sekularisme
paramadina.or.id

Islam adalah Ad-Dlin, yaitu ketetapan Ilahi yang telah diturunkan melalui para Rasul-nya yang sesuai bagi semua manusia berakal guna mewujudkan tercapainya kesejahteraan hidup manusia di dunia serta  kebahagiaan di akhirat. Oleh sebab itu tata aturan (agama) yang diterima oleh Allah sebagai tata nilai kehidupan manusia hanyalah tata nilai Islam (QS. 3 Al-Imran 19). Barang  siapa mencari tata aturan selain Islam maka tidak akan diterima daripadanya Allah dan di akhirat ia termasuk orang yang merugi (QS. Ali Imran 85).

Islam sebagai tata nilai untuk mengatur kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya adalah bersumber dari Wahyu Allah sebagai pencipta manusia itu sendiri serta seluruh alam, dan di dalam pelaksanaannya dijelaskan dengan Sunnah Rasulullah saw., yang pada dasarnya membawa rahmat bagi semua manusia apabila mau mentaatinya. Tetapi sesungguhnya manusia itu aniaya dan amat bodoh (QS. 33 Al-Ahzaab 72).

Konsep Islam dalam piñata kehidupan manusia itu hanya terkandung dalam dua prinsip, yaitu Aqidah dan Syari’ah. Aqidah merupakan dasar-dasar keimanan sebagai landasan esensial bagi kehidupan manusia, sedangkan Syari’ah merupakan tata aturan yang menyangkut perilaku manusia dalam membuktikan Imannya kepada Allah sebagai penciptanya.

Dengan Aqidah dan Syari’ah itulah Rasulullah saw., membentuk manusia berakhlaq mulia. Sebagaimana sabda Beliau yang artinya: “Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq,” (H.R. Muslim__). Dengan kata lain bahwa kemuliaan akhlaq manusia selama hidupnya tidak akan tercapai tanpa melaksanakan dan meyakini tata nilai Ilahi yaitu al-Islam. Karena apabila kehidupan manusia itu didasari aturan perundang-undangan yang bukan dari Allah hanya akan membawa kedzaliman (QS. 9 Al-Maidah 45).

Prinsip-prinsip dalam Aqidah Islam mengajarkan tentang keyakinan secara utuh terhadap Ke-Esaan Allah baik dalam Zat-Nya, sifat-sifatNya, maupun perbuatanNya yang terwujud di dalam Kesatupaduan Struktural dan Dinamikal alam semesta, termasuk manusia didalamnya. Sehingga tidak ada satupun mendalam maupun makhluk hidup di dunia ini yang terlepas dari struktur ciptaan Allah, dan tidak ada persoalan hidup yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan Allah (atau yang sekuler).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Karena hakikatnya ciptaan Allah tertuang didalam suatu system yang utuh di dalamnya terdapat berbagai system saling terkait (Interdepedensi Sistemik). Sehingga kehidupan manusia secara individual tidak terlepas dari system sosial, system yang dihasilkan oleh perilaku manusia (teknosistem), dan teknosistem ini dan juga system hidup manusia tidak terlepas dari system lingkungannya (ekosistem) yang juga terkait dengan system jagad/bumi dimana manusia memperoleh kehidupan.

Maka kalau sekiranya ada manusia berpandangan bahwa hidup ini terlepas dengan tatanan Ilahi hakikatnya mereka adalah sekuler. Karena apapun yang dilakukan oleh setiap individu manusia dalam hubungannya dengan dirinya, masyarakat, teknologi dan lingkungan alam serta bumi di jagad raya ini semuanya kembali kepada Allah, untuk beribadah hanya kepadaNya. (QS. 51 Adz-Dzariyaat 56)

Perkembangan Sekulerisme

Untuk memahami istilah sekulerisme itu kita perlu memperlajari perkembangan peradaban hidup manusia yang tidak menurut aturan Allah yaitu kehidupan dalam sejarah Eropa. Bermula pada abad Pertengahan pada waktu itu di Eropa belum ada Negara-negara nasional, yang ada ialah kesatuan-kesatuan politik yang kecil-kecil di bawah kekuasaan Raja-raja yang lemah kedudukannya. Di sisi lain Gereja Katolik dengan kaum padrinya mempunyai organisasi hierarki keagamaan yang ketat yang merupakan pusat kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Pengaruh gereja sampai ke masyarakat luas bahkan raja-raja dari kesatuan-kesatuan politik kecil-kecil itu dinobatkan oleh Paus untuk dapat diakui rakyat dan masyarakat sebagai Kepala Negara yang sah.

