Gus Kikin (tiga dari kiri) hadiri forum kajian “mengenal Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari” di Pondok Pesantren Minggir, Sleman, Yogyakarta.

Tebuireng.online– Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari memiliki dimensi menarik dan inspiratif yang dibedah dalam kajian bertajuk “Mengenal Sosok Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Pemersatu Umat Islam Indonesia” pada Sabtu (4/11) di Pondok Pesantren Minggir, Sleman, Yogyakarta.

Kegiatan yang dihadiri pembicara sekaliber KH. Ahmad Muwafiq (Gus Muwafiq) pimpinan Pondok Minggir, KH Abdul Hakim Machfudz (Kiai Kikin) pimpinan Ponpes Tebuireng, dan sejarawan NU Aguk Irawan MN membawa suasana yang hangat dan pembahasan mendalam atas sosok Hadratussyaikh.

Sementara itu, Gus Muwafiq lebih menekankan pada betapa susahnya menemukan kembali sosok seperti KH. Hasyim Asy’ari di zaman-zaman lain. Gus Muwafiq mengatakan, kiai yang lahir pada 14 Februari ini merupakan sosok yang sangat sulit dijumpai di era manapun.  

Alim dan Berani

Penggabungan antara luasnya pengetahuan pada keilmuan agama, keberanian menghadapi tantangan, dan persistensi pada tujuan yang ada pada dirinya. Dengan kata lain ialah kombinasi yang susah ditemukan dalam sosok yang lain. “Susah mengulangi memiliki ulama seperti beliau, karena selain beliau menguasai ilmu yang sangat luas, keberanian dan kerasnya beliau pada dirinya sendiri itu susah sekali ditemukan,” ujar Gus Muwafiq.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Gus Muwafiq juga menyebut Gus Muwafiq sebagai ulama yang sangat alim sehingga menyandang gelar Hadrastussyekh. Dalam catatan yang diunggah tebuireng online, setidaknya terdapat 25 kitab berbahasa Arab baik yang membahas kajian fiqih, tasawuf, adab, dan disiplin ilmu lain. Jumlah itu tentu belum memuat artikel yang ditulis di koran dan majalah pada zaman itu, seperti di Majalah Nahdlatul Ulama, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdlatul Ulama. Selain itu, Gus Muwafiq juga menyebut bahwa mengenal sosok Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai pribadi yang memiliki keberanian dalam mengambil resiko atas pilihan perjuangannya yang mungkin menimpa dirinya secara langsung. “Beliau tidak hanya alim, namun juga sangat berani pada resiko perjuangan,” lanjutnya.

Sifat lain yang disebut Gus Muwafiq yang melekat pada sosok Hadratussyekh adalah keuletan dalam melakukan tirakat. Perpaduan dari sifat-sifat inilah, kata Gus Muwafiq, yang tidak mudah ditemukan di masa-masa yang lain.

Dakwah Melawan Kemaksiatan

Dalam kesempatan itu, KH Abdul Hakim Machfudz (Kiai Kikin) mengisahkan perjuangan KH Hasyim Asy’ari dalam mendirikan Pondok Pesantren Tebu Ireng yang menantang tahun 1889 M. Sebab sejak awal, pondok Tebu Ireng didirikan berada bersebelahan dengan Pabrik Gula Cukir milik Belanda yang banyak dikelilingi banyak kemaksiatan.

Demikian pula, pemilihan lokasi yang ‘berhadapan’ langsung dengan pusat lokasi kemaksiatan membuat pendirian pesantren Tebu Ireng mengalami banyak tantangan, baik dari mental seperti difitnah maupun fisik seperti ancaman penyerangan dan pembunuhan.

“Oleh karena itu, dulu, pondok kan masih terbuat dari bambu, para santri tidak berani tidur dekat dengan dinding karena takut ditusuk dari luar oleh orang-orang yang tidak suka dengan dakwah KH Hasyim Asy’ari,” ujarnya.

Dakwah dan perjuangan KH Hasyim Asy’ari ak hanya dilakukan di dalam pesantren. Kiai Kikin menyebut bahwa setiap selasa, Hadratusyyeikh meliburkan aktivitas mengaji dengan para santri di Tebu Ireng. Pada hari Selasa itu, KH Hasyim memilih untuk mendatangi masyarakat dan membuat pengajian langsung di tengah masyarakat.

