sumber ilustrasi: www.google.com

Oleh: Silmi Adawiyah*

Kita bisa lihat betapa maraknya muncul fenomena para pengisi dakwah yang  bukan ustadz, yaitu mereka yang mendakwahkan kepada masyarakat dengan identitas dakwah ajaran Islam tetapi sebenarnya identitas tersebut hanya formalitas saja, karena kebanyakan mereka itu adalah orang-orang yang tidak begitu mendalami terhadap ilmu agama Islam. Hal tersebut menandakan bahwa  lambat laun agama ini sudah beralih tangan ke pangkuan orang yang bukan ahlinya.

Syekh Abdul Wahab Asy Sya’rani  dalam kitab Tanbihul Mughtarrin menyebutkan bahwa jika tujuan utamanya hanyalah kesenangan dunia, hidup senang dengan perhiasan dunia, maka yang terjadi adalah ilmu, sopan santun, dan kearifannya hilang. Dan yang demikian tentu memiliki kedudukan yang rendah di sisi Allah. Beliu menyebutkan:

            وقد قيل ليحيى بن معاذ –رحمه الله تعالى- متى يذهب من العبد العلم والحلم والحكمة؟ فقال إذا طلب الدنيا بشيئ من هؤلاء الثلاث 

Yahya bin Mu’adz ditanya, “kapan kealiman, sopan santun, dan kearifan itu bisa hilang dari seorang hamba?” ia menjawabnya “ketika yang dicarinya melalui tigal hal tersebut adalah urusan dunia.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Begitupun dalam  kitab Maraqil ‘Ubudiyah Syarah, Imam Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa nanti akan ada zaman di mana seseorang yang katanya “ulama” akan menjual agamanya dengan embel-embel dakwah. Atau mereka akan mengajarkan agama dengan harapan untuk mendapat materi duniawi saja, yang demikian itulah yang disebut dengan Ulama Su. Sebagiamana dinukil dari kitab Ihya ‘Ulumi ad-din dijelaskan mengenai pengertian ulama su’ dan bagaimana kedudukan mereka di mata Allah. Berikut radaksinya:

ونعني بعلماء الدنيا علماء السوء وصفهم بذلك لخسة منزلتهم عند الله تعالى ودناءة همتهم حيث استعملوا ما به يمدح فيما يذم وهم (الذين قصدهم  من) تحصيل (العلم التنعم بالدنيا) والترفه بزخارفها بتزيين المنازل بالفرش الطيبة وتعليق الستور عليها وتزيين الملابس الفاخرة والتجمل بالمراتب الفارهة (والتوصل) بذلك (إلى الجاه والمنزلة) الرفيعة (إلى أهلها) أي الدنيا

“(Yang kami maksud dengan ulama-ulama dunia adalah ulama jahat) Imam Al-Ghazali menyifati mereka demikian karena kerendahan kedudukan mereka di sisi Allah dan kehinaan semangat mereka di mana mereka menggunakan sesuatu yang terpuji untuk sesuatu yang tercela. Mereka adalah orang (yang dengan) meraih (ilmunya bertujuan untuk kesenangan dunia,) hidup senang dengan perhiasan dunia, yaitu menghias rumah dengan permadani mewah, menggantungkan gorden padanya, menghiasi diri dengan pakaian luks, dan memperindah rumah dengan kasur yang elok, (mendapatkan) dengan ilmunya (pangkat dan kedudukan) yang tinggi (pada penduduk) dunia.”

Alhasil, jika dipergunakan untuk mendapatkan kepuasan dunuawi saja, maka ilmu, sopan santun, dan kearifan itu sirna dari sosok tersebut. Sebaliknya, jika tiga hal tersebut dipergunakan dalam urusan akhirat dan meninggalkan urusan kepuasan duniawi maka inilah yang digadang-gadang sebagai pewaris Nabi (warasatul anbiya), yaitu mereka yang berilmu dan memegang teguh kepada Al-Quran dan Hadis.

*Alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.