Tebuireng.online- Pertemuan Kyai, Santri, dan Fatayat NU se-Jawa Timur untuk Pengendalian Tembakau. Kegiatan ini didukung oleh KOMNAS Pengendalian Tembakau, Sustainable Development Goals, Fatayat NU, Universitas Indonesia Sekolah Kajian Stratejik dan Global Pusat Kajian Jaminan Sosial yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Tebuireng, Sabtu (20/07/19).
Di awal sambutannya, Gus Solah memulai dengan berita meninggalnya juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho yang meninggal dunia karena mengidap penyakit kanker paru-paru, padahal beliau adalah perokok pasif. “Beliau tidak merokok tapi kena akibat dari asap itu, beliau menderita penyakit yang dapat mengantar pada ajal,” tanggap Gus Solah. Dari kejadian tersebut dapat menyadarkan kita bahwa merokok itu dapat menimbulkan masalah yang tidak ringan, baik bagi perokok maupun orang-orang di sekelilingnya.
Selanjutnya Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng tersebut membacakan riset Atlas Tobbaco yang mengungkapkan bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Setelah Indonesia menyusul Rusia, Cina, Filipina, dan Vietnam. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pemuda merokok karena meniru orang dewasa di sekitarnya. Komitmen pemerintah dengan menerapkan ‘Kawasan Tanpa Merokok’ belum maksimal, sehingga jumlah perokok terus meningkat.
Gus Solah berbagi upaya untuk mengurangi jumlah perokok; yang pertama ruang publik harus dijaga dari perokok, jika ada yang merokok maka harus ditegur bersama-sama. Kedua, akses untuk membeli rokok harus resmi. Ketiga, memperketat impor tembakau. Pemerintah harus membantu petani untuk mendapatkan harga terbaik.
“Sejak tahun 1992, Pesantren Tebuireng sudah menerapkan larangan merokok di kawasan pesantren bagi seluruh santri, ustadz/guru, dan karyawan,” terang Gus Solah. Penerapan hal tersebut mendapat respon baik dan banyak diterapkan oleh pondok-pondok lain-lain juga. Jika Ada yang melanggar, maka diberi hukuman yang mendidik, seperti membersihkan dapur, ruang makan dan lain-lain.
Pada tahun 2016, Pesantren Tebuireng melakukan survey perilaku santri merokok, meliputi; jumlah santri yang pernah merokok, pernah merokok sebelum menjadi santri Tebuireng (bawaan dari rumah), merokok karena kemauan diri sendiri, merokok karena pengaruh teman, tahu bahaya merokok, masih merokok dan yang tidak merokok. Dari survey tersebut mampu membuka kesadaran para santri, pengajar, maupun karyawan supaya benar-benar mengerti bahaya merokok.
Pewarta: Anis
Publisher: MSA