ilustrasi: https://chanisofsain.wordpress.com/2017/12/30/kuy-biasakan-shalat-dhuha/

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Dalam Islam dikenal sebuah waktu yang sangat mustajab untuk dibuat berdoa dan bermunajat selain sepertiga malam yang terakhir, yaitu waktu Dhuha. Waktu Dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu Dzuhur. Di waktu itu, Rasulullah SAW menganjukan untuk malakukan shalat yang disebut shalat Dhuha.

Dalam kitab Ihya’ Ulum ad Diin Al Ghazali menyampaikan, “Setelah matahari terbit dan naik kira-kira setinggi tombak maka Shalat lah dua rakaat. Lalu setelah matahari terlihat naik tampak terang benderang maka shalat lah Dhuha, bisa empat, enam, atau delapan rakaat dengan dua kali salam karena bilangan ini adalah bilangan dari Rasulullah SAW”.

Bagi yang mampu dan sempat, bisa sekalian mengerjakannya dengan bilangan rokaat yang banyak maksimal delapan rakaat. Namun, bagi yang tidak punya waktu banyak, Islam memberi pilihan minimal mengerjakannya dengan bilangan paling sedikit, yaitu dua rakaat saja.

Pembahasan soal tata cara shalat Dhuha sudah banyak sekali disampaikan di berbagai tulisan dan artikel. Namun jarang sekali yang membahas soal adab dan keutamaan shalat Dhuha.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Imam al Ghazali menyampaikan ada 4 keutamaan waktu Dluha ini, yaitu:

Pertama, mencari Ilmu yang bermanfaat. Yang dimaksud ilmu bermanfaat ini, yaitu ilmu yang bertujuan menumbuhkan rasa takut kepada Allah & menambah bashirah dan makrifat dengan ibadah kepada Rabb-Nya, mensedikitkan rasa cinta dunia dan menambah rasa senang dalam urusan Akhirat. Lebih lengkap penjelasan tentang ini ada di dalam kitab Ihya Ulumuddin.

Kedua, menyibukkan diri dalam ibadah, baik itu berdzikir, membaca Al Quran, bertasbih dan shalat. Ini adalah derajat orang-orang yang saleh dan ahli Ibadah sehingga menjadi manusia yang beruntung atau “bejo”.

Ketiga, Menyibukkan diri berbuat baik kepada sesama muslim. Membahagiakan hati sesama orang mukmin, beramal saleh seperti berkhidmat kepada orang alim, ahli sufi “tasawwuf”, ahli agama dan lain-lain, serta memberi makan fakir miskin dan lain sebagainya.

Keempat, Menyibukkan diri memenuhi kebutuhan dengan bekerja “nyambut gawe” bagi diri dan keluarga nya, menjauhi kemaksiatan sehingga mendapatkan derajat  yang tinggi.

Lebih lanjut Imam al Ghazali menyampaikan bahwa ada tiga derajat manusia, yaitu:

  1. Manusia yang selamat, karena patuh melaksanakan kewajiban-kewajiban fardlunya dan meninggalkan kemaksiatan.
  2. Manusia yang beruntung, karena melaksanakan Ibadah sunnahnya, termasuk segala kesunnahan di dalam waktu Dhuha.
  3. Manusia yang merugi, karena sebab mengurangi ibadah, dan tidak istikamah dalam ibadahnya. Inilah orang yang dikatakan merugi.

Selengkapnya, silahkan dibuka dan dibaca kitab Bidayah Al Hidayah karya Imam al Ghazali Bab Adabu Maa Ba’da Thulu’i asy Syamsi ila az Zawal.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


MENJADI MANUSIA SESUNGGUHNYA, “Kajian Tasawwuf & Adab”, menurut Imam Al Ghazali.