Langit mulai gelap, perlahan melepaskan hujan yang lama tertahan. Butiran air jatuh, membasahi dedaunan, rerumputan, dan bunga-bunga di taman kecil itu. Di tengah taman, seorang gadis duduk diam di bangku kayu, tanpa payung, membiarkan hujan meresap ke dalam pakaiannya. Ia bernama Balqis, seorang penyendiri yang selalu mengunjungi taman ini setiap kali merasa lelah.
Hari ini, berbeda. Ada sesuatu yang berat di dalam hatinya, sesuatu yang bahkan taman ini tidak bisa sembuhkan. Sudah hampir 1 tahun lalu, ia kehilangan satu-satunya sahabat tercintanya yakni Luna . Sejak saat itu, dunia terasa kosong, seperti tidak ada lagi warna yang tersisa.
Balqis menatap bunga-bunga di sekitarnya, mawar merah yang biasanya tegak dan cantik, kini tampak lemas karena hujan. Kelopak-kelopaknya melebur dengan air, jatuh satu persatu, meninggalkan tangkai yang kosong. Balqis menyadari betapa bunga-bunga itu seperti dirinya, melepaskan bagian-bagian dari dirinya sedikit demi sedikit, tersapu oleh kesedihan.
“Apa kau juga merasa kehilangan?” gumamnya pada bunga-bunga itu. Tentu saja, tidak ada jawaban. Hanya suara hujan yang terus mengalir, seolah berbicara dengan caranya sendiri.
Luna dulu selalu mengatakan bahwa hidup itu seperti taman. Ada saat-saat ketika bunga-bunga mekar, menghiasi dunia dengan keindahan dan harapan. Namun, akan ada juga waktu di mana hujan datang, angin bertiup, dan kelopak-kelopak terlepas. Tapi Luna selalu berkata, setiap hujan yang turun akan memberi kehidupan baru, meski bunga yang lama melebur.
Balqis menarik napas dalam-dalam. Ia ingat saat-saat ketika Luna merawat bunga di taman rumah mereka. Ia selalu berkata bahwa setiap kali hujan datang, itu bukan berarti akhir, melainkan awal dari sesuatu yang baru.
“Kelak, bunga baru akan tumbuh lagi. Jangan takut kehilangan,” suara lembut sahabatnya tiba-tiba terngiang di telinganya.
Balqis tersenyum tipis. Hujan yang ia benci selama ini, ternyata membawa makna yang lebih dalam dari sekadar air yang turun dari langit. Hujan tidak merusak, melainkan ia memberikan kesempatan bagi bumi untuk bernapas, untuk memperbaharui dirinya. Begitu pula dengan dirinya.
Kelopak-kelopak yang jatuh mungkin tidak akan kembali, namun akan ada bunga-bunga baru yang mekar, entah kapan. Dan dalam setiap tetes hujan, ada harapan yang tidak pernah benar-benar hilang.
Balqis berdiri, membiarkan air hujan yang dingin menyentuh kulitnya. Langkah kakinya ringan meski berat hatinya belum sepenuhnya terangkat. Tapi, sejak kepergian sahabatnya, ia merasa taman dan hujan membantunya menerima kehidupan yang ia jalani saat ini.
Bunga-bunga yang melebur mungkin hilang, tapi kehidupan terus berlanjut, membawa cerita baru yang belum pernah ia bayangkan.
Terimakasih sahabatku, Luna tersayang.
Penulis: Ifa