Pengasuh Pesantren Tebuireng, Gus Kikin hadiri kajian pemikiran dan gerakan Kiai Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Minggir Sleman Yogyakarta.

Tebuireng.online- Berawal dari terbitan buku Tebuireng tentang gerakan dan pemikiran Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Pondok Pesantren Minggir Sleman adakan kajian “Mengenal sosok Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Pemersatu Umat Islam Indonesia” pada sabtu (4/11/23). Kajian ini dihadiri oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Minggir Sleman, KH. Ahmad Muwafiq, Pengasuh Pondok Pesantren Kreatif Baitul Khilmah Bantul, KH. Aguk Irawan.

Selanjutnya dalam kesempatan itu, Gus Muwafiq menuturkan المحافظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح. Merupakan kalimat yang paling fenomenal dari pemikiran Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan paling sering dinisbatkan oleh beliau. Konsep المحافظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح yang dilakukan oleh KH. Wahid ibaratnya sebagai pembuka sistem klasikal /sistem madrasah di Tebuireng.

“Kondisi di mana perlawanan penjajahan dengan bangkitnya semangat kekuatan Islam dengan gerakan-gerakan internasional menginspirasi, walau pun Inggris melakukan penjajahan dengan sangat sistematis,” terangnya.

Pengasuh pondok pesantren Minggir Sleman ini juga mengungkapkan, kisah luar biasa Nyai Khoiriyah yang mendirikan pondok pesantren di Mekkah. Di mana pada saat itu Mekkah sangat marak gerakan Wahabi.

“Artinya bahwa, di zaman itu inspirasi-inspirasi gerakan besar mempengaruhi, hanya masalahnya adalah, kekuatan media apa yang membuat semua orang mampu mengakses sistem informasi internasional. Karena waktu itu kayak misalnya majalah internasional yang di buat oleh gerakan-gerakan reformisme sangat banyak,” ujar beliau pada hadirin.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut beliau dengan pemilih garisan الاخذ بالجديد الاصلح dengan tidak melupakan المحافظة على القديم الصالح  tidak menutup kemungkinan membuat orang-orang ingin mendirikan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1937.

“Setelah dipersatukan juga memilih pepisahan, jangan berfikir perbedaan-perbedaan firqoh adalah keniscayaan, itu harus dhindari,” tegas beliau.

Namun pada sekitar tahun 1943 MIAI dibubarkan, dengan tetap difasilitasi oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, kelompok tersebut membuat kesepakatan baru bagaimana cara menyatukan umat islam dengan mendirikan Majeli Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). 

“Setelah MIAI bubar, kisaran pada tahun 43 mensepakati lmendirikan MASYUMI dengan difasilitasi kembali oleh KH. Hasyim, bahkan beliau yang menjadi ketuanya langsung, tidak pakai yang lain, tidak mendelegasikan siapapun,” ungkap beliau.

Namun kemudian muncul prolem terkait pendirian negara, yang paling mencengangkan kembali ketika mbah Hasyim meninggal NU berani mengambil keputusan keluar dari MASYUMI dan memilih gabung dengan partai nasionalis komunis. 

Baca Juga: Mengenal Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari Melalui Forum Kajian

Pewarta: Ilvi Mariana