Terjadilah pemusatan kekuasaan di tangan paus, yaitu kekuasaan keagamaan dan kekuasaan politik. System pemerintahan ini dikenal dengan istilah “Caesaro Papisme” Paus dan kaum padre bawahannya yang memerintah, karena dalam perkembangan selanjutnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh gereja, maka para Raja mulai melepaskan diri dari ikatan gereja. Melalui berbagai bentrokan akhirnya terjadi suatu pemisahan antara kekuasaan Gereja dengan kekuasaan Negara. Negara Belanda yang paling kuat dalam mengembangkan sekulerisme “Schieding van Kerken Staat”.

Fenomena inilah yang dalam sejarah Eropa pada akhir Abad Pertengahan dikenal sebagai “Secularism” yaitu pemisahan Agama dan Negara. Tetapi dalam perkembangannya paham sekulerisme itu kemudian menjadi suatu sikap untuk membersihkan segala kehidupan bernegara dari pengaruh Agama. Seluruh kebudayaan dan begitu pula kesusilaan serta pendidikan dan aspek-aspek kehidupan bernegara dilepaskan sama sekali dari kendali Agama dan Ketuhanan. Sekulerisme menjuru ke arah filsafat materialism yang atheistis.

Sejarah perjalanan Sekulerisme mengungkapkan bahwa Pemerintah Belanda yang sekuler itu menanamkan paham Sekulerisme di Negara jajahannya termasuk Indonesia. Pengaruh penjajahan Belanda yang panjang itulah masih dirasakan adanya pemisahan antara agama dan Negara. Bahkan diberlakukan terhadap agama Islam, bahkan diberlakukan terhadap agama Islam. Tanpa mereka ketahui bahwa Islam berbeda dengan Katholik dan agama lain. Islam memiliki Konsep Ketuhanan yang utuh yang terwujud dalam Kesatupaduan Struktural dan Dinamikal alam. Sehingga tidak ada satupun persoalan dan aspek kehidupan di dunia ini yang terlepas sama sekali dengan kekuasaan Allah swt.

Kiranya paham Sekulerisme telah berkembang dan meresap pula di kalangan berkelompok intelektual Muslim. Mereka beranggapan bahwa untuk memajukan umat dan mengajak bergaya hidup modern dengan melepaskan aspek kehidupan dunia dari ajaran Islam.

Mereka buat pengakuan dunia bahwa modernnya kehidupan dunia sekarang ini adalah hasil dari kontribusi peradaban Islam yang dikembangkan oleh kaum Intelektual Islam seperti Ibnu Sina (980-1035) yang menyusun kaidah-kaidah ilmu kedokteran, menyusul Abu Bakar bin Zakaria ar-Razy sebagai ahli kimia, al Hasan bin Musa ahli dalam Ilmu Pasti serta Raihan Ahmad bin Muhammad al-Biruni ahli Falaq dan Ilmu Bumi Alam. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. Brivent yang menyatakan “Sciences the momentous contribution of Arab civilization to the modern world”.

Alvin Taffler dalam bukunya The Third Wave menyatakan bahwa masyarakat manusia sekarang ini, tepatnya terhitung dari tahun 1970 hingga 2000 nanti adalah masyarakat teknologi. Masyarakat teknologi orientasi hidupnya konsumtif komersial dan mendorong penggunaan teknologi untuk mengeksploitasi sumber daya alam sehingga mengganggu keseimbangan kehidupan/manusia itu sendiri. Mobilitas kehidupan tinggi persaingan hidup ketat dan organisasi hierarkis menjadi andalan serta efisiensi menjadi prinsip dan sekulerisasi menjadi tema sentral masyarakat. Kalau sekiranya pandangan hidup semacam itu yang melanda kehidupan dunia masyarakat dunia sekarang ini, kita sebagai bangsa Indonesia merasa terpanggil untuk membentengi kehidupan bangsa yang sebagian besar adalah umat Islam dari bahaya Sekulerisme tersebut, disamping itu Presiden RI sering mengatakan bahwa Negara kita adalah “Bukan Negara Sekuler”, berarti tidak ada tempat bagi orang yang sekluer sama halnya dengan tidak adanya tempat bagi orang Komunis  di negeri ini.

Tetapi pada kenyataan dalam kehidupan masyarakat kiranya sekuleriasi telah menjadi gejala sosial sebagai suatu proses disisihkannya tata nilai agama dari kehidupan dunia dalam mencapai kemajuan.

