Para tokoh pesantren terus memberikan sumbangsih terhadap bangsa dan rakyat Indonesia. Lewat institusi pendidikan yang dimilikinya banyak menyumbangkan generasi-generasi yang melek huruf. Karakter tokoh pesantren yang anti kemapanan menjadikan mereka tidak gila jabatan, harta, dan popularitas. Mereka memberikan kemampuan terbaik semata-mata karena Allah. Pesantren Tebuireng merupakan salah satu pesantren dari yang ada di Indonesia menyumbangkan sumbangsih tidak sedikit. Setidaknya ada tiga tokoh (Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. A. Wahid Hasyim, dan KH. Abdurahman Wahid) yang berperan penting terhadap perjuangan bangsa Indonesia di setiap zamannya. Gelar pahlawan yang diberikan kepada ketiganya yang masih satu darah menjadikan satu-satunya rekor dunia.

Sosok Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari itu seorang ulama besar yang mampu mencatatkan namanya dalam tinta emas sejarah Indonesia. Amal sosialnya dalam perjuangan menegakan agama dan membangun negara tak mampu dilukiskan dalam sekelumit gambar. Dalam tubuh NU dan masyarakat pesantren sudah pasti mendapatkan tempat yang tertinggi.

Pasalnya banyak ulama yang berguru kepadanya di pesantren Tebuireng, yang dikemudian hari menjadi pemimpin ulama dan tokoh masyarakat di berbagai penjuru Nusantara. Makamnya terus didatangi jamaahnya. Mereka datang dari segenap penjuru daerah untuk memberikan doa untuknya. Berapa banyak bacaan fatihah yang diberikan kepadanya setelah shalat dan malam jum’at oleh santri dan pengikutnya? Nampaknya, ungkapan tatkala kamu menangis dan menjerit saat lahir didunia, dan orang di sekelilingmu menangis saat kamu meninggalkan dunia sangatlah tepat.

Kebesaran seseorang terlihat tidak hanya saat masih hidup, namun juga bisa dilihat saat engkau telah tiada. Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan seorang ulama besar Indonesia yang juga mewariskan banyak karya tulis. Salah satunya untuk pedoman berakhlussunah wal jamaah dan buku pedoman menjadi santri yang ideal. Sebagai ulama pejuang kemerdekaan beliau mampu memberikan pencerahan dan spirit kepada para pemimpin bangsa untuk tidak kendor menghadapi kaum penjajah. Semangat berjuang yang dilandaskan ajaran agama menjadi jihad suci membela NKRI.

Semangat berjuang dalam membela agama dan bangsa tertancap lebih dalam jiwa dan raga dikalangan para santri Tebuireng. Semangat itulah yang menular lintas generasi. Ilmunya yang dalam, akhlaknya yang terpuji, dan perjuangannya yang tak mengenal menyerah menjadikan banyak orang dalam berbagai kalangan menaruh simpatik kepada Hadratussyaikh. Selain itu, beliau juga melahirkan keturunan yang tak kalah hebat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

*

  1. A. Wahid Hasyim merupakan putera Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang memiliki reputasi sangat baik. Baik dikalangan masyarakat pesantren maupun luar pesantren. Kemandiriannya dalam hal belajar di masa mudanya, pengalamannya berorganisasi, dan berjuang merintis negara menjadikannya seseorang yang patut di jadikan inspirasi. Kontribusinya amat besar, sehingga negara memberinya gelar pahlawan nasional.

Ide dan pemikirannya melampui zamannya. Wajar, jika pertama kali mengusulkan sistem pelajaran di pesantren harus lebih dinamis dan kreatif untuk menopang kemajuan masyarakat pesantren di masa depan. Mendapatkan respon kontroversi yang ramai dimuka umum. Ayahnya yang sudah mengetahui karakter putera lelakinya itu mendukung dibelakang. Jika santri belajar di pesantren hanya memiliki tujuan untuk menjadi ulama semata tentu banyak sektor di masyarakat tidak terisi dari kalangan santri. Santri harus cakap dalam banyak hal. Sehingga ketika terjun, mampu menempatkan diri dengan baik.

Ulama intelek dari Tebuireng ini, mampu membaca tanda-tanda zaman. Beliau juga memberikan nasehat kepada kita semua, “Belajar berorganisasi dan belajarlah menambah pengetahuan dan meluaskan pengalaman sendiri. Membacalah! itulah pokok kemajuan Islam. Bukankah, wahyu yang pertama turun kepada Nabi Muhammad Saw. menyuruh membaca, menyuruh menggunakan pena, karena dengan membaca dan menggunakan pena itu, Tuhan mengajarkan kepada umat baru ilmu pengetahuan yang belum dipelajari. Ya membaca! Menulis dan membaca sebanyak-banyaknya. Itulah pokok kemajuan yang tak ada batasnya.” Untuk menjadi kaum intelek, menurut beliau seseorang harus menyediakan waktu 5 jam perhari untuk membaca.

Bapak pendiri bangsa ini, amat di segani baik oleh kawan maupun lawannya. Sayang, Tuhan mengambi nyawanya dalam usia muda. Dalam tinta sejarah Indonesia segala bentuk perjuangan tercatatkan, misalnya pendirian perguruan tinggi Islam(UIN) merupakan salah satu contohnya. Pengabdiannya kepada agama dan negara dilakukan secara totalitas. Beliaupun dianugerahi gelar pahlawan nasional.

**

  1. Abdurahman Wahid akrab dengan panggilan Gus Dur merupakan generasi dari Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari putera dari KH. A. Wahid Hasyim merupakan mantan Presiden RI ke 4. Yang berasal dari kalangan santri. Sejak kecil sudah suka membaca buku apa saja seperti ayahnya. Jihad ilmiahnya dari pesantren ke pesantren. Bahkan juga melintasi benua Afrika dan Eropa. Pergaulannya sangat luas, tidak hanya dari kelompoknya namun juga dengan beragam kalangan.

Perjuangan dengan kakek dan ayahnya sama di dalam negeri. Hanya saja berbeda zaman. Semasa hidupnya Gus Dur banyak mendobrak kejumudan berpikir. Beliau juga melawan penguasa yang berbuat dholim. Wacana pengetahuan yang dilontarkan selalu menjadi inspirasi anak-anak muda dari berbagai kalangan. Kemampuannya menyatukan seluruh elemen bangsa menjadikannya amat dicintai dari berbagai kelompok.

Baik dari kelompok minortitas maupun mayoritas yang berbeda agama, politik, budaya dan lainnya. Sederet gelar diberikan kepadanya walaupun toh beliau tidak mengharapkannya. Sebagai orang yang tidak gila jabatan, harta, dan lainnya membuatnya dihormati. Semenjak kepergiannya ke alam barzah peziarah yang mendatangi pusaranya ramai saban hari. Dan mampu menggerakan perekonomian masyarakat sekitar. Dari mulai jasa poto, parkir, jajanan, aksesoris dan lainnya mengambil berkah dari aktivitas ziarah.

Amal sosialnya yang tak terhitung membuat pemerintah akan menghadiahinya Gelar pahlawan bagi mantan presiden ke-4, Abdurahman Wahid atau Gus Dur sudah selesai di Dewan Gelar, tapi dengan catatan diendapkan menunggu waktu yang tepat, ” ujar Khofifah melalui siaran pers, Sabtu (7/11/2015). Meski gelar itu tak penting bagi Gus Dur namun membuat pengikutnya dari segenap lapisan masyarakat merasa bangga dan bahagia.

***

Sosok tiga tokoh dari satu darah menjadikan kita semua merasa perlu untuk menjadikannya teladan. Semangat berjuangnya patut ditiru. Keilmuannya yang mendalam juga. Artinya tokoh-tokoh pesantren memiliki kontribusi nyata terhadap bangsa dan rakyat Indonesia. Dalam hal ini, kita para santri dan kaum terpelajar dimanapun dan kapanpun tidak bisa sekedar hanya menjadi penggembira semata melihat tokohnya. Masih banyak ide-ide perjuangan para beliau yang belum usai diselesaikan. Patut untuk dilanjutkan. (Oleh, ahmad Faozan)

ahmad fao


DIMUAT MAJALAH TEBUIRENG EDISI 42