Tebuireng.online- Fathurrochman Karyadi menyampaikan materi tema “Menerobos” Dinding Pesantren: Aktualisasi Pemikiran Mbah Hasyim, Kiai Wahid, dan Gus Dur dalam Perspektif Naskah Klasik, pada Konferensi Pemikiran Islam Indonesia pada Sabtu (24/08/2024) di Museum Islam Indonesia KH. Hasyim Asy’ari (MINHA).
Di awal, Fathurrochman membahas 5 fase sejarah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, yang pertama yakni pada 24 Dzulqaidah 1287 atau 14 Februari 1871 Hadratussyaikh lahir dari pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah di Jombang, kemudian pada tahun 1893 Hadratussyekh belajar kepada Syekh Mahfudz Tremas, Kiai Abdussyakur Surabaya, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, dan lain-lain. Pada tahun 1899 beliau mulai mengajar. Pada 1906 Belanda resmi mengakui berdirinya Pesantren Tebuireng Jombang. Pada usia beliau 55 tahun berupaya mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) dan memobilisasi santri-masyarakat untuk berjihad melawan kolonialisme. Selanjutnya, pada 25 Juli 1947 atau 7 Ramadan 1366 beliau sakit hersenbloeding hingga wafat dan dimakamkan di Tebuireng.
Atunk, sapaan akrabnya, menjelaskan apa yang didapat dari sebuah buku yang dimiliki Gus Dur, yang mana pada tulisan Gus Dur menarasikan bahwa budaya NU kalau ingin progresif adalah harus melakukan terobosan.
“Nggak usah pakai prosedur, trobos aja, karena itu kunci keberhasilan,” ungkapnya.
Kemudian ia melajutkan materi yang menurutnya tidak banyak orang mengkaji, terdapat sebuah kaligrafi yang berbunyi,
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَۙ
kaligrafi yang terdapat di sekitar makam Hadratusyaikh dan dzuriyyah itu mengingatkan kita bahwa pendiri bangsa kita tidak mati tetapi hanya jasad saja yang mati, spirit dan semangat beliau masih membersamai kita.
“Hanya jasadnya yang mati, tetapi spiritnya masih ada,” kata Fathurrahman.
Alumnus Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menerangkan 5 terobosan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Pesantren Tebuireng mulai dari perjalanan Hadratussyaikh mempelajarı ilmu dasar keislaman di berbagai pesantren terkemuka. Dalam perjalanan intelektualnya, beliau memilih untuk fokus pada satu disiplin ilmu, yakni hadist, dan mendalaminya hingga mencapai tingkat keilmuan yang luar biasa. Darı keunggulan Kıai Hasyın pada keahlihannya dalam satu bidang tersebut, membawanya mampu mengembangkan pandangan yang holistik, mengintegrasikan berbagai dısıplın ilmu agama dengan wawasan kebangsaan.
Selain dikenal sebagai seorang ulama besar, juga memiliki jiwa kewirausahaan yang kuat. Terbukti dengan adanya surat dari Kiai Hasyim tentang diskusi jual-beli dokar yang hasil penjualannya didermakan kepada seseorang. Kiai Hasyim memahami bahwa ulama yang kaya secara mandırı akan lebih mampu menjaga prinsip dan tidak mudah diintervensi, sehingga dapat berdiri tegak dalam menyuarakan kebenaran dan menjaga kemaslahatan umat.
Terobosan selanjutnya adalah Kıai Hasyim Asy’ari memahami bahwa cinta tanah air adalah bentuk ibadah yang abadi dan tak kenal batas. Beliau tidak hanya berjuang melalui pemikiran dan pengamalan, tetapi juga melalui ketulusan yang mendalam untuk membangkitkan kesadaran umat. Dengan pandangan visioner, Kiaı Hasyım melihat pentingnya gerakan yang terorganisır untuk melawan tirani penjajahan, kebodohan, dan kemiskınan yang mendera bangsa. Dari pemikiran inilah, lahir Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi yang menjadi buktı nyata kecintaan beliau terhadap tanah air, NU bukan sekadar organisasi, tetapi sebuah gerakan yang bertujuan untuk mengangkat martabat bangsa melalui kebangkitan cendekiawan dan umat, dalam upaya melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Bagi Kiai Hasyim, mencintai tanah air adalah bentuk pengabdian kepada Allah yang diwujudkan dalam upaya terus-menerus untuk memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, dan kesejahteraan umat.
Selain itu, Fathurrahman menuturkan bahwa, terobosan Kıai Wahid Hasyim, seorang tokoh yang selalu tampil dengan rapi, perfeksionis, dan profesional, mengajarkan bahwa penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain bisa ditunjukkan melalui penampilan dan sikap yang profesional. Bagi beliau, kesalehan tidak hanya tercermin dalam aspek spiritual, ritual, dan sosial, tetapi juga dalam profesionalisme yang sering terlupakan. Dalam salah satu tulisannya, beliau menekankan bahwa jika kata-kata kita tidak meninggalkan kesan, setidaknya penampilan yang kita bawa mampu menginspirasi. Gaya bahasa yang tertata rapi dan penuh intelektualitas dalam tulisannya mencerminkan kesalehan profesional yang sepatutnya dimiliki oleh setiap individu.
Terakhir adalah terobosan oleh Kiai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang meneladani kakek dan ayahnya sebagai sosok yang tekun dalam berilmu, profesional, dan membela yang teraniaya. Dalam memadukan warisan tradisi kakeknya, dengan pendekatan modern yang dijalani oleh ayahnya, Gus Dur menunjukkan kematangan berpikir yang luar biasa. Salah satu kebaruan yang diperkenalkan Gus Dur adalah rasa kepeduliannya yang mendalam terhadap orang-orang yang teraniaya dan keberanian untuk membela mereka tanpa pandang bulu.
Kiai Hasyim Asy’arı, Kiai Wahid Hasyim, dan Gus Dur adalah tiga generasi pemimpin yang tak hanya berperan penting dalam sejarah keilmuan Islam, tetapi juga dalam perjuangan kebangsaan dan kemanusiaan di Indonesia. Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama sebagai wujud cinta tanah air dan pemikirannya yang holistik, menggabungkan kemandirian ekonomi dengan menjaga marwah ulama.
Kiai Wahid Hasyim meneruskan tradısı ını dengan tampil sebagai sosok yang profesional, perfeksionis, dan penuh integritas, meyakini bahwa kesalehan tak hanya mencakup spiritualitas, tetapi juga profesionalisme. Gus Dur, yang menggabungkan tradisi pesantren dengan wawasan modern, menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap kaum teraniaya, menjadikan dirinya panutan dalam membela hak-hak kemanusiaan
“Ketiganya bersama-sama menciptakan warisan yang mengakar dalam kebangsaan, keislaman, dan kemanusiaan, yang terus menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya,” pungkas alumni Pesantren Tebuireng ini.
Baca Juga: Konferensi Pemikiran Islam Indonesia 2024 di MINHA Jombang
Pewarta: Ilvi Mariana