Pembinaan Aqidah Islam Dalam Menghadapi Sekulerisme

Proses sekulerisasi yang makin berkembang sehingga melanda sebahagian umat Islam beserta sekelompok intelektual, hingga merubah tata pikir, serta perilaku, dan sikap sebagai seorang Muslim yang tidak Islami, sikap hidup semacam itu adalah sikap hidup seorang munafik. Sikap seorang munafik dinyatakan Allah dalam surat An-Nissa 61. “Apabila dikatakan kepada mereka marilah kamu tunduk kepada aturan Allah yang telah diturunkan dan mentaati Rasul-Nya niscaya engkau melihat orang-orang munafik itu menghalangi semua orang dengan sekuat-kuatnya ajakanmu.”

Kemunafikan adalah bentuk sekulerisme dalam tubuh masyarakat Islam yang merupakan akibat dari proses pendangkalan agama dan kurangnya pengetahuan tentang Aqidah Islamiyah serta rendahnya kualitas kehidupan beragama, dalam proses pembangunan yang sedang berjalan. Mereka menerima aturan Islam sebagian dan mengingkari sebagian, sehingga menerima Islam hanya sebagai aturan yang ritualistic (ibadah) saja sehingga pembangunan agama diartikan dalam pembangunan fisik tempat-tempat ibadah.

Mereka tidak mau tahu bahwa Islam memberikan konsep-konsep kehidupan sosial, ekonomi, politik, berbangsa dan bernegara. Cara berfikir dan sikap hidup yang memisahkan Islam dari tata kehidupan manusia semacam itulah yang menjadi indikator berkembangnya sekulerisme dalam kehidupan bangsa Indonesia. Memang kaum Sekularis adalah Munafiq dan orang-orang Munafiq cenderung merusak tatanan kehidupan (QS. 9 At-Taubah 67).

Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana menghadapi proses sekulerisasi tersebut. Tetapi memang umat Islam didalam menghadapi kaum sekularis sebagai kaum munafik terhadap dua polarisasi. Yaitu kelompok orang Islam (Muslim) yang membela kaum sekularis dan kelompok muslim yang memusuhi mereka. Padahal orang munafik itu dikategorikan Allah sebagai orang yang kafir. Allah berfirman: “Mengapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, karena ulah perbuatan mereka sendiri.” (QS. 4 An-Nissa’ 88).

Kalau sekiranya berkembangnya sekulerisme disebabkan oleh karena rendah kualitas hidup beragama dan kurangnya pengertan tentang Aqidah Islamiyah sebagai akibat proses pendangkalan agama, maka dapat dihadapi dengan meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan penanaman Aqidah Islamiyah di dalam segala aspek duniawi maupun ukhrawi serta meningkatkan penerangan tentang Islam secara berkesinambungan baik secara lisan maupun tulisan sebagai transformasi informasi tentang Islam maupun dengan meningkatkan amal usaha nyata yang Islami.

Tetapi kalau sekiranya perkembangan sekulerisme Indonesia ini berjalan bersama-sama proses perubahan sosial yang disebabkan proses pembangunan atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sentuhan-sentuhan dunia luar yang dekstruktif sehingga berakibat terjadinya pergeseran nilai-nilai sosial, budaya dalam masyarakat Indonesia. Pergeseran nilai-nilai itulah kemudian merubah pola pikir, perilaku, persepsi, dan orientasi hidup bangsa Indonesia secara individual maupun komunal dalam masyarakat yang menimbulkan kecenderungan materialistik duniawi, sehingga dapat merubah pandangannya terhadap Allah, hubungan antar manusia dan hubungan dengan alam sekitarnya. Dari pola pergeseran inilah lahir sikap hidup, cara berikir, dan perilaku yang cenderung rasionalistik, sekuleristik, dan pragmatis.

Pola kehidupan yang Materialistik dengan ciri dominan rasional, sekuler, dan pragmatis, pada akhirnya melahirkan penyakit sosial dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia sehingga timbullah penyimpangan-penyimpangan sosial seperti korupsi, gaya hidup mewah, sikap eksklusif dan lain-lain sehingga menimbulkan kesenjangan sosial dan berakibat kerawanan sosial, yang pada gilirannya menimbulkan kerawanan politik.
pada dasaranya berkembangnya sekulerisme di Indonesia berjalan bersama-sama dengan proses perubahan dan pergeseran nilai, dari nilai spiritual ke nilai yang lebih materialistik, sehingga menjauhkan kehidupan kehidupan masyarakat Indonesia dari kehidupan berperadaban agama yang luhur ke peradaban sekuler yang atheistis.

Untuk itu maka pemecahannya adalah penataan kembali kehidupan masyarakat Indonesia oleh mereka yang mempunyai kedudukan strategis dalam Negara dan Pemerintah sebagai komponen intinya, disamping peningkatan kualitas bukan hanya kuantitas kehidupan beragama serta penanaman Aqidah Islamiyah yang sebenar-benarnya.

Munawar Thohir

Majalah Tebuireng No. 14 Juli 1987M