ilustrasi nama Rasulullah Muhammad

Oleh: Inggar Saputra*

Suatu hari, Hanzalah yang merupakan seorang sahabat yang aktif menulis hadits Rasulullah SAW mendatangi rumah Abu Bakar. Hanzalah datang sambil menangis, sehingga Abu Bakar bertanya, ”Wahai Hanzalah, ada apa denganmu? Mengapa engkau menangis sahabatku?” Mendengar pertanyaan Abu Bakar, tangisan Hanzalah semakin keras.

Sambil menangis, Hanzalah menyesal karena telah menjadi orang munafik. Dia berkata ”Aku seperti orang munafik wahai Abu Bakar. Ketika dekat Rasulullah SAW, hatiku mudah tersentuh, bimbingan Rasulullah SAW mengingatkan aku akan syurga dan neraka” Kemudian dia terdiam sebentar, lalu melanjutkan kalimatnya ”Tapi ketika aku pulang ke rumah bersama keluarga. Aku lupa akan kehidupan akhirat yang kekal dan kufur kepada Allah SWT”

Kemudian Abu Bakar berkata, ”Aku juga sama sepertimu Hanzalah. Sekarang mari kita berdua menemui Rasulullah SAW untuk meminta nasehat dan berdiskusi hal ini” Keduanya kemudian menemui Rasulullah SAW dan mengadukan permasalahan tersebut. Dengan tenang, sabar dan penuh kasih sayang, Rasulullah SAW menjawab keluhan keduanya, ”Kalau kalian bersamaku membahas syurga dan neraka, malaikat ikut mendengarkan majelis itu. Tetapi kalian kumpul bersama keluarga, malaikat ikut menjaga kalian. Wahai Hanzalah, segala sesuatu ada waktunya”

Sungguh benar dan mulia sekali Rasulullah SAW mengajarkan sahabat dan umatnya mengenai konsep manajemen waktu. Perkataan, ”Segala sesuatu ada waktunya” mengingatkan kita akan konsep keseimbangan waktu. Ada waktu bermain, belajar, beribadah, dan bekerja. Semua ada porsinya dan kita perlu belajar membaginya secara adil sehingga hidup ini berjalan seimbang. Meski ada beragam kumpulan aktivitas, selama diniatkan mencari ridho Allah SWT. Maka insya Allah kegiatan canda, tawa, senyum dan lainnya bernilai ibadah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Syaikh Mahmud Al-Mishri mengingatkan akal, jasad dan ruh sebagai unsur penting kehidupan manusia. Akal membutuhkan kegiatan membaca, tadabur dan menganalisis persoalan dunia-akhirat. Jasad membutuhkan makan, minum dan istirahat. Sedangkan kebutuhan ruh adalah memproduksi sebanyak mungkin amal soleh. Ketiganya memiliki kebutuhan sendiri yang harus berjalan secara adil. Konsep keseimbangan itu akan mempengaruhi psikologis kehidupan manusia. Sebab pikiran, tubuh, dan hati membutuhkan sisi manajemen kehidupan dan aspek psikologis yang seimbang.

Setiap manusia di dunia ini memiliki kesempatan mengelola waktu yang sama sebanyak 24 jam. Jika semua dihabiskan beribadah, kebutuhan ruhani terpenuhi dengan baik. Tapi bagaimana ibadah akan fokus ketika kebutuhan akal untuk terus berfikir dan kebutuhan jasad akan makan minum tidak terpenuhi. Tak jauh berbeda, manusia yang sibuk menuruti nafsu makan dan minum, mudah sekali tertidur sehingga kurang waktunya untuk ibadah. Sibuk berfikir dengan membaca dan menulis, tetapi kurang asupan makan dan kehilangan waktu ibadah, maka kita kehilangan tubuh yang sehat dan kesempatan meraih ridho Allah SWT.

George Doran (1981) mengenalkan metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant dan Time Bound Goals). Agar target kita tercapai, maka perlu dilakukan manajemen waktu dalam kehidupan secara spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan dan tepat waktu. Kita harus memiliki pemahaman waktu untuk belajar, bermain, bekerja, keluarga, sahabat dan lainnya. Kita dapat memulainya dengan melihat kondisi diri, kemudian menetapkan sasaran yang terukur, tujuan yang ingin dicapai, cara mencapai tujuan dan berapa lama waktu mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam percakapan ’semua ada waktunya’ antara Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Hanzalah terkandung empat makna penting tentang manajemen waktu. Pertama, jadikan waktu sebagai investasi berharga dengan menyeimbangkan kebutuhan dunia dan akhirat. Kedua, jagalah waktunya dengan produktif sehingga amal dunia berorientasi akhirat dan sebaliknya. Ketiga, manfaatkan kesempatan dalam setiap waktu yang dimiliki baik bersama keluarga, sahabat, dan para ulama. Terakhir budayakan disiplin dengan memahami kapan waktu bekerja, ikut kajian Islam, ibadah, dan aktivitas lainnya.

Kita hidup tidak sendiri dalam dunia ini, sebab ada keluarga, teman, sahabat dan lingkungan sosial. Terpenuhinya keseimbangan hidup individu dan sosial akan membuat kita terdorong untuk memperbanyak amal saleh. Produksi amal bukan hanya kepada keinginan kita masuki syurgaNya Allah SWT, tetapi ikut mengajak orang berbuat baik. Sehingga kesempatan meraih kenikmatan syurga menjadi gerakan kolektif dan membuat tren beramal saleh akan meningkat dalam kehidupan sosial kita. Di titik inilah, upaya menyeimbangkan ruh, jasad dan akal menjadi penting sebagai refleksi diri sebelum mengajak orang lain menjalankan kegiatan serupa.

Baca Juga: Manajemen Waktu Ala Imam Asy-Syafi’i

*Penggiat Literasi Rumah Produktif Indonesia.