Sumber foto: https://adeirfanabdurrahman.com/makan-toleransi/

Oleh: Ustadz Yusuf Suharto, Ketua Aswaja NU Center Jombang

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pak Kiai selalu dalam lindungannya sehingga senantiasa bisa membimbing kami. Dalam kesempatan ini saya ingin menanyakan beberapa hal. Akhir-akhir ini kita sering disuguhi praktik toleransi yang mana terkadang mencampuradukkan satu agama dengan agama lain. Bagaimana sebenarnya konsep toleransi yang benar dalam Islam. Kami sangat menunggu jawaban pak Kiai sebelumnya kami ucapkan terimakasih.

Sulis, Jakarta.

Waalaikumsalam Wr. Wb. Terimakasih, atas pertanyaan yang dipercayakan kepada kami. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan hidayah-Nya dan taufiq-Nya. Adapun penjelasan mengenai toleransi sebagai berikut:

Toleransi, yang sering kita kenal dengan kata “Tasamuh“ memiliki makna menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan berarti kita mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Sikap toleransi ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat Thaha ayat 44, yang berbunyi:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

Maka berbicalah kamu berdua (Nabi Musa dan Nabi Harun) kepadanya (Fir’aun) dengan perkataan yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut (QS. Thaha: 44).

Ayat ini menjelaskan bahwa perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan dan Nabi Harun agar bertutur kata dan bersikap baik dengan Fir’aun. Imam IbnuKatsir menjelaskan, sesungguhnya dakwah Nabi Musa dan Nabi Harun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lemah lembut dan ramah. Hal ini dilakukan supaya lebih menyentuh dalam hati, lebih mudah diterima dan lebih berfaidah.

Lalu, bagaimana sebenarnya konsep toleransi dalam Islam? Mengenai konsep toleransi dalam konsep Islam di mana terdapat saling menghargai antar sesama manusia dalam batasan-batasan yang ditentukan oleh agama Islam. Dapat kita ketahui, bahwa batasan toleransi dalam Islam adalah tidak memasuki urusan atau wilayah keagamaan dari masing-masing pemeluk agama atau tidak mencampurkan ibadah. Umat Islam boleh menerima bantuan dari non-muslim asal tidak ada fitnah yang besar yang bersifat agama atau politisi yang membahayakan dan umat Islam tidak boleh membantu mereka (non-muslim) dalam kemaksiatan, juga tidak boleh berpakaian dengan simbol-simbol khas keagamaan mereka.

Selain itu, juga dijelaskan dalam keputusan Bahtsul Masail Maudhui’yah PWNU Jawa Timur tentang Islam Nusantara di Universitas Negeri Malang yang menghasilkan sikap dan toleransi terhadap pluralitas agama dan pemahaman keagamaan.

Sikap terhadap Pluralitas Agama

Pertama, menyakini bahwa pluralitas agama (perbedaan agama, bukan pluralisme yang menyakini kebenaran semua agama) di dunia merupakan sunnatullah. Ini seharusnya yang menjadi asas dalam amr ma’ruf nahi munkar, sehingga jelas tujuannya untuk melakukan perintah Allah SWT, bukan untuk benar-benar berhasil menghilangkan semua kemungkaran dari muka bumi yang justru dalam prosesnya sering melanggar prinsip-prinsip-Nya. Allah SWT berfirman:

……وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِيمَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikannya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah SWT kamu semua kembali, lalu diberitahukannya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan. (QS. al Maidah: 48. 

Kedua, memperkuat keyakinan atas kebenaran ajaran Islam dengan tidak mengikuti ajaran agama lain dan menghindari memaki-maki penganutnya.  Allah SWT berfirman:

وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِما كانُوا يَعْمَلُونَ

Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah SWT, karena mereka nanti akan memaki Allah SWT dengan melampui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada tuhan, tempat kembali mereka, lalu dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah ia kerjakan. (QS. al An’am: 108).

Ketiga, menolak dakwah yang bertentangan dengan Islam dengan cara terbaik dan bijaksana, serta menunjukkan kebaikan ajaran Islam. Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صالِحاً وَقالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ . وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah SWT dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)”. Dan tidaklah sama kebajikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik (sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. (QS. Fushilat: 33-34).

Keempat, dengan amr ma’ruf nahi munkar secara arif dan bijaksana.

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu menyuruh oran lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab (taurat)? Tidaklah kamu mengerti? (QS. Al Baqarah; 44).

ادْعُ إِلى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ . وَإِنْ عاقَبْتُمْ فَعاقِبُوا بِمِثْلِ ما عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah (musyawarah) dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, ialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (Qs. AnNahl: 125).

Toleransi Terhadap Agama Lain

Toleransi terhadap agama lain yang berkembang di masyarakat merupakan keniscayaan, demi terbangunnya kerukunan antar umat beragama di tengah pluralitas. Bahkan Islam mengajarkan agar berpekerti baik terhadap semua manusia, terhadap orang yang seagama maupun tidak, dan terhadap orang salih maupun sebaliknya. Al Hakim at-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul (III/97) mengatakan:

وقال صلى الله عليه وسلم: أوحى الله إلى إبراهيم عليه السلام يا إبراهيم حسن خلقك ولو مع الكفار تدخل مداخل الأبرار فإن كلمتي سبقت لمن حسن خلقه أن أظله في عرشي وأن أسكنه في حظيرة قدسي وأن أدنيه من جواري. وحسن الخلق على ثلاث منازل: أولها أن يحسن خلقه مع أمره ونهيه، الثانية أن يحسن خلقه مع جميع خلقه، الثالثة أن يحسن خلقه مع تدبير ربه فلا يشاء إلا ما يشاء له ربه.

Dalam rangka mendakwahkan agama Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, toleransi dapat dipraktikkan dengan menjalin mu’amalah zhahirah yang baik antar umat beragama, memberi jaminan keselamatan jiwa dan harta, serta tidak mengganggu pengamalan keyakinan lain selama tidak didemonstrasikan secara provokatif di kawasan yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam.

Namun demikian, penerapan toleransi kaum muslimin terhadap agama lain perlu memperhatikan batas-batasnya sebagaimana berikut:

  1. Tidak melampaui batas akidah sehingga terjerumus dalam kekufuran, seperti rela dengan kekufuran, ikut meramaikan hari raya agama lain dengan tujuan ikut mensyiarkan kekufuran, dan semisalnya, kecuali dalam kondisi darurat.
  2. Tidak melampaui batas syariat sehingga terjerumus dalam keharaman, seperti ikut datang ke tempat ibadah agama lain saat perayaan hari rayanya, mengundang pemeluk agama lain untuk menghadiri perayaan hari raya umat Islam, mengucapkan selamat hari raya kepada mereka dan semisalnya, kecuali dalam kondisi darurat.