Pemimpin Redaksi Tebuireng, Ustadz Syahrul Ramadan foto bersama santri Al Farros usai bedah Majalah edisi 89.

Tebuireng.online— Tim Majalah Tebuireng selenggarakan bedah Majalah edisi 89 dengan tema “Santri Melek Politik”, Kamis (1/2/2024) di Pondok Pesantren Putri Al Farros Jombang.

Acara yang dihadiri seluruh santri Al Farros ini dipimpin langsung oleh beberapa pemateri, yaitu, M. Rizki Syahrul Ramadhan (Pemimpin Redaksi Majalah Tebuireng), KH. Irfan Yusuf (Pengasuh PP. Al-Farros Tebuireng) dan Hana Arifah (Santri PP. Al Farros Tebuireng) sebagai moderator.

“Mengingat di bulan Februari kita akan menghadapi pemilu, Majalah Tebuireng turut andil dalam mengedukasi para santri terkait politik, bagaimana memilih pemimpin dan khususnya kita dapat memetik warisan para Kiai Tebuireng bagaimana bersinggungan dengan politik,” ungkap Ustadz Syahrul saat menjelaskan misi terbitnya Majalah edisi 89 ini.

Dalam kesempatan itu, KH. Irfan Yusuf menceritakan tentang Kiprah Kiai Hasyim dan bagaimana perjalanan beliau dalam memahami makna politik pada santri.

“Kita melihat KH. Hasyim Asy’ari di Mekkah sudah berjanji untuk memerdekaan Indonesia, ini ikrar politik. Dan direlasikan sejak mendirikan Pesantren Tebuireng, melalui kitab at-tibyan yang memngingatkan kita untuk tidak terpecah-pecah, kemudian KH. Hasyim Asy’ari aktif beberapa organisasi besar,” ungkap Gus Irfan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut Pengasuh Al Farros ini, hal tersebut tentunya perlu ditulis di majalah  agar para santri paham.

“Santri harus paham, paham dulu. Nanti syukur jika mau berkecimpung. Kalangan santri itu di parlemen kalah, dahulu zaman Kiai Yusuf Hasyim itu ada 14 alumni Tebuireng sekarang mungkin tidak lebih dari 5,” terang Gus Irfan.

Menanggapi pernyataan itu, Ustadz Syahrul menambahkan, “pesantren sangat erat dengan politik bahkan sejak KH. Hasyim Asy’ari di Mekkah seperti yang disampaikan Gus Irfan, kaidah dalam berpolitik ada dua, pertama oriantesinya untuk kepentingan umat Islam, kedua aktivitas politik dengan cara tidak mencedrai keberagaman bangsa Indonesia,” sambungnya.

Pada forum diskusi itu, salah satu santri bertanya, “setiap santri kan diberi kebebasan untuk memilih, nah salah satu keluarga kita juga kan menjadi caleg, sedangkan kita di pondok disuruh ikut kiai, apa yang harus kita lakukan dalam keadaan yang berbeda ini?”

Hal itu ditanggapi langsung oleh Pemimpin Redaksi Majalah, ustadz Syahrul. “Kita manut kiai namun harus tetap menggunakan rasional kita, boleh berbeda pilihan dengan keluarga. Namun tetap mendukung keluarga dengan cara lain.” Jelasnya.

Perihal itu, Gus Irfan berbeda pendapat, “bukan saya mendorong kalian untuk tidak patuh pada kiai, dalam pandangan politik tidak lepas dari kepentingan. Kita harus mengaji atau mendalami dulu apa sebabnya kiai itu memilih A atau B, jika setuju ayo ikut!” Jawabnya.

Selain itu, pertanyaan berikutnya dari Amel, ”saat ini dari berbagai sumber bahwa politik itu kotor, bahaya, kurang enak, sedangkan kita sebagai santri bagaimana memandang politik dari pandangan yang lebih luas?” tanyanya.

Ustadz Syahrul menjelaskan bahwa di majalah edisi 89 ini diterangkan ada lima kreteria memilih menurut Imam Al Mawardi. Politik itu wasilah bukan tujuan utama, kalau dalam kontrek partai tujuan akhirnya kesejahtrakan rakyat, namanya jalan itu lurus, tergantung bagaimana yang berjalan.

“Kalau politik dibarengi agama akan indah, agama kalau dibarengi dengan politik akan kuat, itu yang ditanggkap oleh KPK atau kejaksaan karena berpolitik tanpa agama. Agama akan kuat kalau diberengi politik, dulu di surabaya itu ada lokalisai terbesar, ada banyak mubalig yang sering berceramah di sana,” tutur Gus Irfan.

Beliau menambahkan, “ada yang sadar 5 terus datang lagi 10 gak habis-habis. Tapi dengan satu tanda tangan wali kota tutup itu. kata saya agama kalau dibarengi politik itu kuat. Politik itu memang masih berkaitan dengan kekuasaan dan uang, di Indonesia politik masih mahal, orang untuk menjadi anggota DPR kabupaten  1 miliyar gak cukup,” ucap putra Kiai Yusuf Hasyim itu.

Di sesi terakhir, Ustadz Syahrul menitip pesan pada para santri perlu memiliki kesadaran bahwa di Tebuireng ini sudah erat dengan politik, sehingga perlu jadi santri yang melek politik, salah satunya dengan cara membaca Majalah Tebuireng edisi 89 ini.

“Pertama santri Tebuireng harus mengerti politik, agar tidak dipolitiki orang lain, yang kedua jangan sampai keliru memilih pemimpin karena akan menyerasal selama 5 tahun dan kerusakannya akan lebih dari 5 tahun,” pesannya.

Untuk informasi, bagi pembaca yang ingin melihat vidio lengkap dapat melihat di YouTube Majalah Tebuireng, dan dapatkan Majalah Tebuireng di Google Books. Selamat membaca dan semoga kita semua bahagia selalu.

Pewarta: MT