Foto: Istimewa

Tebuireng.online- Brigjen Pol. Ir. Hamli, M. E. (Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme [BNPT] menjadi Keynote Speaker pada acara Seminar Nasional dengan tema “Silang Pendapat Makna Radikalisme” dalam rangka haul ke-10 Gus Dur di lantai 3 Gedung Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng pada Sabtu (21/12/19).

Dalam acara tersebut, beliau menyampaikan bahwa radikalisme tidak berdiri sendiri, namun beberapa orang yang mudah memberikan sugesti perilaku radikal kepada orang disekitarnya dan bagi masyarakat umumnya diantaranya Profesional, birokrat, Da’i populer di Media, artis/seleb, atlet berprestasi, pelajar/mahasiswa berprestasi, tenaga pendidik, PMI (Penanggung Jawab Ekonomi Keluarga) dan TNI/POLRI.

Beliau memberikan beberapa foto bom bunuh diri yang telah terjadi, diantaranya  bom bunuh Surabaya (2019), bom sibolga (2019), teror Selandia Baru (2019) dan sebagainya. Selanjutnya beliau memberikan tayangan video pelaku bom bunuh diri JW Marriot tahun 2009.

“Ini dibuat pada tanggal 28 juni 2009 dan bomnya meledak pada tanggal 17 Juli 2009, sehingga 19 hari kemudian anak ini meninggal. Ternyata dia melakukan seperti ini karena surga, dua karena bidadari, ketiga karena menakut-nakuti musuh, keempat karena musuh, kelima karena fardhu ‘ain. Proses menjadikan kepala-kepala anak-anak muda seperti ini, itu yang harus kita lakukan sesuatu. Pemerintah tidak bisa melakukan sendirian. Saya sangat berterimakasih kepada Pesantren Tebuireng yang telah mengadakan seminar ini,”  ungkapnya.

Beliau memaparkan motif aksi teror hasil riset oleh INSEP tahun 2002, ” 45,5% disebabkan karena ideologi agama, 20% disebabkan solidaritas komunial yang negatif, 12,7 disebabkan karena MOB mentality, 10,9 % disebabkan karena balas dendam, 9,1 % disebabkan karena situasional dan 1,8 % disebabkan karena separatisme,” terangnya

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lanjutnya, bahwa daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme berdasarkan survei BNPT 2017, yaitu pertama kearifan lokal, Kesejahteraan, signifikansi kebebasan, kepercayaan umum, keadilan, pertahanan dan keamanan.

Intoleransi merupakan orientasi negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial dari kelompok yang ia tak setujui. Radikalisme adalah suatu idiologi (Ide atau gagasan) dan oaham yang ingin melakukan perubahan pada sistwm sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan ekstrim.      

Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban dengan motif idiologi, politik, atau gangguan keamanan (Undang-Undang No.5 tahun 2018)

“Ini menjadi penting apa yang harus dilakukan, yaitu pertama wawasan keagamaan, wawasan kebangsaan, wawasan sosial politik, pengentasan kemiskinan, adil dan seimbang, bijak sosial media, kalau itu tidak penting jangan dishare, jangan asal share, baca dulu sebelum share,” pungkasnya


Pewarta: Izzatul Mufidati

Publisher: MSA