Ilustrasi wanita

Siti Fatimah, salah satu wanita yang ikut andil dalam pensyariatan agama Islam. Bernama lengkap, Fatimah binti Abi Hubaisy bin Muttalib bin Asad bin Abdil Uzzi bin Qusoy al-Quroisyi. Beliau memiliki nama kunyah (nama panggilan masyarakat Arab untuk suatu kehormatan), yakni Ummu Muhammad. Sesuai dengan nama di atas, beliau masih keturunan asli suku Quroisy.

Siti Fatimah memiliki suami bernama Abdullah bin Jahs, salah satu sahabat yang ikut nimbrung dalam peristiwa perang Badar. Meski pada akhirnya terbunuh ketika di perang Uhud. Siti Fatimah juga memiliki buah hati bernama Muhammad bin Abdillah bin Jahs.

Nama Siti Fatimah, mulai nampak ke permukaan ketika beliau banyak meriwayatkan hadis seputar kewanitaan. Selain Siti Aisyah, istri Nabi, riwayat seputar kewanitaan Siti Fatimah juga menjadi dasar penting ketika ulama merumuskan hukum Fikih.

Dari Siti Fatimah, ada misalnya sahabat Jabir bin Abdillah al-Anshari yang pernah melansir informasi dari Nabi. Catatan sejarah juga mengabarkan bahwa Siti Aisyah, istri Nabi, dalam masalah kewanitaan, juga pernah mengambil riwayat dari beliau.

Untuk membuktikan perihal riwayat seputar kewanitaan yang pernah dilansir dari Siti Fatimah, kita bisa memberikan sekian contoh. Misalnya, kita bisa melihat keterangan hadis di bawah ini,

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dari sahabat Siti Aisyah, beliau berkata: Siti Fatimah binti Hubaisyi pernah mendatangi Nabi seraya berkata, “Wahai Nabi! Saya adalah wanita yang mengalami istihadah, sehingga tidak kunjung suci. Apakah saya tetap meninggalkan salat?” Lalu Nabi berkata,

إِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ بِالْحَيْضَةِ وَلَكِنَّهُ عِرْقٌ، فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي

Tidak. itu bukan haid. Itu hanya berasal dari pembuluh darah. Apabila yang keluar adalah darah haid, baru tinggalkanlah shalat. Ketika durasinya sudah selesai, maka kamu mesti membersihkan darah tersebut lalu shalatlah.” (H.R. Hisyam).

Atau dengan riwayat lain yang intinya sama, namun ada perbedaan dari segi teks.

Dari Siti Fatimah binti Hubaisy, bahwa beliau pernah mengalami istihadah. Setelah itu, Nabi bersabda kepadanya,

إِذَا كَانَ دَمَ الْحَيْضِ فَإِنَّهُ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ إِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِيْ عَنِ الْصَّلاَةِ فَإِذَا كَانَ الْأَخَرَ فَتَوَضَّئِ وَصَلِّي فَإِنَّهَا هُوَ عِرْقٌ

Apabila darah haid, maka ia adalah darah hitam yang sudah dikenali. Jika ini terjadi, maka jangan shalat. Apabila sifatnya berbeda, maka wudu lalu shalatlah, karena itu adalah luka pembuluh darah.” (H.R. al-Baihaqi)

Dari informasi yang dilansir dari Siti Fatimah di atas, ulama fikih merumuskan bahwa ada sekian darah yang keluar dari kemaluan wanita. Akhirnya, mereka memutuskan bahwa darah yang keluar dari kemaluan wanita tidak lebih dari tiga; haid, nifas dan istihadah.

Sehingga, jangan heran ketika misalnya pembaca sedang menelaah kitab-kitab ber-genre fikih, khususnya bertema kewanitaan, sering menemukan nama Siti Fatimah. Memang, hadis yang berbicara seputar kewanitaan tidak lebih banyak dari hadis yang berbicara seputar lainnya. Namun, meski sedikit, hal ini sangat berguna bagi eksistensi keagamaan perempuan.

Dari sinilah kemudian nampak peran Siti Fatimah dalam perkembangan syariat agama Islam, khususnya seputar hukum kewanitaan. Menimbang, urusan kewanitaan adalah urusan sensitif, sehingga hanya sahabat-sahabat dari golongan wanita tertentu yang berani bertanya secara langsung kepada Nabi ketika mengalami problem keagamaan. Dan Siti Fatimah, salah satu dari sahabat wanita yang berani bertanya langsung kepada Nabi.


Ditulis oleh Moch Vicky Shahrul Hermawan, Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang