Oleh: Qurratul Adawiyah*
Godaan berbahaya bagi seorang penghafal Al Quran yang tidak hanya mempengaruhi hafalannya, namun juga mengurangi bahkan melenyapkan pahalanya yaitu sifat riya’ dan sum’ah. Pengertian riya’ sendiri sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Hajar al-Asqalani (w.852H) di dalam fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari adalah menampakkan ibadah dengan tujuan agar diliat manusia, lalu mereka memuji pelaku amal tersebut. Beliau juga menjelaskan bahwa riya’ dan sum’ah ini sebenarnya sama, hanya saja sum’ah itu berhubungan dengan indera pendengaran (telinga) sedangkan riya’ berkaitan dengan indera penglihatan (mata).
Maka riya’ dengan hafalan Al Quran berarti menghafal atau menunjukkan hafalannya kepada orang lain dengan maksud supaya mereka dipuji, atau supaya disebut-sebut sebagai orang mulia karena hafal Al Quran. Sementara sum’ah dalam menghafal Al Quran bisa terjadi ketika seorang penghafal dengan sengaja memperdengarkan hafalan atau bacaannya dengan tujuan untuk dipuji, atau menceritakan segala hal berkaitan dengan hafalannya agar orang lain yang mendengarkannya merasa takjub dan menyanjung-nyanjungnya.
Sifat tersebut sangat berbahaya bagi seorang penghafal Al Quran. Di akhirat nanti, di mana seharusnya mereka mendapat ganjaran yang sangat banyak dari Al Quran, dengan sebab riya’ dan sum’ah ini akhirnya tak sedikit pun ganjaran tersebut diperoleh. Rasulullah bersabda:
فمن عمل منهم عمل الاخرة للدنيالم يكن له فى الاخرة نصيب
“Barangsiapa di antara mereka (umat Islam) melakukan amalan akhirat untuk dunia, maka ia tidak akan memperoleh bagian di akhirat.” (HR.Ahmad)
Maka, jika kita tidak mau pahala menghafal Al Quran hangus begitu saja, padahal sudah mati-matian berjuang mendapatkannya, maka sebisa mungkin harus menjauhi sifat riya’ dan sum’ah ini. Jika tidak bisa menghafal atau membaca hafalan di hadapan orang lain kecuali selalu digoda oleh penyakit riya’ dan sum’ah, maka salah satu solusinya rahasiakanlah amalan tersebut. Rasulullah bersabda:
إن الله يحب العبد التقي، الغني ، الخفي
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bertaqwa, yang selalu merasa cukup dan yang merahasiakan (ibadahnya).” (HR. Muslim)
Rasakanlah bahwa hanya Allah lah yang berhak menilai dan memberi pahala setiap ayat Al Quran yang dihafalkan. Ingatlah selalu bahwa riya’ dan sum’ah dalam menggugurkan pahala setiap amalan akhirat yang dilakukan oleh seorang manusia, niscaya kita akan selalu sadar dan merasa tidak rela jika apa yang diamalkan itu sama sekali tidak berbuah pahala di hadapan Allah, Rasulullah bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Riya.”
Terakhir, jangan lupa berdoa kepada Allah agar kita benar-benar diselamatkan dari bahaya riya’ dan sum’ah. Rasulullah bersabda:
أيها الناس اتقواهذاالشرك، ڤإنه أخفى من دبيب النمل
“Wahai sekalian manusia, peliharalah diri dari kesyirikan, karena ia lebih samar dari langkah kaki semut.”
قولوا: اللهم إنانعوذبك من أن نسرك بك شيئا نعلمه،ونستغفرك لما لانعلم
“Katakanlah: ‘Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kami ketahui. Dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak kami ketahui.” (HR. Ahmad).
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.