ilustrasi syariat memakai anting bagi perempuan
ilustrasi syariat memakai anting bagi perempuan

Oleh: Rokhimatus Sholekhah*

Ketika kita menjumpai bayi  perempuan di beri anting atau tindik di bagian telinga, tentunya sudah menjadi hal yang lazim di kalangan masyarakat. Rata-rata orang tua akan memberikan anting kepada bayi perempuan yang baru lahir sebagai tanda bahwa anak tersebut berjenis kelamin perempuan. Lalu, siapakah yang melatarbelakangi pemakaian anting atau tindik bagi perempuan ini?

Al kisah, dahulu ketika Nabi Ibrahim telah menikah dengan Dewi Sarah dalam kurun waktu yang tidak sebentar, namun Dewi Sarah tak juga menunjukkan tanda kehamilan. Gundah gulana, dan gusar setiap hari sudah pasti dirasakan oleh istri nabi Ibrahim ini, hingga pada suatu saat beliau memutuskan untuk meminta suaminya menikah lagi.

Keputusan itu tidak langsung beliau utarakan kepada suaminya, melainkan beliau timbang berkali-kali. Namun, karena mengalahkan egonya dan mendahulukan kemaslahatan ke depannya, beliau Dewi Sarah memutuskan untuk mengajak nabi Ibrahim membahas perihal niat baiknya itu, keduanya bertemu dan mulailah Dewi Sarah mengutarakan maksudnya.

Nabi Ibrahim menyimak dan menelaah apa yang Dewi Sarah inginkan, sebagai seorang nabi- beliau juga ingin memiliki putra, namun di sisi lain beliau amat menyayangi Dewi Sarah dan tak mungkin tega mencari istri lagi. Dengan mendengar perkataan Dewi Sarah, akhirnya terucaplah kalimat  bahwa Dewi Sarah menyarankan nabi Ibrahim untuk kembali memperistri seseorang, agar beliau dapat memiliki keturunan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Wahai nabi Ibrahim, aku sudah tua dan kita belum juga di karuniai anak oleh Allah, aku takut jika kau tidak akan memiliki keturunan. Sebagai nabi, kau harus memiliki keturunan yang kelak akan mewarisimu dalam hal berdakwah dan meneruskan perjuangan “

Hal itu membuat nabi Ibrahim berpikir, diam sejenak lalu menjawab ucapan istrinya.

“Iya, aku memang ingin memiliki keturunan”

“Menikahlah lagi, jangan pikirkan aku” kurang lebih begitulah pembahasan yang beliau berdua ucapkan. Hingga akhirnya berujung pada persetujuan dari sang nabi Allah untuk memperistri seseorang lagi agar menjadi lantaran mendapatkan keturunan yang kelak akan menggantikan perjuangannya.

“Namun, kau akan menikah dengan seseorang yang aku pilihkan” Nabi Ibrahim mendengarkan dengan saksama apa yang istrinya jelaskan, beliau mengikuti kemauan istrinya meskipun sebenarnya tidak ada niatan untuk kembali menikah.

“Wahai nabi, engkau akan aku jodohkan dengan Hajar” Nabi Ibrahim seperti tak percaya mendengar suara itu, Siti Hajar yang tak lain adalah pelayan di rumahnya kala itu akan di jadikan istri atas permintaan Dewi Sarah, istri beliau.

Walhasil, waktu berjalan cepat dan hari pun semakin cepat berganti. Siti Hajar adalah seseorang yang kecantikannya hampir mendekati Dewi Sarah, Dewi Sarah sendiri memilih menjodohkan Nabi Ibrahim dengan Siti Hajar karena beliau sendiri paham dan mengetahui bagaimana watak dan juga perangai Dewi hajar yang baik dan pantas.

Akhirnya hari itu tiba, hari di mana Siti Hajar disatukan dengan Nabi Ibrahim atas permintaan istrinya. Setelah usai acara tersebut, nabi Ibrahim menjalani hari-hari beliau sebagaimana mestinya. Satu, dua hari, tiga, empat hari dan seterusnya. Nabi Ibrahim tengah berbincang dengan Siti Hajar, Dewi Sarah yang mengetahui hal itu lantas menunggu Nabi Ibrahim selesai berbincang dengan Siti Hajar.

“Wahai nabi Allah, aku ingin mengatakan sesuatu yang sejatinya menjadi syarat pernikahan yang telah engkau langsungkan dengan Siti Hajar” mendengar pernyataan itu nabi Ibrahim merasa sedikit bingung, syarat apakah yang dimaksud oleh istrinya itu.

“Katakan, syarat apa yang harus aku lakukan”

Dewi Sarah lantas mengucapkan syarat yang ia inginkan, Nabi Ibrahim lantas berpikir, bagaimana mungkin beliau akan melakukan hal itu kepada Siti Hajar.

“Aku tahu, kecantikan Hajar hampir sama denganku, maka dari itu aku meminta kepada engkau, buatlah salah satu anggota tubuhnya menjadi berlubang, buatlah ia sedikit cacat agar aku tak merasakan cemburu yang amat sangat”

Mendengar hal itu, nabi Ibrahim akhirnya mengiyakan permintaan tersebut. Sembari memikirkan cara yang paling tepat dan pantas.

Setelah beberapa waktu, Dewi Sarah akhirnya melihat Siti Hajar dari kejauhan, beliau heran tidak ada satu kecacatan pun yang tampak pada wajah Siti Hajar, malah sepertinya Siti Hajar semakin kelihatan menarik dan cantik.

“Wahai nabi, apakah engkau telah melakukan syarat yang aku ucapkan kemarin?” dengan anggukan mantap nabi Ibrahim membalasnya. Lalu Dewi Sarah terheran sembari masih menatap ke arah Siti Hajar.

“Lalu, bagian tubuh mana yang kau lukai ? Apakah tidak pada wajahnya?”

“Mendekatlah, aku telah melubangi salah satu bagian tubuhnya, sudah seusai seperti apa yang kau minta”

Dewi Sarah masih melihat ke arah Siti Hajar sembari berdecak kagum.

“Apakah kau melubangi bagian telinganya? “

“Ya, sesuai dengan syarat yang kau ucapkan, melubangi salah satu bagian tubuhnya,” timpal nabi Ibrahim.

“Tapi, yang aku ingin adalah membuatnya kelihatan kurang cantik karena adanya luka atau cacat di bagian tubuhnya, namun lubang yang kau buat itu malahan membuatnya semakin kelihatan cantik”

Dengan penjelasan itu, nabi Ibrahim akhirnya menawarkan melakukan hal yang sama kepada Dewi Sarah, beliau pun mengiyakan dengan cepat. Setelah mendapatkan lubang yang diinginkan, Dewi Sarah akhirnya memakai anting yang menghias telinganya, dan inilah awal mula disyariatkannya memakai anting-anting bagi perempuan, dengan hikmah agar kelihatan semakin cantik, bisa menjadi tanda atau pembeda dengan laki-laki, dan berniat mengikuti perbuatan atau syariat nabi jaman dahulu.

“Maka dari sanalah, para wanita disyariatkan untuk memakai anting, agar terlihat semakin cantik dan menarik. Tentunya untuk orang yang halal baginya,”  dawuh K. Syukron Masyhuri Pengasuh Pondok Pesantren Alfadhlu Wal Fadhilah Bengkal, Kranggan, Temanggung.

Baca Juga: Menolak Memberi Makan Orang Majusi, Nabi Ibrahim Ditegur Allah

*Santriwati Pondok Pesantren Alhusna Payaman Secang Magelang.