Sumber gambar: https://peradabandansejarah.blogspot.co.id

Perang Salib ialah gerakan kaum Kristen di Eropa yang memerangi umat Islam di Palestina secara berulang-ulang, mulai dari abad XI sampai abad XIII untuk membebaskan Bait al-Maqdis dari kekuasaan Islam dan bermaksud menyebarkan agama  dengan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Disebut salib karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur mengenakan tanda salib di dada kanan. Hal itu dikarenakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan-tangan orang Islam.

Perang Salib berlangsung selama dua abad, antara abad ke-11 dan ke-13, yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sejak tahun 632 melakukan ekspansi, bukan saja di Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sicilia.

Kemudian pada 4 Juli 1187, tepat 828 tahun yang lalu, kota Yerusalem ditaklukkan oleh Sultan Salahuhddin Al-Ayyubi dalam Pertempuran Hattin. Salahuddin Al-Ayyubi dikenal oleh Orang Eropa dengan nama Saladin. Ia juga bergelar Sultan al-Malik al-Nashir (Raja Sang Penakluk). Ia adalah pendiri dinasti Ayyubiyyah di Mesir pada 1175 M yang bertahan selama 80 tahun. Salahuddin berasal dari keluarga  Kurdi di Azerbaijan, yang berimigrasi ke Irak. Salahuddin Al Ayyubi merupakan pahlawan paling mengagumkan, yang pernah dipersembahkan oleh peradaban Islam di sepanjang abad VI dan VII Hijriah. Berkat Shalahuddin, umat dan peradaban Islam terselamatkan dari kehancuran, akibat serangan dari kaum Salib.

Pada pertempuran Hattin saja, pasukan Muslim berhasil mengalahkan Pasukan Salib yg melindungi Kerajaan Kristen Yerusalem (Crusader Kingdom of Jerusalem), dan selanjutnya menguasai kembali kota suci Al Quds atau Yerusalem dan kota-kota di sekitarnya. Peristiwa ini merupakan prestasi fenomenal Shalahuddin dan selanjutnya memicu Perang Salib ke-3 (Third War of Crusade) yg dimulai 2 tahun setelah pertempuran Hattin hingga usai pada 1192.

Pertempuran ini berlokasi di Lembah Hittin (atau Hattin) di dekat Tiberias, yang sekarang dikuasai oleh Israel. Lembah Hittin memiliki profil geografis berupa dua buah bukit yg ditengahnya ada celah menuju pegunungan di utara antara Tiberias dan jalan menuju Acre di Timur. Jalan Darb-al Hawarnah, yg kemudian dibangun oleh bangsa Romawi, merupakan jalur utama dari timur ke barat antara lembah Sungai Jordan, Laut Galilee dan pantai Mediterrania.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Adapun kisah pertempuran Hattin ini pernah difilmkan dengan judul “Kingdom of Heaven” pada tahun 2005. Film tersebut disutradarai oleh Ridley Scott dan dibintangi oleh Orlando Bloom, Eva Green, Liam Neeson dan aktor Suriah Ghassan Massoud yang memerankan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Pertempuran ini kemudian menjadi bahan kajian dalam sejarah perang di dunia. Strategi Shalahuddin mengalahkan pasukan Kristen diakui sebagai sebuah strategi yang jenius. Nyaris hanya sedikit korban yang jatuh di kalangan Muslim. Di antara strategi-strateginya itu adalah:

  1. Gebrakan Shalahuddin mengepung benteng kota Tiberius telah berhasil memancing Pasukan Salib untuk keluar dari benteng kota Acre di pinggir laut. Jalur yg mereka tempuh untuk membebaskan pengepungan melalui jalur yang telah “dipersiapan” oleh Shalahuddin. Pada musim panas yang kering itu hampir semua mata air sudah “dikuras” sehingga pasukan salib didera dahaga sejak mereka meninggalkan kemah di Sephorie.
  2. Shalahuddin telah mempersiapkan logistik bagi pasukannya. “Gladi resik” yang telah diterapkan oleh Shalahuddin beberapa bulan sebelumnya terbukti meningkatkan kecepatan manuver pasukan yang ditempatkan pada medan bebukitan. Beberapa kode sandi juga dipergunakan untuk menjaga kohesivitas (kekompakan)pasukan yang akan “mengarahkan” lawan menuju titik kepung di bukit Hattin.
  3. Kelemahan utama pasukan Muslim terletak pada pertempuran jarak dekat. Hal itu bukan karena rendahnya keterampilan tempur tetapi lebih disebabkan oleh ringannya baju perang mereka, peralatan tempur yang juga ringan, serta kuda yang lebih kecil. Menyadari hal tersebut, Shalahuddin menyusun taktik dimana lawan akan “dilemahkan” terlebih dahulu dari jarak jauh sebelum serangan pamungkas.
  4. Shalahuddin telah mengirimkan kavaleri pasukan khusus dibawah pimpinan Muzaffaruddin Gökböri yang berhasil memancing pasukan Templars keluar dari perkemahan. Kedua skuadron kavaleri Qaymaz an-Najmi dan Dildirim al-Yaruki yg disembunyikan di sekitar hutan berhasil menjebak 130 pasukan berkuda dan 400 infanteri dibawah Gerard de Ridefort dan melumatkannya di Sephorie pada Mei 1187. Kekalahan ini merupakan pukulan telak yang menjatuhkan semangat tempur Pasukan Salib.
  5. Shalahuddin berhasil memecah persatuan pimpinan Pasukan Salib. Count Raymond III dari Tripoli didukungnya untuk menuntut hak kerajaan dari Guy de Lusignan. Lord Balian d’Ibelin dari Ramalah “dibukakan” jalur untuk keluar dari pertempuran sehingga melemahkan balatentara salib.

Salahudddin al-Ayyubi yang terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan tentara Salib pada 1180 M. Pasukan Salib tidak mampu menghadapi pasukan Islam, maka mereka terpaksa mengajukan permintaan damai. Dengan adanya permintaan damai itu, Shalahuddin menghentikan peperangan. Namun karena tahun 1186 M, tentara Salib mengkhianatinya dengan menyerang umat Islam yang akan menunaikan haji maka pertempuran kembali berkobar dan tentara Salib menderita kekalahan. Bahkan kebanyakan di antara mereka menjadi tawanan. Akhirnya Shalahuddin al-Ayyubi berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada 2 Oktober 1187 M.

Salahuddin berhasil mempertahankan Bait al-Maqdis dan mengalahkan pasukan Salib. Kejadiannya berawal dari jatuhnya Bait al-Maqdis ke tangan orang Islam, menggerakkan semangat  yang meluap-luap di kalangan Kristen Eropa untuk merebut kembali kota suci itu. Dengan kekalahan itu, maka  dibangunlah angkatan Perang Salib III  pada tahun 1189 M. dengan pimpinan perangnya antara lain Kaisar Frederick Barbarosa dari Jerman, Philip Augustus dari Perancis dan Richard the Lionheart dari Inggris. Angkatan Perang Salib III ini berhasil merebut Accon (Aka). Namun sesudah itu pasukan Salib pecah, karena Philip  dari Prancis berselisih dengan Richard, yang berakhir dengan pulangnya Philip ke Perancis. Ditambah lagi, sebelum terjadi penaklukan Aka itu, Kaisar Barbarosa telah meninggal di tengah perjalanan.

Setelah itu, Shalahuddin berperangan melawan Richard yang dikenal sebagai panglima yang tindakannya sangat berani sehingga diberi gelar “Berhati Singa”. Ternyata dalam peperangan di Arsuf, Shalahuddin berhasil dikalahkan Richard pada tahun 1191 M. Namun Bait al-Maqdis belum berhasil dikuasainya. Maka dibuatlah perjanjian perdamaian di Ramlah antara Shalahuddin dan Richard pada 2 November  1192 M, yang isinya sebagai berikut:

  1. Yerussalem tetap berada di tangan umat Islam, dan umat Kristen diijinkan untuk menjalankan ibadah di tanah suci.
  2. Orang-orang Salib akan mempertahankan pantai Syiria dan Tyre sampai ke Jaffa.
  3. Umat Islam akan mengembalikan relics (tanda-tanda agama) Kristen kepada umat Kristen.

Dampak Perang Salib tentu menimbulkan kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, tetapi mereka mendapat hikmah yang tak ternilai harganya sebab mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan wilayah-wilayahnya dari tentara Salib, tetapi kerugian yang dipikul terlalu banyak untuk dihitung. Karena peperangan berlangsung dari dalam wilayah sendiri.

Peperangan adalah perjuangan. Tetapi apapun itu, perang sebisa mungkin dihindari. Kerusakan akibat perang membawa dampak besar bagi lambatnya kemajuan suatu bangsa. Kisah perag salib yang mati-matian dilakukan oleh kedua belah pihak mengajarkan kita bahwa betapa mahalnya perdamaian. Maka, kalau sudah damai, mengapa harus perang?


*Disarikan dari berbagai sumber oleh Ananda Prayogi

Publisher: Farha Kamalia