“Makanya setiap Selasa, ngaji di pondok libur, dan beliau memilih untuk menggelar pengajian kecil di kampung-kampung,” ujar Kiai Kikin. Ia juga menyebut, kitab yang dikajinya adalah kitab-kitab kecil yang praktis dan diperlukan di masyarakat.

Gus Kikin juga menyinggung perjuangan KH Hasyim Asy’ari dalam berbagai lipatan sejarah Indonesia. Misalnya saja, Hadratussyaikh KH Hasyim tidak pernah ‘absen’ dalam memperjuangkan agama dan bangsa. Ia menyontohkan perjuangan dalam melakukan konsolidasi umat Islam untuk melawan penjajah baik di era Belanda dan Jepang. Hingga upaya memperjuangkan Indonesia pasca deklarasi kemerdekaan dengan fatwa jihad. Yang menyeru umat Islam untuk bersatu melawan penjajah, yang kembali hendak menjajah Indonesia. 

Konsolidasi untuk Palestina

Pembahasan mengenal sosok Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari diperkaya oleh sejarawan Aguk Irawan. Yang mengungkap perjuangan-perjuangan KH Hasyim Asy’ari dalam mengonsolidasi kekuatan umat Islam Indonesia untuk mendukung perjuangan Rakyat Palestina.  

“KH Hasyim mengajak umat Islam untuk mengumpulkan dana, yang diberikan kepada Rakyat Palestina melalui Palestina Fons dan Majelis Rajabiyah, dimulai tanggal 19 Ramadhan 1356 H  atau 23 November 1937,” kata Aguk.

Hal itu dilakukan KH Hasyim dengan mengorganisasi puluhan organisasi Islam di Indonesia. “Hasilnya, waktu itu sekitar 600 ribu gulden berhasil dikumpulkan dan dikirimkan ke Palestina untuk perjuangan umat Islam di sana,” kata Aguk.

Aguk Irawan juga mengungkap, langkah strategis KH Hasyim Asy’ari yang juga secara cerdik membaca peluang yang lahir dari konflik dunia (yakni Perang Dunia II dan di kawasan Asia dikenal Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik) untuk melepaskan Indonesia dari jajahan Belanda.

Sejumlah langkah strategis dan taktis diambil KH Hasyim Asya’ari untuk mengakhiri penjajahan di Indonesia. Di sisi lain, termasuk dengan mengeluarkan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang difatwakan oleh Mbah Hasyim (NU) didukung seluruh organisasi masyarakat Islam di luar NU.

“Maka benar jika Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari disebut sebagai inisiator kemerdekaan Indonesia dan pemersatu umat Islam,” kata Aguk.

Selajutnya, kajian Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari yang diinisiasi oleh Pesantren Tebuireng Jombang, Pesantren Minggir Sleman, dan Podcast Swara NU dihadiri oleh sekitar 100 peserta, lebih dari yang diharapkan. Para peserta yang awalnya hanya diharapkan dari kalangan mahasiswa dan anak muda NU, juga lebih dari ekspektasi. Beberapa peserta yang hadir adalah ibu-ibu dan bapak-bapak usia sekitar 50 tahun yang antusias hadir sejak awal untuk mengikuti kajian.

Beberapa ibu yang hadir sejak pukul 13.00 Wib mengaku berasal dari daerah sekitar Pondok Minggir, dan sebagian lain berasal dari Bantul Yogyakarta. Selain itu, sejumlah bapak-bapak yang hadir terlambat terpaksa tidak dapat masuk ke dalam pendopo karena tempat yang disediakan telah penuh.

Para peserta yang mengikuti kegiatan secara online juga tak kalah banyak jumlahnya. Di sisi lain, ribuan peserta terpantau mengikuti kajian ini secara online melalui akun Youtube Gus Muwafiq Channel. Moderator Jannur Hayya juga memberikan kesempatan dan membacakan pertanyaan dari peserta online untuk para pembicara.

Ketua panitia Nurul Fatchiati mengaku sangat senang dengan kesuksesan acara tersebut. “Kami sangat senang dengan kegiatan ini. Kegiatan kajian seperti ini penting untuk dilakukan. Agar sosok Mbah Hasyim Asy’ari menginspirasi lebih banyak orang. Terutama generasi muda, untuk melakukan dakwah Islam dan perjuangan untuk kemanusiaan,” kata Nurul Fatchiati.

Baca Juga: Pesantren Tebuireng Launching Buku Warisan Hadratussyaikh

(Ahmad Rozali)