
Indonesia bisa dibilang patut berbangga atas pencapaiannya dalam menjaga keamanan. Dalam Global Terrorism Index 2024, Indonesia tercatat di posisi 31 dari 163 negara dengan ancaman terorisme, dan yang lebih membanggakan lagi, kita berhasil mencatatkan zero terrorist attack.
Ini adalah prestasi yang sangat luar biasa dan patut diapresiasi. Namun, kita juga harus ingat, pencapaian ini bukan berarti kita bisa bersantai. Di tahun yang sama, Densus 88 berhasil menangkap 196 terduga teroris. Artinya, ancaman masih ada dan bahkan bisa berkembang dengan cara yang sangat halus, melalui ideologi radikal yang disebarkan lewat berbagai saluran, terutama media sosial.
Salah satu tantangan terbesar yang kita hadapi adalah militansi ISIS, yang meski sudah menurun di beberapa tempat, masih tetap aktif dengan jaringan-jaringannya di banyak negara. Kelompok-kelompok radikal ekstremis ini terus memanfaatkan isu-isu seperti ‘kemurnian akidah’ untuk menarik perhatian, terutama di kalangan generasi muda. Mereka sering kali menyebarkan narasi yang menegaskan pentingnya menjaga “kemurnian” keyakinan, yang bisa berujung pada polarisasi sosial dan bahkan kekerasan.
Di sinilah peran penting dakwah Islam yang kontekstual. Dakwah tidak hanya soal ceramah panjang lebar atau pengajian rutin. Dakwah seharusnya lebih dari itu. Dakwah harus bisa menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat, terutama di tengah perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat.
Baca Juga: Semangat Dakwah, Santri Harus Paham Literasi Digital
Kita butuh dakwah yang tidak hanya mengedepankan teks, tetapi juga konteks. Dakwah harus bisa menyentuh hati dan pikiran, memberikan solusi yang relevan dengan masalah yang dihadapi masyarakat, tanpa mengesampingkan nilai-nilai universal Islam yang penuh kedamaian.
Dakwah Islam: Lebih dari Sekadar Ceramah
Di era milenial ini, dakwah Islam perlu lebih dari sekadar ceramah atau tabligh. Perkembangan zaman membuat masyarakat menjadi lebih aktif dalam mencari informasi. Banyak orang sekarang lebih sering membuka internet untuk mencari solusi dari masalah mereka, daripada bertanya langsung kepada ulama atau tokoh agama. Sering kali, mereka mencari jawaban melalui mesin pencari seperti Google, dan ini menjadi tantangan besar bagi dakwah Islam.
Bahkan, banyak orang salah kaprah dalam memahami dakwah, menganggapnya hanya sebagai aktivitas ceramah belaka. Padahal, dakwah yang sejati harus bisa memberi pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana ajaran Islam bisa memberikan solusi konkret untuk kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, dakwah harus bisa menyentuh aspek kehidupan masyarakat yang lebih luas, tidak hanya soal ibadah atau hukum Islam, tetapi juga terkait dengan cara hidup yang lebih baik dan damai.
Untuk itu, dakwah Islam di era digital harus lebih cerdas dan kreatif. Para pendakwah, terutama para intelektual muda Islam, harus bisa memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan dakwah yang membawa kedamaian. Media sosial, podcast, YouTube, dan berbagai platform digital lainnya bisa jadi sarana yang sangat efektif untuk menjangkau lebih banyak orang, terutama generasi milenial yang aktif di dunia maya. Dakwah harus bisa berbicara dalam bahasa yang mudah dipahami, relevan, dan tidak monoton.
Maqashid al-Syariah sebagai Pedoman Dakwah
Dalam berdakwah, penting untuk tidak hanya berlandaskan pada teks seperti Al-Qur’an dan hadits saja, tetapi harus memahami tujuan-tujuan syariat Islam, yang dikenal dengan istilah maqashid al-syariah. Maqashid al-syariah ini berfungsi sebagai pedoman dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara lebih menyeluruh. Tujuan utama dari syariat Islam adalah untuk melindungi lima hal penting: agama (hifdzu ad-din), jiwa (hifdzu an-nafs), akal (hifdzu al-‘aql), keturunan (hifdzu an-nasl), dan harta (hifdzu al-maal).
Dengan memahami maqashid al-syariah, dakwah Islam bisa lebih terarah dan tepat sasaran. Misalnya, menjaga agama tidak hanya soal melarang perbuatan yang dilarang syariat, tetapi juga menyebarkan ajaran yang mendorong toleransi, perdamaian, dan menghargai perbedaan.
Melindungi jiwa bukan hanya soal mencegah kekerasan fisik, tetapi juga menjaga ketenangan batin dan mental. Dakwah yang mengedepankan maqashid al-syariah akan lebih relevan dan bisa diterima oleh masyarakat, terutama di tengah perubahan zaman yang begitu cepat.
Baca Juga: Dakwah adalah Misi Utama Para Nabi dan Rasul
Meskipun Indonesia telah berhasil menjaga zero terrorist attack dalam beberapa tahun terakhir, kita tidak boleh lengah. Terorisme dan radikalisasi ideologi tetap menjadi ancaman nyata. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga kerukunan bangsa harus terus dilanjutkan dengan pendekatan yang lebih komprehensif, bukan hanya dengan hukum dan keamanan semata. Dakwah Islam yang relevan, berbasis pada pemahaman maqashid al-syariah, adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah terorisme.
Penulis: Muhammad Nur Faizi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.