sumber gambar: tirto.ID

Oleh: Fikriyah Diniyati Al Baihaki*

Mutakhir ini ramai sekali diperbincangkan tentang kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang bernama ChatGPT (Chat Generative Pre-traind Transformer). AI diluncurkan  pada akhir tahun 2022, namun mulai banyak dibicarakan terutama di dunia pendidikan saat semester baru akan dimulai, tepatnya di bulan Februari 2023.

ChatGPT dinilai lebih pintar dibandingkan google, karena jawaban dari chatGPT dianggap lebih akurat dan lebih detail daripada google. Selain itu, chatGPT memiliki kemampuan untuk merespon perintah atau menjawab pertanyaan penggunanya melalui teks dengan bahasa bak manusia. Bentuk jawaban chatGPT lebih kontemporer dan manusiawi yang mirip dialog. Berbeda dengan google yang masih tradisional dengan hanya menunujukkan informasi halaman web dan data hasil yang paling relevan.

Kemunculan google saja mengkhawatirkan dunia pendidikan karena mempertanyakan integritas pekerjaan murid atau mahasiswa. Apalagi dengan munculnya AI, yang hanya mengetik semua soal atau pertanyaan, AI memberikan jawaban bahkan dengan dukungan data yang bisa dianggap kredibel. Yang menjadi tantangan hanyalah keterampilan mencari kata kunci, ketekunan mencari sampai tuntas media yang memadai dan signal internet yang kuat dan cepat.

Dengan adanya kecerdasan buatan mahasiswa sangat terbantukan, karena tuntutan tugas yang berbentuk esai atau paper. ChatGPTlah jawabannya, karena sistem pencariannya dengan menerima pertanyaan apapun dan menjawabnya dalam bentuk pragraf, bahkan poin-poin yang diharapkan oleh sebuah perintah tugas esai atau paper.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Resiko Penggunaan

Walaupun tujuan diciptakannya ChatGPT untuk membantu manusia, seperti halnya semua teknologi, potensi resiko yang merugikan selalu ada. Salah satunya adalah informasi yang didapat bisa disalahgunakan.

ChatGPT adalah kecerdasan buatan. Dimana pengguna memanfaatkan aplikasi ini tanpa menggunakan kecerdasannya sendiri. Kemalasan berpikir sangat terdukung dengan keberadaan AI. Potensi penggunaan ChatGPT tidak kalah seru. Bila pengguna sudah merasakan bantuan ChatGPT, dia akan lebih cenderung menggunakan layanannya untuk mencari jawaban pertanyaan, apapun pertanyan tersebut.

Misalnya, mahasiswa mendapat tugas mencari strategi dakwah, tanpa berpikir panjang dia akan membuka ChatGPT karena pasti mendapat jawaban dengan cepat dan komplit yang dianggap akurat. Semakin lama kemalasan berpikir akan menuju pada hilangnya kreativitas dan keterampilan berpikir kritis. Ketergantungan ini yang cukup mengkhawatirkan.

Peluang yang Elegan

Seperti halnya google, chrome, g-mail, whtsapp dan lainnya, ChatGPT  tidak dapat kita hindari keberadaannya. Kita dapat memilih untuk tidak menggunakannya, namun kita tidak bisa mencegah orang lain yang bekerjasama dengan kita memanfaatkannya dan cukup mempengaruhi proses kinerja dan hasil yang dituju. Pilihan bijak adalah menanggapi ChatGPT dengan positif dan berintegritas tanpa kita kehilangan jati diri atau harga diri, alias elegan.

Bagaimanapun ChatGPT bukanlah manusia. Mesin tersebut tidak bisa memberikan keterampilan dalam bentuk produksi dan tingkah laku. Mesin tersebut juga tidak bisa memberikan penilaian atau kebijakan yang membutuhkan berbagai pertimbangan dari sisi manusiawi  dan etika tentang baik dan benar. Sepantasnya kelemahan ini menjadi peluang bagi kita yang merasa terancam dengan keberadaannya. Kekuatan kecerdasan buatan ini diranah data dan informasi.

Tatantangan kita adalah berpikir kritis dan kreatif. Kita bisa menggunakan ChatGPT untk memperluas wawasan dengan cepat dan efektif lalu memanfaatkannya sebagai dasar untuk meningkatkan kretaivitas kita dengan menciptakan hal baru yang otentik dari diri kita sendiri. Gunakan ChatGPT sebagai landasan untuk berpikir, bukan sebagai jawaban akhir.

Selain memperluas wawasan, ChatGPT bisa dipakai untuk memancing pemikiran yang kritis. Caranya, semua asumsi dan jawaban yang diberikan mesin tersebut kita pertanyakan. Posisikan jawaban sebagai pemicu argumen selanjutnya. Pertanyakan apakah semua benar. Proses berpikir kritis pun akan semaki dalam dan luas dengan banyaknya perspektif dan opini yang diberikan oleh ChatGPT.

Sebenarnya dengan mudah dan cepat kita bisa mendapatkan ide dan tulisan umum dari AI, namun hal tersebut tidak terjadi pada tulisan berkualitas tinggi. Kontruksi ide, ketajaman analisis, penyambungan pola antarvariabel, novelity, validitas dan pemikiran yang kritis dan kreatif hanya dapat ditulis oleh manusia yang lebih cerdas daripada AI. Jangan terlalu fokus pada kecerdasan buaatan tetapi bagaimana cara afar dapat bersaing secara kompetitif dan tidak terdiskriminasi oleh perkembangan zaman.

Seperti apapun kedahsyatan atas keberadaan AI, pada akhirnya semua kembali pada diri kita, bagaimana menanggapi dan memanfaatkannya. Menggunakannya sehingga kecanduan dan kehilangan jati diri atau menggunakannya untuk meningkatkan kemampuan akal budi kita semakin kritis dan kreatif dengan bijak. Hanya manusia yang tekun belajar yang akan mengungguli AI. Manusia yang malas belajar tentu akan tergantikan AI karena kualitas pekerjaan yang dihasilkan lebih rendah dari robot. Secanggih apapun robot, manusia memiliki struktur otak yang kompleksnya luar biasa.

*Mahasiswa KPI Unhasy.