Alumnus Pesantren Tebuireng, KH. Ahmad Muzakky Al-Hafizh silaturahmi ke Tebuireng Center Mesir, Selasa (26/3). Dalam kesempatan tersebut, ia bercerita tentang dirinya selama di Pesantren tebuireng hingga saat ini.

Tebuireng.online– KH. Ahmad Muzakky Al-Hafizh, alumni MA Salafiyah Syafi’iyah Pesantren Tebuireng tahun 1993 silaturahmi ke rumah kesekretariatan Bawwabah 2, H-10, Nasr City, Tebuireng Center Mesir, Selasa (26/3/19). Kiai Muzakky merupakan salah satu keponakan KH. Adlan Aly, saat ini ia menjadi Imam Besar Masjid Al-Akbar Surabaya (MAS) . Ketika masih mengeyam pendidikan di Pesantren Tebuireng, Kiai Muzakky bertempat tinggal di kamar C 09 (sebelah barat masjid), akan tetapi hampir mayoritas kegiatan malamnya dilakukan di Maktabah Aman, Cukir, milik KH. Adlan Aly.

Kiai Muzakky telah mengkhatamkan beberapa kitab serta mendapatkan ijazah sanadnya dari masyayikh Tebuireng. Diantaranya, beliau pernah ngaji Sorogan kitab Shohih Bukhari Muslim kepada KH. Syansuri Badawi, Kitab al-Muwwatha’ karya Imam Malik kepada KH. Ishomuddin Hadziq dan beliau juga pernah ngaji kepada KH. M. Ishaq Latief. Beliau sedikit menceritakan juga bahwasanya wiridan beliau dengan para santri setelah shalat Shubuh adalah membaca Nazham Alfiyah ibn Malik, “jika masih kuat ya ditambah Nazham ‘Imrithi & al-Maqshud,” tambah beliau.

Zaman sekarang program magister & doktoral bisa ditempuh dengan mudah, akan tetapi keberkahan ilmulah yang sulit didapatkan. “Yaa karena guru-guru di pesantren itu mengajarkannya dengan ikhlas.  Kalau saya ngaji dengan jamaah MAS selapas shalat fardhu atau terdapat pertanyaan, rujukan saya ya kembali ke kitab-kitab yang saya kaji di pesantren. Hal ini lebih memahamkan bagi saya daripada membuka kitab yang berbasis aplikasi. Saya buka kitabnya kemudian saya kirim Al-Fatihah kepada kiai. Dan Alhamdulillah, selama saya pindah rumah sebanyak 20 kali, tidak ada satu kitab pun yang hilang yang pernah saya kaji tersebut,” jelas Imam Besar Masjid Al-Akbar Surabaya ini.

Calon Guru Besar UIN Sunan Ampel ini menjelaskan juga, bahwasanya keberkahan adalah kunci utama kesuksesan, “alumni Tebuireng pasti semuanya jadi tokoh,” ungkap beliau menceritakan ketika ada pertemuan IKAPETE Surabaya. “Bahkan bosnya preman di terminal Purabaya (bungurasih) adalah Alumni Tebuireng, pernah suatu ketika saya pulang ceramah dari Pasuruan naik bis, kemudian saya shalat di mushalla terminal, setelah shalat ternyata sandal saya hilang, lalu saya tengak-tengok mencari sandal. Tak selang dari itu ada orang yang tanya, Loh, Kiai Mas Muzakky alumni Tebuireng, ada apa kok kelihatannya kebingungan apa ada yang hilang? Iya, sandal saya hilang merk Bata. Lalu, bos tadi bergumam, “Loh yaopo sih arek-arek iku,” kemudian dia menyuruh saya menunggu sebentar, dan benar sandal saya yang hilang bisa ditemukan kembali dengan cepat. Akan tetapi, walupun begitu, katanya setiap malam dia mengajak anak buahnya untuk beristighatsah & tahajjud. Dari sini bisa disimpulkan bahwasanya sosok alumni Tebuireng tidak akan hilang sifat leadership dan pionirnya,” jelas beliau dengan cerita panjang lebar.

Beliau juga menjelaskan bahwasanya kekerabatan beliau dengan pesantren tidak terputus. Beliau masih sering sambung dengan KH. Abdul Hakim Mahfudz. “Iya karena Gus Kikin sering bolak-balik ke Surabya dan terkadang juga memohon bantuan ke saya. Saya juga mengisi pengajian di BBS TV milik beliau, bersama KH. A. Musta’in Syafi’ie juga,” ungkapnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Iya ini juga salah satu contoh keberkahan, dulu saya ngaji tafsir ke beliau, tapi sekarang bisa bareng mengisi kajian di televisi,” imbuhnya.

Pemenang lomba Musabaqah Tafsir Quran tersebut, juga menceritakan bagaimana perjalanan karir beliau. Bermula dengan beliau ngaji Quran privat dengan pamannya, KH. Adlan Aly. “Banyak yang mengira saya alumni MQ, padahal bukan. Saya hampir seangkatan setoran dengan Gus Didi’ (KH. Abdul Hadi Yusuf, pengasuh MQ), saya selesai, beliau baru mulai setor dengan KH. Adlan Aly,” tutur keponakan KH. Adlan Aly.

Sekitar akhir tahun 90an beliau mengikuti lomba Musabaqah Tafsir Quran di Palu, untuk dikirim sebagai perwakilan Indonesia dalam kancah internasional. Beliau menjelaskan bahwasanya syarat menjadi peserta lomba adalah harus hafal 30 juz dan bisa menjelaskan tafsir Quran menggunakan bahasa Arab. Lalu ketika MAS diresmikan oleh Gus Dur, Presiden ke-4 pada tahun 2000, beliau sebagai pemenang lomba tadi, dimintai tolong untuk menjadi imam di sana.

“Jadi alhamdulillah, saya sudah mengabdi di MASS selama 19 tahun, walaupun saya ditawari beberapa partai, saya masih bersikukuh untuk tetap mengabdi di MAS,” jelas beliau. Dari situ juga setiap 2 kali dalam setahun pada bulan Maret dan November beliau menjadi pimpinan guide Jejak Rasul di 3 negara, yaitu Mesir, Palestina, dan Jordania.

“Oleh sebab itu, hampir selisih sedikit jarak kunjungan saya ke Mesir dengan Gus Kikin di akhir tahun lalu, pada ketika itu saya masih di Madinah,” tambah beliau.

Kiai Muzakky juga hampir berkesempatan kuliah di Universitas Al-Azhar Mesir, akan tetapi karena beberapa aspek dari keluarga, akhirnya niat tersebut terurungkan. Dan sekarang beliau disibukkan sebagai dewan hakim juri di LPTQ Jatim, dan juga menjadi dosen di STAI Masjid Al-Akbar Surabaya yang membuka 2 jurusan, yaitu Tafsir dan Hadits, yang setelah sebelumnya juga menjadi dosen di UIN Sunan Ampel.

Acara diakhiri denga sesi foto bareng dan pemberian sertifikat oleh Ketua TC periode 2018-2020, Muhammad Abdullah Taufiq kepada KH. Ahmad Muzakky Al-Hafizh.

Pewarta: H. Ilham, BA

Publisher: RZ