
Membaca sejarah bangsa ini, sangatlah pantas jika para santri bersama para kiai beranggapan bahwa kemerdekaan yang dinikmati oleh Republik Indonesia adalah hasil dari perjuangan kalangan pesantren. Namun sekali lagi, santri, kiai dan pesantren nyatanya tidak perlu panggung untuk pengakuan tersebut. Mereka hanya melakukan salah satu panggilan syariah untuk cinta dan membela tanah air. Hingga untuk urusan panggung, kalangan pesantren menyerahkannya kepada mekanisme sejarah bangsa dalam memperlakukan para pendahulunya.
Faktanya perjuangan pesantren, ulama dan santri tidak berhenti melawan penjajahan di masa Kolonial Belanda saja. Perjuangannya memasuki babak baru ketika tentara Jepang berhasil mengalahkan Belanda dan menduduki bangsa Indonesia saat itu. Puncaknya dari perjuangan santri muncullah sebuah fatwa yang dikenal dengan Resolusi Jihad. Fatwa tersebut menjadikan modal utama santri guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang umurnya balita.
Fatwa Resolusi Jihad Nadhalatul Ulama
Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari berangkat dari gerakan Belanda yang hendak menduduki kembali Indonesia. Hal tersebut teryata tidak luput dari perhatian para ulama yang bergabung dalam wadah Nahdlatul Ulama (NU). Berdasarkan pengamatan itu, para ulama NU merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu yang diperlukan dalam upaya membela Negara Republik Indonesia., khususnya TNI yang baru berdiri. Musyawarah tersebut mengeluarkan sebuah fatwa yang dinamakan “Resolusi Jihad” pada 22 Oktober 1945.
Resolusi itu memberi fatwa untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Kepada seluruh laki-laki Islam yang sudah dewasa dan bertempat tinggal dalam radius 94km dari Surabaya untuk berjihad membantu TNI bertempur melawan Belanda. Mereka yang gugur dalam pertempuran itu akan menjadi syuhada (mati syahid) yang ganjarannya adalah surga.
Dengan semangat berjihad, ribuan muslimin tanpa kenal takut bertempur melawan tentara Belanda dan Inggris di Surabaya pada 10 November 1945. Tanggal itu lalu ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Pertempuran melawan Belanda dan Inggris itulah satu-satunya jihad fisik (berperang) yang pernah difatwakan oleh jumhur ulama Indonesia.
Adapun isi dari Resolusi Jihad:
- Kemerdekaan Indonesia yang telah di proklamasikan pada 17 Agustus 1945 wajib
- Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan, meskipun meminta pengorbanan harta dan jiwa.
- Musuh-musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang dengan membonceng tugas-tugas tentara Sekutu (Amerika – Inggris ) dalam hal tawanan perang bangsa Jepang, tentulah akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
- Umat Islam, terutama warga NU, wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawan.
- Kewajiban tersebut adalah “jihad” yang menjadi kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam (Fardhu ‘ain) yang berada dalam jarak radius 90 KM (yakni jarak di mana umat Islam boleh melakukan Shalat Jama’ dan Qasar). Adapun bagi mereka yang di luar jarak tersebut, berkewajiban membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak 90 KM tersebut.
Mengenal Amanat Jihad Muhammadiyah
Banyak sekali dari kita yang beranggapan bahwa saat di masa-masa peperangan Republik Indonesia guna mempertahankan Kemerdekaan, organisasi Muhammadiyah hanya diam saja tanpa adanya respon. Anggapan-anggapan tersebut tentulah salah besar. Mengapa dikatakan salah besar? Karena nyatanya Muhammadiyah pernah mengeluarkan sebuah “Amanat jihad” yang mendukung kemerdekaan Indonesia di kala itu.
Amanat Jihad Muhammadiyah, dikeluarkan oleh Pengurus Besar Muhammadiyah di Yogyakarta pada tanggal 28 Mei 1946 atau bertepatan pada 26 Jumadil Akhir 1365.
Kebulatan tekad Muhammadiyah guna memberikan sumbangsih kepada bangsa dan tanah air tersebut melalui Amanat Jihad dipublikasikan pada 15 Juni 1946 di halaman pertama surat kabar Boelan Sabit (organnya Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), sayap pemuda dari masyumi. Adapun inilah isi dari Amanat Jihad Muhammdiyah dengan menggunakan ejaan lama (ejaan sebagaimana aslinya);
KOMANDO MOEHAMMADIJAH
Madjoe Menjerboe Berdjihad
BERSIAPLAH
Kita insjaf bahwa kinilah masanja Allah Jang Maha Bidjaksana mengoedji kita! Marilah kita tempoeh segala matjam oedjian dengan menoenaikan kewadjiban kita. Kemoedian kita serahkan diri kepada Allah apa jang akan terdjadi. Allah telah berfirman:
Jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Djika kamoe hendak melindoengkan diri dari pada mati itoe tidak ada goenanja” (Ahzab: 16). “Djika kamoe terkena loeka, maka moesoehpoen terkena loeka poela” (Ali Imran: 140). “Berdjoeanglah! Baik ringan ataupoen berat! Dan berdjihadlah fi sabilillah dengan harta, djiwa kamoe sekalian. Soenggoeh jang demikian itoe baik sekali bagi kamoe sekalian djika kamoe mengerti” (Taubah: 41).
“Djika benar2 kamoe menolong ALLAH, ALLAH menolong kepada kamoe dan menegoehkan pendirian kamoe (Moehammad: 7). “Ketika engkau melemparkan panah kepada moesoeh, sebenarnja boekan kamoe jang memanah, tetapi ALLAH djoea (Anfaal: 17).
“Sesoenggoehnja jang berhak mewarisi boemi itoe, ialah hamba kami jang sholeh” (Anbiyak: 105). Mengingat firman ALLAH dan menauladan tjontoh perdjoeangan Rasoeloellah s.a.w. maka kami menjampaikan amanat penting kepada segenap kaoem Moeslimin teroetama anggauta dan keloearga Moehammadijah seloeroeh Indonesia, marilah Bismillahirrahmanirrahim, kita terdjoen kegelanggang perdjoeangan djihad fisabilillah menghadapi perdjoeangan besar2an mengoesir pendjadjah dengan menjerahkan segenap djiwa raga kita kehadapan ALLAH Jang Maha Koeasa!
Ingatlah firman ALLAH jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Sekali2 bahaja tidak akan menimpa kami melainkan apa jang telah ditentoekan ALLAH bagi kami. ALLAH djoega pelindoeng kami, dan kepada ALLAH hendaklah orang2 Moekmin bertawakkal” (Taubah: 51)
Kita jang ada digaris moeka soepaja teroes madjoe menjerboe pantang moendoer! Dan bagi kita jang ada digaris belakang soepaja tahan memperbanjak toendjangan dan pertolongan, dan pantang kaboer! Kerahkan segenap tenaga, harta benda, dan kepandaian oentoek mempertahankan kekalnja kemerdekaan Negara Repoeblik Indonesia dgn semangat pemberani, djoedjoer, ichlas dan TAQWA. Moedah2-an dengan segera kita menang dan berbahagia. Negara kita kembali aman dan sentausa, kekal merdeka dan berdjasa!
Jogjakarta, 26 Djoemadil Achir 1365 – 28 Mei 1946 Wassalam Merdeka!
PENGOEROES BESAR MOEHAMMADIJAH
Ada beberapa poin menarik di dalam amanat jihad Muhammadiyah ini. Pertama, ini ditujukan kepada kaum Muslimin seluruh Indonesia. Ada sekitar 90 persen penduduk Indonesia yang Muslim, atau sebanyak 65 juta jiwa. Ini adalah suatu audiens yang luar biasa besar pada zamannya. Seruan Muhammadiyah ini merupakan ilustrasi dari persaudaraan dan solidaritas Muslim di seluruh Indonesia, dengan mengenyampingkan perbedaan budaya dan kecenderungan politik mereka. Musuh kaum Muslim Indonesia hanya satu: “pendjadjah.”
Kedua, Muhammadiyah memberikan pengakuan total dan dukungan penuh pada eksistensi Negara Republik Indonesia. Di dalam amanat jihad ini, Muhammadiyah terang-terangan menyebut istilah “Indonesia,” “kemerdekaan”, dan “Negara Repoeblik Indonesia.” Artinya, bagi Muhammadiyah kala itu, Indonesia sudah final. Maka, bila ada ancaman yang hendak meruntuhkannya, Muhammadiyah siap sedia memberikan pembelaannya, termasuk melalui perang. Yang juga patut dicatat adalah doa dan harapan baik Muhammadiyah bagi Negara Republik Indonesia: “aman dan sentausa, kekal merdeka dan berdjasa!” Ringkasnya, ada dua kesadaran yang tengah dibangun Muhammadiyah via amanat jihadnya ini: membela dan memajukan Negara Republik Indonesia.
Ketiga, amanat ini tergolong satu dari sedikit amanat Muhammadiyah yang paling keras. Sepanjang seratus tahun lebih usianya, Muhammadiyah hanya dua kali mengeluarkan fatwa jihad secara resmi. Yang pertama, amanat jihad tahun 1946 yang tengah dibahas ini, sementara yang lainnya dikeluarkan tahun 1965 kala Muhammadiyah berhadapan dengan kaum komunis. Waktu itu, Muhammadiyah menekankan bahwa perang jihad melawan komunis adalah wajib. Fatwa jihad tahun 1965 ini sudah banyak dibahas, berbeda dengan amanat jihad tahun 1946.
Keempat, amanat ini memberi nuansa Islami dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satu tandanya ialah bahwa perjuangan mengusir penjajah dilakukan dengan pengorbanan yang dilandasi keimanan kepada Allah SwT. Ada banyak elemen Islam lain yang ditekankan dalam amanat jihad ini, antara lain sejumlah firman Allah yang dikutip, sikap “ikhlas” dan “takwa” dalam berjuang, serta yang juga menarik adalah salam penutup amanat ini, yang menggabungkan salam yang lazim kala itu (“merdeka!”) dengan salam secara Islam (“wassalam”).
Terakhir (Kelima), sebenarnya amanat ini hanyalah satu di antara berbagai tindakan Muhammadiyah dalam memobilisasi warganya agar berjuang mempertahankan eksistensi Republik. Sekitar dua bulan setelah terbitnya resolusi di atas, umpamanya, ada tindak lanjut dari amanat ini. Pada Juli 1946, Muhammadiyah mengadakan Konperensi Moeballighin se-Surakarta. Menurut satu laporan, tujuannya antara lain untuk “mengambil sikap dan pendaftaran Moeballigh jang akan dikirimkan ke garis pertempoeran goena memberikan penerangan2.”
Titik Temu Resolusi Jihad NU & Amanat Jihad Muhammadiyah
Perjalan bangsa Indonesia dalam bingkai sejarah memang tidak bisa luput dari perjuangan-perjuangan dari kaum muslimin. Dalam artian agar sejarah perang kemerdekaan Indonesia dapat dipahami secara lengkap, orang harus melihat konteks religious yang mewarnai perjalanan dan pengalaman jutaan orang Islam di seluruh Indonesia.
Nahdlatul Ulama dan Muhamamdiyah adalah dua organisasi Islam yang dimiliki oleh Indonesia. Kedua organisasi itu selama bertahun-tahun lamanya memberikan sumbangsih besar terhadap negara Indonesia, baik di masa pra kemerdekaan sampai pada masa pasca kemerdekaan Indonesia.
Melalui Fatwa Resolusi Jihad NU & Amanat Jihad Muammadiyah, kita dapat memahami bawah keberadaan kedua organisasi tersebut menjadikan nilai tersendiri yang dimiliki oleh Indonesia dan tidak dimiliki oleh negara-negara Islam lainnya. Mengutip dari ungkapan KH. Salahuddin Wahid, bahwa kedua organisasi tersebut telah berhasil “Memadukan Nilai Keindonesiaan dan keislaman”.
Baca Juga:
Memaknai Resolusi Jihad dan Hari Santri Nasional
Ini Dalil Seruan Resolusi Jihad Hadrastussyaikh Hasyim Asy’ari
Penyusun: Dimas Setyawan
Sumber Referensi:
- Kevin W, F. “Spirit Islam pada Masa Revolusi Indoneisa, Noura Books.
- Tim Pustaka Tebuireng “Peran Dan Sumbangsih Pesantren Dalam Mencerdaskan Bangsa” (Jombang, Pustaka Tebuireng 2015)
- Hasyim 1995. Laskar Hizbullah .Surabaya : LTN PBNU. hal 16
- Gugun El-Guyanie, Resolusi Jihad Paling Syar’i. Pustaka Pesantren
- Muhammad Yuanda Zara. “Mengulas Dokumen 28 Mei 1946: “Amanat Jihad” Muhammadiyah”. Suara Muhammadiyah. 2021