Menurut Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, tetang adab guru tatkala bersama murid-muridnya ada 14 poin. Pada bagian pertama kita sudah menjelaskan tujuh di antaranya, Maka pada bagian kedua ini, kami akan ulaskan 7 yang terakhir. Berikut ulasannya:
Tidak Boleh Pilih Kasih
Guru tidak boleh menampakkan, di depan murid-murid, sikap mengistimewakan dan perhatian kepada murid tertentu, yang padahal dia dan teman-temannya yang lain berada dalam level yang sama dalam hal usia, kelebihan, pencapaian dan komitmen beragama. Sebab hal itu merupakan perbuatan yang menyesakkan dada dan tidak mengenakkan hati. Bila diantara mereka ada yang lebih banyak perolehan ilmunya, lebih gencar usaha belajarnya, dan lebih bagus tatakramanya, maka tidak mengapa sang guru menunjukkan penghargaan dan penghormatan kepadanya. Namun, guru harus menjelaskan sikap khusus tersebut hanya karena kelebihan yang dimiliki sang murid. Hal itu bertujuan agar menjadi pemacu semangat dan pendorong motivasi murid-murid yang lain agar berusaha menjadi seperti murid yang istimewa itu.
Demikian juga, guru tidak boleh mendahulukan seorang murid dalam suatu giliran membaca, padahal giliran itu milik murid yang lain. Tidak juga menunda giliran murid yang sudah tiba waktunya. Kecuali, jika guru melihat ada sisi kemaslahatan yang lebih besar dibanding kemaslahatan menepati urutan suatu giliran. Namun, jika ada murid yang mempersilahkan gilirannya diambil murid yang lain, maka hal itu tidak usah dipermasalahkan.
Bersikap Ramah kepada Murid
Guru hendaknya bersikap ramah kepada murid-murid yang hadir dalam majlis dan menyebut mereka yang absen dengan sopan dan pujian yang baik. Guru harus mengetahui nama, keturunan, tempat tinggal, dan asal usul murid-muridnya. Sering mendoakan kebaikan untuk mereka. Guru juga senantiasa mengawasi perkembangan keadaan mereka secara lahir maupun batin, baik dalam segi etika, tatakrama, maupun moralitas.
Bila ada diantara mereka, murid yang melakukan perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan, seperti melakukan perbuatan haram atau makruh, atau perbuatan yang mengakibatkan rusaknya moral, terabaikannya kesibukan belajar, buruknya perangai kepada guru atau orang lain, timbulnya kebiasan berbicara yang tidak ada gunanya, atau bergaul dengan orang yang tidak layak dijadikan teman, dan lain sebagainya, maka pelarangan terhadap perbuatan-perbuatan tidak baik itu dihadapan pelakunya tanpa menunjuk hidung dengan tujuan menyindir.
Tapi, bila belum jera juga, kasih teguran langsung kepada pelakunya secara pribadi, atau cukup kasih teguran dengan isyarat bila pelakunya mampu memahaminya. Bila belum ada perubahan sikap juga, maka tegur dengan terang-terangan di hadapan murid yang lain atau kasih peringatan keras agar pelaku dan murid-murid yang lain mau berhenti. Selain itu juga supaya semua orang yang mendengarnya mengambil pelajaran. Namun, jika masih belum berhenti juga, maka tidak mengapa guru mengusir murid tersebut dari majlis dan mengabaikannya sampai dia mau berhenti dari perbuatannya itu dan sadar kembali. lebih-lebih, jika dikhawatirkan murid-murid yang lain ikut terpengaruh.
Mengajarkan Interaksi Sosial
Guru memperhatikan hal-hal yang akan merawat interaksi di antara sesama murid, seperti menyebarkan salam, bertuturkata yang baik dalam berbicara, saling mencintai, tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dan juga dalam mencapai tujuan-tujuan bersama mereka selama mencari ilmu. Pokoknya, disamping guru mengajarkan hal-hal yang bermanfaat bagi agama mereka dalam beribadah kepada Allah SWT. Guru pula mengajarkan hal-hal yang berguna bagi dunia mereka dalam berinteraksi dengan sesama agar sempurna agama dan dunia mereka.
Mewujudkan Kebaikan Bagi Murid
Guru harus berusaha untuk mewujudkan kebaikan bagi murid dan menjaga konsentrasi pikiran mereka. Menolong mereka dengan memanfaatkan apa yang dia miliki seperti status sosial dan harta, jika dia mampu untuk itu dan tidak sedang berada dalam kebutuhan yang mendesak. Sesungguhnya Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong sesamanya. Barangsiapa membantu mewujudkan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan mengabulkan kebutuhannya juga. Dan barang siapa yang memudahkan jalan bagi orang yang kesusahan, maka Allah ta`ala akan memudahkan proses perhitungan amalnya kelak di hari kiamat. Terutama, jika bantuan yang diberikan untuk kepentingan menuntut ilmu.
Perhatian Kepada Murid yang Absen
Jika ada murid kelas atau peserta kajiannya absen tidak seperti biasanya, maka guru harus menanyakannya, bagaimana kondisinya dan siapa saja relasinya. Jika tidak mendapatkan kabar tentangnya, maka guru hendaknya mengirim surat kepadanya atau lebih baik mendatangi rumahnya langsung. Jika dia sakit, jenguklah dia. Jika dia dalam kesusahan, ringankan penderitaannya. Jika dia dalam perjalanan, cari tahu siapa keluarganya dan orang yang berhubungan dengannya, bertanya kepada mereka tentang murid tersebut dan berusaha untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka dan menyambung tali silaturahim dengan mereka, sebisa mungkin, walau dengan doa.
Ketahuilah, murid yang baik jauh lebih banyak memberi balasan kepada gurunya, berupa kebaikan dunia dan akhirat, dibandingkan orang yang terkaya sekalipun dan kerabat terdekat dari guru tersebut. Oleh sebab itu, ulama terdahulu yang mengajak kepada Allah dan agama-Nya melemparkan jaring kesungguhan untuk menangkap murid yang bakal berguna bagi orang lain dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat mereka.
Bahkan kalau guru memiliki satu murid saja yang ilmu, perbuatan, kezuhudan, dan bimbingannya bermanfaat bagi orang banyak, niscaya satu murid itu sudah cukup menjadi amal kebaikan sang guru di sisi Allah ta`ala. Sebab, bila ada sedikit ilmu saja yang tertransfer dari satu orang kepada orang lain sehingga orang lain tersebut bisa mengambil sisi manfaatnya, maka sang penyebar ilmu pertama akan mendapatkan bagian pahala, sebagaimana keterangan dalam hadis shahih dari Nabi SAW, yang artinya: “Jika seorang hamba meninggal dunia, amal perbuatannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakan orang tuanya.” Nah, tiga-tiganya terejahwantahkan dalam diri seorang pengajar ilmu.
Aktivitas mengajarkan ilmu dan memahamkannya termasuk sedekah, seperti sabda Nabi SAW tentang orang yang melakukan shalat sendirian, “Siapa yang mau bersedekah kepada orang ini?” maksudnya, dengan cara ikut shalat bersamanya supaya diperoleh keutamaan shalat berjamaah. Pengajar ilmu mendatangkan keutamaan ilmu kepada muridnya. Keutamaan ilmu lebih unggul daripada keutamaan shalat berjamaah, sebab dengan ilmu kemulian dunia dan akhirat bisa dicapai. Ilmu yang bermanfaat sudah jelas ada pada diri pengajar, karena dialah yang menjadi jembatan supaya ilmu sampai kepada setiap orang yang mengambil keuntungan dari ilmu tersebut. Sedangkan doa dari anak yang saleh, menurut kebiasan yang berlaku dalam peristilahan para ahli hadis dan ulama, sama dengan doa murid untuk guru-gurunya.
Berbicara pada Murid dengan Kata-kata yang Baik
Keempat belas, berbicara dengan setiap murid, terutama murid yang memiliki kelebihan, dengan kata-kata yang menunjukkan penghormatan dan penghargaan. Memanggil mereka dengan sebutan yang mereka sukai. Menyambut mereka dengan hangat setiap kali bertemu dan ketika mereka menghadap guru. Memuliakan mereka ketika sedang duduk bersama, beramah-tamah dengan menanyakan keadaan mereka dan orang yang bersangkutan dengan mereka sesudah menjawab salam mereka. Menyambut mereka dengan muka berseri, ceria, penuh cinta, dan kasih sayang. Terutama kepada murid yang masih bisa diharapkan berhasil dan yang sudah berhasil dalam prestasi belajarnya.
Kesimpulannya, guru memahami wasiat Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Abu Sa`id al-Khudri ra, yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang mengikuti kalian. Dan akan ada beberapa orang berdatangan kepada kalian untuk belajar agama. Maka jika mereka telah mendatangi kalian, maka berwasiatlah kepada mereka perihal kebajikan.”
*Disarikan dari kitab Adab al ‘Alim wa al-Muta’allim karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari