Suatu hari di sebuah pondok pesantren ada dua orang santri kelas menengah yang telah berbagi cerita selama dua tahun terakhir. Namanya Nazri dan Shadad. Mereka sangat akrab karena sekamar dan juga sekelas.
Suatu hari ustadz Azhar, seorang guru senior yang sangat disegani, memilih Shadad untuk menjadi seorang keynote speaker di acara penyambutan santri baru. Shadad adalah seorang santri yang cerdas dan memiliki banyak prestasi, dan ustadz Azhar pun yakin dia akan mengispirasi banyak santri baru dengan pidatonya.
Sebagai santri baru Shadad pun menerima tugas ini dengan penuh semangat, tetapi ia memiliki sebuah masalah yang selalu hadir secara tiba-tiba, yakni sebuah ketakukan beberbicara di depan umum. Shadad pasti akan merasa perutnya mual, lidahnya kelu dan tangannya gemetar setiap kali akan berbicara di hadapan khalayak umum.
Shadad tahu bahwa pidatonya harus sempurna, sehingga dia tidak ingin mengecewakan para ustadz dan teman-temannya. Namun, rasa gugup dan groginya sukses menambah beban pikirannya seiring berjalannya waktu.
Melihat Shadad terus kebingungan, Nazril sebagai teman yang bijak sana dan sangat postitif vibes pun merasa perlu memberikan wejangan kepada temannya satu ini.
“Aku takut salah sebut tau pas pidato, apalagi kan rame, aku takut mereka semua natap aku dengan tatapan yang marah dan emosi, jadi aku takut dan gugup,” ucap Shadad.
“Aku tau kok, kalau aku di posisi kamu juga aku pasti merasakan hal yang sama tau Dad, kalau gitu gini aja, kamu inget gak dawuh abah kyai tetang doa agar tidak gugup saat berbicara di depan banyak orang?” tanya Nazril.
“Doa gugup? Apa yaa, kayanya pas ngaji atau tidur deh soalnya aku gak tau…” jawab Shadad dengan melas. Kemudian membacakan potongan Al-Qur’an surat Taha ayat 25 – 28, bunyinya Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii,” kata Nazril.
“Doa itu artinya ‘Ya rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku‘. Dengan membaca ini insyaallah kita bisa dijauhkan dari rasa gugup,” lanjutnya.
Hal itu membuat Shadad kembali mengingat amalan abah Yai dan berterima kasih kepada Nazril yang selalu ada saat dirinya sedang butuh dan sedang bingung.
Kemudian, Shadad pun meresapi doa itu dan mulai membacakannya dalam setiap kali ia latihan pidato. Setiap kata dalam doa itu benar benar memberikan kekuatan dan keyakinan pada diri Shadad.
Ketika hari penyambutan santri baru tiba, Shadad masih merasa gugup. Namun ia terus mengulang doa tersebut dalam hatinya hingga dirinya merasa sedikit demi sedikit kembali tenang.
Setelah merasa tenang ia naik ke atas panggung dan membuka pidato dengan sangat sepektakuer dan percaya diri. Penjelasannya pun sangat mudah dan pahami dan sangat rinci. Shadad dengan jelas membahas tentang visi dan misi pondok pesantren serta memberikan semangat kapada seluurh santri baru
Melihat dan mendengar Shadad tampil saepercaya diri itu membuat ustad Azhar dan teman-temannya merasa puas dan bangga. Tepuk tangan pun sangat meriah dan mengisi seluruh ruangan. Shadad pun bersyukur atas bantuan Nazril dan kekuatan doa yang membantunya untuk mengatasi permasalahan demam panggungnya itu.
Kini Shadad tahu, bahwa dengan kepercayaan diri dan doa yang tulus, dirinya bisa menghadapi tantangan apapun masalah di masa depan.
Penulis: Wan Nurlaila Putri