Tebuireng.online- Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Yudi Latief, menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema “Aktualisasi Resolisi Jihad untuk Persatuan Bangsa Menuju Pemilu Damai” yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari Tebuireng. Dalam kesempatan itu, ia mengungkapkan dengan jelas dan tegas bahwa di Indonesia ini tidak ada nasionalisme tanpa adanya nyawa keagamaan di dalamnya.
“Bahkan boleh saya katakan bahwa di Indonesia tidak ada nasionalisme tanpa adanya nyawa keagamaan di dalamnya,” jelas ketua studi Islam dan kenegaraan Indonesia ini.
Menurutnya, resolusi jihad ini mengingatkan kita supaya menjadi muslim yang baik dan bagsa yang baik. Resolusi jihad bukan hanya terjadi sekali yaitu menjelang pertempuran yang terjadi di Surabaya, dan resolusi yang menetapkan batas 100 km radius menjelang agresi militer Belanda. Resolusi memberi indikasi di dunia berbeda-beda. Di Eropa, ketika nasionalisme naik, maka agama surut. Sementara di Indonesia, ketika nasionalisme naik, maka agama juga naik.
Selain itu, menurut Yudi Latief, masyarakat di Indonesia ini terbagi dalam empat golongan, “yang pertama, golongan yang nyanyi Indonesia-nya benar tapi ngajinya tidak/kurang benar, yang kedua golongan yang ngajinya benar tapi menyanyikan lagu Indonesia-nya tidak benar, yang ketiga golongan yang menyanyikan lagu Indonesia-nya tidak benar dan ngajinya pun tidak benar, yang keempat golongan yang menyanyinya fasih dan ngajinya fasih. Kalau semua bangsa Indonesia termasuk golongan yang keempat, maka memang bangsa ini akan religius sekaligus nasionalis,” ungkapnya di ruang seminar, Ahad (11/11/18).
Nasionalisme, lanjutnya tidak akan bisa bertahan jika kita tidak mempunyai loyalitas terhadap tradisi dan institusi bersama. Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, ras, tidak bisa terhubung secara nasional tanpa bantuan jaringan organisasi keagamaan.
“Salah satu peran terbaik ialah mengikat jaringan antar etnis tidak terlepas dari relasi antara kiai dan murid di seluruh nusantara, sehingga membentuk jaringan keagamaan,” pungkasnya.
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa sebagai bangsa yang nasionalis dan religius, dapat dipahami bagaimana kita harus memperbesar persamaan di antara kita semua yang tiada lain persamaan yang dimaksud ialah pancasila. Oleh karena itu, dalam menyikapi perbedaan pemilu nanti, mari kita kuatkan persamaan, bukan perbedaan.
Pewarta: Rafiqatul Anisah
Editor/Publisher: RZ