Oleh: Devi Yuliana*
Menjadi seorang santri tentu menyenangkan sekaligus menegangkan, apalagi jika kita termasuk santri baru dan tidak banyak tahu tentang dunia kepesantrenan. Bagaimana tidak ? Banyak hal yang akan berubah kepribadian sekaligus karakter pada diri kita ketika menjadi seorang santri. Rntah itu melakukan segala hal sendiri, antre saat mengambil makan, atau keseringan kehilangan sandal seusai salat jamaah di masjid.
Perubahan drastis yang terjadi antara di rumah dan di pondok seringnya membuat santri baru “gagal krasan” ketika berada di pesantren. Bahkan hal ini juga sering memicu ketidakrelaan orang tua untuk menempatkan anaknya di pesantren. Namun kabar baiknya, ketika seorang santri berhasil melewati berbagai masa adaptasi dengan dunia pesantren, justru yang terjadi adalah ia akan lebih krasan (betah) di pesantren daripada di rumah. Bahkan dalam beberapa kasus tertentu, seorang santri bisa lebih betah menghabiskan jatah liburannya untuk sekedar mengulang pelajaran di pesantren daripada harus pulang ke rumah.
Di sisi lain, pengalaman yang dilalui semasa di pesantren adalah pengalaman berharga. Banyak hal yang tidak bisa kita rasakan jika kita tidak pernah mencicipi pahit manisnya dunia santri. Nah sekarang, santri itu harus bagaimana sih dalam menjalani proses belajarnya? Apakah ia harus tampil modis dalam setiap kajian atau apakah ia yang harus membawa uang jajan yang banyak ketika pergi ke pesantren.
Berikut ada beberapa tips dari KH. M. Hasyim Asy’ari dalam kitab beliau yang berjudul Adabul Alim wa al Muta’alim:
Yang pertama dan harus dilakukan oleh setiap santri adalah mensucikan hatinya dari setiap perbuatan buruk. Misalnya saja seperti rasa iri dengki, sombong, riya dan akhlak tercela lainya. Mengapa demikian? Karena dengan hilangnya sifat-sifat tersebut dari hati kita maka ilmu akan dengan sangat mudah untuk kita pelajari maupun kita amalkan. Bukankah menyenangkan ketika kita dengan mudahnya memahami sebuah pelajaran.
Yang kedua ialah seorang santri itu harus meluruskan niatnya ketika mencari ilmu dengan semata-mata mengharapkan ridlo Allah. Selain itu ia juga harus berniat untuk mengamalkan ilmunya, menghidupkan syariat Islam, serta menghiasi hatinya dengan selalu taqorrub atau mendekatkan diri kepada Allah. Bukan malah sebaliknya, ia justru menjadi santri untuk kepentingan dunia seperti agar ia bisa menang Pemilu di masa depan dikarenakan seorang santri memiliki nilai lebih di masyarakat misalnya.
Hal tersebut tidak diperkenankan, karena sebagai penerus perjuangan Rasulullah serta para ulama, yang patut diharapkan oleh seorang santri hanyalah ridlo Allah semata. Andaikata suatu saat santri tersebut terpilih untuk menjadi pemimpin, maka ia juga tidak boleh gila akan jabatan dan kedudukan.
Yang ketiga yakni hendaknya seorang memulai pencarian ilmunya ketika ia masih muda. Kenapa? Karena masa remaja sendiri merupakan masa dimana kemampuan otak seseorang menjadi maksimal. Hal ini tentu akan sangat mendukung seorang santri dalam mempelajari berbagai cabang keilmuan dalam agama Islam. Ditambah lagi, ketika masih remaja, tentu belum ada banyak beban yang dipikirkan oleh santri sehingga ia bisa fokus dalam mendalami ilmu di pesantren.
Yang keempat ialah seorang santri hendaknya sederhana dalam menjalani hari-harinya di dalam pesantren. Sederhana itu gimana sih? Gampangannya menerima serta bersyukur terhadap apa yang dimiliki. Misalnya kita tidak perlu tampil glamour ataupun mewah ketika mengaji. Kita juga tidak terlalu perlu untuk mengoleksi barang barang branding yang sedang trend. Kesabaran atas kesederhaan itulah yang kelak akan menjadi hasil yang baik di akhir kelak.
Yang kelima, hendaknya santri itu pintar dalam time managment alias pembagian waktu. Karena dengan time management yang baik, seorang akan terbiasa untuk disiplin. Jika seorang disiplin dalam berusaha maka ia akan mudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Bukankah menjadi teratur tanpa dikejar deadline itu menyenangkan.
Sekian yang dapat penulis sampaikan, akan berlanjut di tulisan kedua. Nah, bagaimana? Sudah siap untuk memasuki dunia pesantren? Tentu siap dong.
Bagaimana pula kabar para santri yang sudah bertahun-tahun di pesantren? Apakah dari kelima poin di atas sudah diterapkan? InsyaAllah, sudah. Jadi santri itu sangat menyenangkan, bisa mengenal banyak teman dari berbagai daerah, memahami Al-Quran lebih mendalam, paham hukum fikih dengan baik dan benar sehingga kita bisa meminimalisir kesalahan dalam berbagai ibadah. Semoga bermanfaat.
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari