Diskusi bersama Prof. Dr. Amin Abdullah dengan Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari dan jajaran akademisi Ma’had Aly Hasyim Asy’ari dan Universitar Hasyim Asy’ari, Senin (19/8)

Tebuireng.online- “Tebuireng di masa lampau selalu hadir untuk menanggapi segala masalah kebangsaan yang terjadi,” ujar Penasehat Kajian Pusat Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, Dr. H. Mif Rohim, M.A saat memberikan pengarahan kepada para peserta “Dialog Interaktif” yang diselenggarakan di lantai 1 gedung Yusuf Hasyim kemarin, Senin (19/8/19).

Sejarah menuliskan bahwa ada banyak tokoh kebangsaan yang sudah tak asing lagi namanya di telinga masyarakat Indonesia dan berasal dari Pesantren Tebuireng, seperti KH. M. Hasyim As’yari, KH. Wahid Hasyim, dan KH. Abdurrahman Wahid. Mulai perumusan Pancasila, G30S PKI, hingga resolusi jihad, para tokoh Pesantren Tebuireng turut serta memberikan respon atas masalah yang terjadi.

Dewasa ini, tokoh dari Pesantren Tebuireng yang cukup responsive untuk menjawab masalah kebangsaan dan social hanyalah Gus Sholah, seperti yang terakhir saat beliau mengisi seminar di Jakarta menanggapi “NKRI Bersyari’ah” beberapa waktu yang lalu. Adapun selain Gus Sholah, belum muncul adanya SDM yang siap menggantikan peran para tokoh pendahulu.

Bapak Jasminto selaku moderator, menjelaskan bahwa peserta yang hadir merupakan orang-orang yang langsung ditunjuk oleh Gus Sholah, “Beliau yang hadir di sini merupakan utusan dan ditunjuk oleh Gus Sholah yang dikader untuk menyiapkan Tebuireng kedepannya, Pak Amin,” ujar Jasminto kepada Prof. Amin.

Lebih spesifik lagi, Dr. Mif Rohim menuturkan, “Para hadirin yang hadir di sini dan kedatangan beliau kesini untuk menyiapkan Tebuireng kedepan. Kita mengharapkan teman-teman mampu melakukan revitalisasi tafaqquh fi ad-din, bukan hanya bisa Fathu al-Mu’in, Fathu al-Qorib, namun juga integrasi ilmu”.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut penuturan Dr. Mif Rohim, diantara penyebab munculnya kondisi semacam ini adalah terjadinya degradasi kualitas studi keislaman di Indonesia searaa umumnya, dan Tebuireng khususnya. Berkembangnya kondisi lingkungan dan masyarakat yang ada harusnya juga diimbangi dengan peningkatan studi keislaman, namun yang terjadi justru pembelajaran di Pesantren rata-rata masih stagnan dan belum berani berkembang.

Pertemuan kemarin berlangsung sekitar 3,5 jam, ditutup pada pukul 12.30 WIB. Dalam pemaparannya, Prof. Amin banyak menjelaskan tentang metode dan pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengembangkan studi keilmuan di Pesantren.  Sesuai penuturan Ketua Pusat Kajian, tiga bulan kedepan akan dilakukan dialog evaluasi dari hasil pertemuan kemarin, guna memantau progres dari hasil pertemuan kemarin. “Terakhir, harapan sejak ini, muncul Hadrotussyaikh yang baru yang siap merespon kondisi yang ada,” ujar Dr. Mif Rohim menutup arahannya.


Pewarta: Nailia

Publisher: MSA