wanita bekerja di luar rumah

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Pak ustadz mau bertanya. Bagaimanakah hukumnya seorang istri yang terpaksa untuk kerja ke luar negeri (TKW) dengan alasan nafaqoh dari suami tidak mencukupi dan suami mengizinkannya?

Febri, Ponorogo

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jawaban:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih atas pertanyaannya, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Izin menjawab tentang pertanyaan di atas. Perempuan berprofesi atau bekerja yang menuntut ia tampil di ruang publik, maka harus memenuhi sejumlah syarat.

Dalam kitab mas’uliyatu al-mar’ati al-muslimati karya Abdullah ibn Jarullah bin Ibrahim Jarullah bahwa ada sejumlah dalil tidak adanya syariat wanita bekerja di luar rumah. Di antaranya yaitu:

  1. Wajib mengenakan hijab syar’i (sedangkan banyak pekerjaan yang tidak mewajibkan berhijab)
  2. Bepergian jauh yang menimbulkan fitnah,
  3. Keharaman berkumpul dengan laki-laki lain bukan mahram,
  4. Keharaman berhias dan menampakkan kecantikan saat bekerja di luar rumah,
  5. Wanita ialah seperti aurat yang wajib dijaga,
  6. Wanita selalu sibuk dengan mengurus anak, keperluan suami, dan itu menjadi fitrahnya,
  7. Wanita berpotensi menimbulkan fitnah kepada laki-laki, dan sebaliknya.

Kalaupun ada keharusan bekerja di luar rumah karena keadaan mendesak, maka ada syarat yang harus dipenuhi:

  1. Izin dari walinya, ayah atau suaminya untuk pekerjaan yang diperbolehkan syariat seperti madrasah atau rumah sakit khusus wanita.
  2. Tidak berbaur dengan laki-laki atau menyendiri dengan orang asing
  3. Tidak menampakkan kecantikan berlebihan yang menimbulkan fitnah
  4. Mengenakan hijab syar’i atau sejenisnya

Maka dari keterangan di atas bisa menjadi rambu-rambu yang harus dipegang bagi seorang wanita. Seorang wanita yang memilih untuk bekerja, baik gadis maupun sudah bersuami tentu memiliki kemurahan hati yang luas. Karena apa? Ia mau membantu perekonomian keluarganya. Pilihan berprofesi menjadi TKW pun bukanlah pilihan yang buruk, asalkan bisa memenuhi persyaratan di atas.

Mufti al-Azhar dalam fatawa al-Azhar juga pernah menyebutkan keterangan tentang wanita bekerja di luar rumah.

إن الله أذن لكن أن تخرجن لقضاء حوائجكن

“Sesungguhnya Allah mengizinkan kamu (wanita) untuk keluar rumah guna memenuhi kebutuhanmu”. (HR. Bukhari)

Al-Bukhari meriwayatkan hadis Nabi Saw bahwa beliau melihat Asma’ binti Abu Bakar istri Zubair bin Awwam, mengangkat rumput sebagai makanan unta atau kuda. Nabi tidak mengingkarinya. Tetapi nabi menyuruh ia untuk naik di belakangnya karena kasihan padanya.

فللمرأة أن تزاول عملا خارج البيت، وبخاصة إذا احتاجت إليه، أو كان العمل محتاجا إليها، بل يكون ذلك واجبا عليها لاحقا لها

Boleh bagi seorang wanita bekerja di luar rumah, khususnya apabila ia membutuhkan pekerjaan itu, atau ia dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut bahkan bisa bersifat wajib untuknya.

Dalam fikih nikah, jika wanita bekerja di luar rumah asalkan sudah mendapatkan izin suami maka boleh dan tidak termasuk kategori nusyuz (membangkang). Keterangan dari kitab majmu’atu min al-muallifin al-fiqh al-manhaji ‘ala madzhabi al-imam al-Syafi’i halaman 107:

بم يكون النشوز:

ويكون نشوز المرأة بخروجها عن طاعة زوجها، وعصيانها له، وذلك كأن خرجت من بيته بغير عذر من غير إذنه، أو سافرت بغير إذنه ورضاه، أو لم تفتح له الباب ليدخل، أو لم تمكِّنه من نفسها بلا عذر: كمرض، أو دعاها فاشتغلت بحاجاتها، وغير ذلك

Nusyuz seorang wanita terjadi jika ia tidak taat dan durhaka pada suami. Seperti ia keluar rumah tanpa izin bukan karena udzur, bepergian jauh tanpa izin dan ridho suaminya, tidak membukakan pintu untuk masuk rumah, tidak menghormati suami, atau ketika dipanggil suami tapi ia sibuk sendiri, dan lain sebagainya.

Jadi apabila wanita bekerja di luar rumah dan sudah mendapat izin dari suami, maka tidak termasuk dalam kategori nusyuz.

Kesimpulan yang bisa diambil, seorang wanita baik gadis maupun sudah bersuami jika memilih menjadi TKW atau bekerja di luar rumah syaratnya ia harus mendapatkan izin dari walinya. Yang kedua, pekerjaan tersebut aman dari fitnah (tidak berhias berlebihan atau berbaur dengan banyak laki-laki). Ketiga, ia menutup aurat dan pekerjaan itu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Untuk TKW, maka dalam konteks tersebut si suami memang berhalangan tidak bisa mencari nafkah sehingga mengharuskan istri ikut mencari nafkah. Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam.


Dijawab oleh Alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari