Tebuireng.online- Sanggar Kapoedang Tebuireng menggelar penutupan sekolah menulis pada Jum’at (17/11/2023) di perpustakaan A Wahid Hasyim Tebuireng dengan diikuti 20 peserta. Turut hadir dalam penutupan ini H. Lukman Hakim selaku Mudir bidang Pondok Pesantren Tebuireng, Pimpinan Media Grup Tebuireng Ahmad Faozan, pimpinan redaksi Majalah Tebuireng Muhammad Septian Pribadi, juga redaktur tebuireng.online M. Sutan Alam Budi, dan Rara Zarary.
Ahmad Faozan dalam sambutanya menjelaskan bahwa Sanggar Kapoedang berdiri pada tahun 2013 dan pada saat itu masih sangat sulit mencari orang untuk berkarya di lingkungan Tebuireng. Adapun jenjang yang bisa mengikuti sekolah menulis kala itu yakni mulai dari jenjang SMP sampai Perguruan Tinggi.
“Problem yang ada di pesantren, yang sering dialaminya yakni kaderisasi. Yang seringkali berganti dan untuk mencari pengganti baginya tidaklah mudah,” ucapnya.
Di samping itu, ia juga mengajak peserta sekolah menulis untuk berbakti/mengabdi ke Tebuireng dengan berkarya. Ruang mengabdi sangat terbuka untuk teman-teman yang ingin menorehkan karyanya di media grup.
Aktivis Bank Sampah Tebuireng ini juga mengingatkan, bahwa yang disebut literasi tidak hanya seputar membaca dan menulis berita saja, melainkan lebih dari itu banyak yang dapat ditulis teman-teman Sanggar Kapoedang tulis.
“Pengembangan literasi tidak hanya tentang membaca dan menulis saja, tetapi Pesantren Tebuireng juga mengembangkan literasi lingkungan hidup, baik tentang persampahan. Dan petuah apapun dari hasil dari mengikuti pengajian pun dapat teman-teman tulis,” tambahnya.
Hal yang penting, menurutnya, bahwa menulis adalah sebuah skill. “Menulis itu skill, kalau kemarin menulis sekarang tidak, ya akan lupa. Sekarang wadah sudah ada, orang sudah ada. Mari kita bersama-sama bermimpi yang besar, wujudkan mimpi-mimpi itu dengan mulai menulis,” pesan beliau menutup sambutan.
H. Lukman Hakim juga menuturkan, ilmu tidak cukup dihafal tetapi harus ditulis. Beliau juga menekankan kembali, seperti apa yang dikatakan oleh M. Faozan bahwa menulis bukan kemampuan tapi kebiasaan.
“Gus Sholah pernah cerita, kalau beliau dulu menulisnya tidak bagus, tetapi beliau selalu semangat menulis sampai dimuat di koran hingga semakin semangat,” ujar beliau.
Lanjutnya, selagi ada kesempatan, waktu, dan fasilitas dari yayasan, peserta sanggar diharap dapat menyambut semua itu dengan sebaik mungkin.
Selepas ditutup, berlanjut forum diskusi yang menjadi salah satu rangkaian dari acara penutupan ini. Diskusi membahas seputar rencana lanjutan untuk meneruskan keilmuan peserta sekolah menulis Sanggar Kapoedang. Yang mana dalam rencana lanjutan dari sekolah ini diharap peserta dapat lebih mengmbangkan ilmunya.
“Ini bukanlah akhir, tetapi ini adalah awal dari proses berkarya,”pesan penutup Rara Zarar dalam forum diskusi.
Baca Juga: Sanggar Kapoedang, Selamat Datang Penulis Muda Tebuireng
Pewarta: Ilvi Mariana