Sumber gambar: https://smorfianapoletana.org

Oleh: Silmi Adawiya*

­­Travelling (perjalanan) merupakan hobi anak zaman now. Selain melepas penat, pekerjaan, dan menghabiskan waktu liburan, travelling juga berguna bagi kesehatan pola pikir kita. Nah apakah itu benar? Yup! benar sekali. Dari perjalanan tersebut seseorang banyak mendapatkan ilmu baru yang dapat mengubah pola pikirnya. Selain itu, travelling bisa menjadi sarana dakwah bagi pemuda-pemudi.

Al Quran menjelaskan banyak tentang ayat travelling. Tujuannya adalah agar manusia bersyukur dengan kelimpahan rezeki di bumi, dan juga bisa mengambil pelajaran dari umat terdahulu. tersurat dalam QS Al-Mulk ayat 15:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezkiNya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Adalah Ibnu Batutah yang dikenal dengan pelopor pengembara pada abad ke-14.  Beliau lahir pada 1304M dan wafat pada 1369M. Sepanjang usianya itu beliau isi dengan melakukan pengembaraan ke berbagai pelosok bumi. Muslim asal Maroko ini diakui sebagai penjelajah nomor wahid (satu) abad ke-14. Seorang Marcopolo pun tak layak disetarakan dengan beliau. Terlebih dalam hal angka perjalanan, Ibnu Batutah jelaslah juara tak terkalahkan.

Travelling pun bisa menjadi sarana untuk berburu pahala, asalkan dilakukan dengan niat. Bahkan travelling ini bisa menjadi washilah (perantara) dalam rangka mendukung amal shalih. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ

“Sesungguhnya engkau tidaklah menafkahkan suatu nafkah dalam rangka mengharap wajah Allah melainkan akan diganjar dengan usaha itu sampai pun sesuap makanan yang engkau masukkan dalam mulut istrimu.” (HR. Bukhari, no. 6373 dan Muslim, no. 1628).

Dari hadis tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dengan niat yang baik mengharap ridla Allah, suatu perbuatan yang asalnya mubah dan  bukan bernilai ibadah menjadi baik dan berpahala. Selain itu, Allah juga menjelaskan bahwa perbuatan yang non-ibadah pun bisa menjadi perantara pada ketaatan, sehingga dapat bernilai pahala.

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih.”

Dalam travelling ini juga bisa berburu pahala, misalnya  bersedekah ketika melihat teman kehabisan ongkos di tengah jalan. Dan yang pasti tidak melakukan sesuatu yang diharamkan oleh agama. Misalnya minum khamr atau mencopet pada waktu kepepet. Seyogyanya menyelipkan zikir dan banyak doa di dalam perjalanan. Dan satu lagi, jangan melewatkan shalat sunah yang biasa dilakukan tiap harinya. Karena istikamah (kontinyu) itu lebih baik dari pada 1000 karomah.


*Alumnus Unhasy Tebuireng dan PP. Walsongo Cukir Diwek Jombang, kini menempuh S2 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.