sumber gambar: kompasiana.com

Oleh: Yuniar Indra*

Tebuireng.online– Rasul sangat menganjurkan umatnya agar sahur ketika akan berpuasa. Meski dengan seteguk air, tasaharru wa law bi jur’ati ma’. Saking dianjurkan Rasul sampai mengamanahi bilal sebagai penggugah sahur.

Saat itu, di zaman Nabi ada dua muazin ketika waktu fajar. Pertama, Bilal yang bertugas azan pada kloter pertama sebelum masuk waktu subuh. Kedua, Abdullah Ibn Ummi Maktum yang bertugas azan di kloter kedua. Sebagai pertanda salat subuh sudah tiba.

Rasul masih mempersilahkan masyarakat untuk makan dan minum hingga ketika bilal mengumandangkan azan. Dengan batas waktu sampai Ibn Ummi Maktum azan.

Terlihat jelas kehidupan masyarakat muslim saat itu yang saling tolong menolong. Bahkan dalam hal remeh berupa membangunkan orang sahur. Hal sekecil itu tidak luput dari perhatian masyarakat muslim, khususnya zaman Nabi. Membuktikan adanya ikatan iman yang kuat antar sesama mereka.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tradisi itu kemudian dimodifikasi oleh warga Arab. Dengan nama “Mesaharati”. Tercatat di Mesir tradisi bangunkan sahur (Mesaharati) sudah ada sejak zaman dinasti Abbasiyah. Orbat ibn Ishaq, gubernur Mesir saat itu bisa dikatakan orang pertama yang melahirkan Mesaharati. Dia berjalan ke rumah-rumah rakyatnya untuk membangunkan sahur.

Hal itu terus berlanjut hingga dinasti Fatimiyah memimpin Mesir. Akhirnya, tradisi tersebut marak dilakukan di berbagai negara.

Di Oman, Mesaharati diramaikan dengan tabuhan gendang. Di Kuwait, banyak anak-anak yang turut serta, sambil membaca doa. Di Yaman, mereka mengetuk pintu-pintu warga untuk bangunkan sahur. Di Lebanon, Suriah, dan Palestina Mesaharati diwarnai dengan suara peluit dan panggilan nama-nama warga yang sebelumnya sudah dicatat.

Pada pemerintahan dinasti Mamluk, pemerintah Mesir menggunakan meriam untuk menandakan waktu sahur. Meriam juga ditembakkan saat menjelang waktu berbuka. Mesir awalnya menggunakan peluru meriam untuk membangunkan sahur, namun dari tahun 1859 mereka hanya menggunakan mesiu karena lebih aman.

Di Indonesia, tradisi ini sudah banyak dilakukan. Istilahnya “Patrol” kalau di Jawa Timur. Dengan beberapa personil sebagai penabuh drum, kentongan, dan alat sederhana lainnya.

Mereka berkeliling desa sambil membunyikan alat musiknya, demi tidak terlambatnya orang-orang yang sahur. Bahkan, baru-baru ini ada cara bangunkan sahur yang unik. Yakni berbagai seruan sahur yang digemakan oleh corong-corong masjid dan musala.

Ada yang mendendangkannya dengan merdu, ada juga yang berteriak-teriak “sahuurrrrrrr”. Ada juga yang membawa balok-balok pengeras suara yang diangkut dengan truk. Sambil menyetel berbagai lagu yang membuat tidur kita terbangun.

Terlepas dari apa pun motifnya, inisiatif mereka patut kita hargai. Mereka telah berjasa bagi kita yang mungkin kesulitan bangun sahur. Terima kasih telah membankan kami semua untuk bisa bersahur dengan tepat waktu.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng.