ilustrasi taubat

Dalam pembahasan taubat, Rasulullah Saw bersabda:

إنَّ الله تعالى يقبلُ توبةَ العبدِ ما لمْ يغرْغِرُ

“Allah SWT menerima taubat hamba-Nya selama nafasnya belum sampai di tenggorokan (sakaratul maut).” (H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Allah SWT berfirman:

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, dia mengatakan ‘Sesungguhnya aku bertaubat sekarang’. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.S. An-Nisaa: 18).

Sebagaimana kisah Fir’aun dengan nabi Musa a.s. di Laut Merah. Fir’aun merupakan seorang raja yang zalim pada masa Nabi Musa. Bahkan, dia mengaku dirinya sebagai Tuhan, padahal dia mengetahui bahwa dia sendiri bukanlah Tuhan.

Sehingga, saat nabi Musa mengajak raja Fir’aun untuk beriman, lantas dia menolaknya dan berusaha untuk membunuh nabi Musa dan para pengikutnya. Berkat kuasa dari Allah, nabi Musa beserta para pengikutnya dapat selamat, sedangkan Fir’aun dan pasukannya mati tenggelam di Laut Merah. Saat hampir tenggelam, Fir’aun berusaha untuk bertobat, namun tidak sempat lagi. Sehingga tidak diterima oleh Allah.

Maka bisa kita ketahui bahwa taubat bukanlah sekedar mengatakan dengan lisannya,  “Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya,” tanpa ada penyesalan di hati dan tanpa menjauhi berbuat dosa.

Para ulama menyebutkan syarat-syarat yang diperlukan untuk bertaubat. Dan tidaklah sempurna taubatnya seseorang kecuali memenuhi tiga syarat:

Pertama, penyesalan dalam hati atas dosa-dosa yang dikerjakan di masa lalu.

Kedua, menjauhi berbuat dosa. Dalam artian, tidak bertaubat dari suatu dosa ketika ia masih melakukannya.

Ketiga, tekad untuk tidak kembali berbuat dosa selama masih hidup.

Ketiga hal di atas, penting diperhatikan dalam melakukan taubat dari dosa-dosa yang terjadi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Ditambahkan syarat keempat mengenai dosa-dosa yang terjadi antara seorang hamba dengan hamba lainnya.

Dalam artian, apabila kita menganiaya seseorang dalam hidupnya, kehormatan, atau harta bendanya, maka kita harus mengembalikan hak-haknya dengan memberinya kesempatan untuk melakukan pembalasan, mengembalikan hartanya, dan meminta keridhoan atas keluhan yang terjadi.

Baca Juga: Empat Tingkatan Taubat

Maka dari itu, kita harus melakukan segala upaya sebanyak mungkin yang kita bisa. Demikian pula jika kita bertaubat karena melalaikan salah satu kewajiban seperti shalat dan zakat, maka kita harus mengqadha apa yang terlewat dengan mengqadha sesuai kemampuan kita.

Jika seorang hamba bertaubat dari dosa-dosanya sebagaimana penjelasan di atas, maka hendaknya kita berada di antara rasa takut dan pengharapan, berharap agar Allah menerima taubat kita dengan rahmat dan kemurahan-Nya, dan merasa takut kalau taubat kita tidak diterima.

Sehingga, setiap mukmin wajib untuk selalu menjaga dirinya agar terhindar dari segala dosa, karena melakukan maksiat itu mengandung kemurkaan dan kebencian Allah, serta menjadi penyebab segala musibah dan kehancuran yang menimpa hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat. Kemudian, jika kita melakukan dosa apapun, maka kita harus segera bertaubat kepada Allah swt atas dosa yang kita perbuat tanpa paksaan.

Hendaknya setiap orang beriman senantiasa bertaubat kepada Allah sekalipun berulang kali dan memperbaharui taubatnya dalam setiap situasi dan waktu. Sebab, dosa kita itu banyak sekali, baik dosa kecil atau besar, dosa tersembunyi, dosa yang kelihatan, dosa yang diketahui hambanya, dan dosa yang tidak diketahuinya.

Demikian, semoga Allah Ar-Rahman selalu menerima taubat kita dan ditempatkan di surga-nya nanti.Terima kasih


*Refrensi: Nashoihu Ad-Diniyah


Ditulis oleh: Bayu Aji Kertadinoto, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Murtadlo