Tebuireng.online– Putri presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Zannuba Ariffah Chafsoh atau akrab disapa Yenny Wahid melakukan ziarah ke makam Gus Dur bersama sejumlah mahasiswa-mahasiswi Papua yang ada di Jombang, Jawa Timur.
Kegiatan ini diawali dengan menyanyikan lagu Indonsia Raya di samping makam Gus Dur. Dilanjutkan dengan pemasangan ikat kepala khas Papua oleh mahasiswi Papua ke Yenny. Tak ketinggalan, semua peserta ziarah juga berkali-kali meneriakkan kata “Papua adalah kita”.
Acara dilanjutkan dengan doa bersama di depan makam Gus Dur dan ditutup dengan diskusi ringan dengan sekalian ramah tamah di ndalem kasepuhan Pesantren Tebuireng.
“Kita sesama warga Indonesia, dari berbagai latar suku dan agama yang berbeda datang untuk ziarah ke Gus Dur. Kita ingin mengirim pesan kepada semuanya, terkhusus kepada saudara di tanah Papua bahwa di pulau Jawa ada tokoh yang begitu dekat dengan Papua yaitu Gus Dur,” katanya kepada wartawan, Rabu (21/8/19).
Menurutnya, beberapa hari yang lalu terjadi insiden yang berpotensi mengoyak persatuan sebagai bangsa. Di beberapa daerah di Papua dan Papua Barat massa turun jalan memprotes kata-kata hinaan kepada mahasiswa Papua di Jawa Timur. Sehingga perlu ada upaya-upaya menyeluruh agar benang-benang persatuan itu bisa menyatu.
Kedatangannya ke Pesantren Tebuireng untuk ziarah makam Gus Dur memang sudah disengaja untuk mengajak mahasiswa Papua sebelumnya. Setelah melihat memanasnya situasi di beberapa daerah di Papua akibat pengepungan asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.
Bagi Yenny kedekatan Gus Dur dengan warga Papua harus dijaga sebagai pondasinya semangat persatuan antar anak bangsa.
“Tentu kita masih ingat bagaimana Gus Dur berusaha keras mengembalikan harkat dan martabat warga Papua. Dari semula yang merasa jadi anak tiri bangsa Indonesia menjadi setara,” cerita mantan Direktur Wahid Institute ini.
Yenny menegaskan, perjuangan Gus Dur telah berhasil membawa warga Papua memiliki hak yang sama dalam hukum dan konstitusi.
Yenny mengisahkan kedekatan Gus Dur semasa hidupnya dengan masyarakat Papua. Gus Dur saat itu terus berusaha memanusiakan serta mengangkat harkat dan martabat orang Papua.
“Saya mengerti ada yang tersinggung ketika dihina dengan kata-kata yang kasar. Mungkin mama-mama disana marah, saya sebagai mama anak tiga mengerti rasa sakitnya ketika anaknya dihina. Namun kami semua katakan, kepada pace-pace, mace-mace, dan mama-mama di sana bahwa kami sayang warga Papua,” ungkap Yenny.
Dalam sejarah, dicatat bahwa Gus Dur lah yang mengizinkan kembali masyarakat Papua memanggil diri mereka dengan nama kebanggaannya “Papua”.
Baginya, Gus Dur punya banyak memori saat memimpin Indonesia bersama warga Papua.
“Kegiatan kita harap bisa menggugah kembali memori dari warga Papua. Ada kedekatan emosional yang sudah kita bangun selama puluhan tahun dan harus kita jaga. Itu tujuan kunjungan ke makam Gus Dur bahwa ikatan kekeluargaan itu tetap ada,” tandasnya.
Pewarta: Syarif Abdurrahman
Publisher: RZ