistik. Keduanya dalam kehidupan juga sangat mempengarui gaya hidup dan bersosial masyarakat.

Beliau mengartikan hedonisme sebagai pandangan hidup yang tujuan utamanya adalah kesenangan dan kenikmatan materi saja, sedangkan materialisme adalah anggapan bahwa hidup adalah materi, tak ada yang selain itu. Padahal, jelas alumnus Arsitek ITB tersebut, selain bertentangan nilai-nilai Islam dan falsafah hidup bangsa Indonesia, dalam dunia sosial juga banyak masyarakat yang masih membutuhkan uluran tangan, mengingat bahwasanya negara ini masih masuk pada ketegori negara berkembang.

“Gaya hidup seperti ini (hedonis dan meterialis) harus kita hindari dan mencegahnya, terutama untuk penerus bangsa harus dicegah sejak dini dengan berbagai cara, seperti hidup sederhana, pemahaman terhadap adab dan akhlak dan banyak cara lainnya,” saran beliau.

Untuk itu, Gus Sholah menyatakan ketidaksetujuan terhadap slogan “muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”. Menurut tokoh 74 Tahun tersebut, slogan itu sangat berbahaya jika dianut oleh genarasi muda Indonesia, karena melihat, pada tahun 2020 sampai 2030 nanti, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi.

“Indonesia akan mendapat bonus demografi pada 2020 sampai 2030 nanti. Ini adalah potensi yang luar biasa, jadi harus digunakan untuk berkarya lebih. Tidak mungkin lah, mudanya foya-foya, tuanya kaya raya, matinya masuk surga,” tutur beliau. Karena maraknya ancaman terhadap bonus demografi seperti rokok, narkoba, gizi buruk, dan hedonisme, Gus Sholah berpesan agar masyarakat menjauhi hal-hal tersebut.


Pewarta:    Sigit/Noviyah Trinandani

Editor:        M. Abror Rosyidin

Publisher:   M. Abror Rosyidin