Ilustrasi Azan

Kata azan berdasarkan segi kebahasaannya yang berarti “menyiarkan”[1], azan merupakan pertanda masuknya waktu salat[2].  Hal tersebut sudah tertanam di pikiran kita, apalagi yang rumahnya berdekatan dengan masjid.

Pada bulan puasa, eksistensi azan menjadi begitu penting. Azan magrib menjadi primadona yang senantiasa dinanti. Sedangkan azan subuh menjadi rambu-rambu yang diwaspadai.

Selain sebagai pertanda masuknya waktu shalat, terkadang azan juga dikumandangkan untuk mengusir roh-roh jahat atau jin. Lantaran dipercayai memiliki kekuatan magic yang dapat hal tersebut. Sebagai mana hadis Nabi Muhammad Saw[3]:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ، أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ، حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ، فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ، حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ، حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ، حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ، يَقُولُ: اذْكُرْ كَذَا، اذْكُرْ كَذَا، لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ، حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى

Tatkala azan dikumandangkan, maka setan berpaling terbirit-birit sambil kentut sampai azan tersebut tidak terdengar olehnya. Apabila azan telah dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqamah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Kemudian ia membisikan “ingatkah hal ini”, bagi orang yang sebelumnya khusu’ hingga orang tersebut lupa berapa rakaat yang sedang ia lakukan” (H.R. Bukhari)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tak jarang pula, azan dianggap sebagai penolak bala. Sehingga, tatkala terjadi bencana semisal kebakaran atau angin Puting Beliung, masyarakat sesegera mungkin menyuruh salah satu dari mereka untuk azan.

Sebagai pembuktian, pada masa virus corona tahun 2019, masyarakat se-Pulau Tengah mengagendakan azan magrib selama 3 hari di teras Rumah[4]. Tak mau kalah, masyarakat Cirebon, Jawa Barat juga menggelar tradisi Azan Pitu demi mengusir wabah tersebut[5]

Selain itu, azan juga dipercaya dapat membawa berkah. Alhasil, mayoritas muslim mengumandangkannya di telinga anak yang baru lahir, demi mengharap kebaikan akan terjadi padanya. Bahkan dalam kitab Fathul Mui’n, hal tersebut hukumnya sunah[6].

Asal Muasal Sejarah Azan

Azan pada hakikatnya adalah salah satu kesunahan sebelum menunaikan shalat fardhu, tepatnya dihukumi sunnah kifayah. Tetapi kesunahan itu hanya untuk kaum pria meskipun masih bocah. Azan memiliki beberapa lafaz khusus. Dan itu sudah familiyar di telinga kita.

Dibanding dengan sunah yang lain, azan memiliki keunikan tersendiri, yaitu pensyariatannya yang bermula dari mimpi sahabat ‘Abdullah bin Zaid. Mimpi itu terjadi pasca Nabi mengintruksikan para sahabat untuk memukul gendang sebagai tanda akan ditunaikanya shalat berjamaah.

Singkat cerita, dalam mimpi ia bertemu sosok lelaki yang membawa gendang. Kemudian ia bertanya, “Wahai hamba Allah, apakah kau mau menjualnya?”

Laki-laki itupun menjawab, “Apa yang akan kau lakukan dengan gendang ini setelah membelinya?”

Abdullah bin Zaid menjawab, Akan ku gunakan untuk menyeru agar orang-orang melakukan shalat”

Laki-laki itu pun bertanya kembali, “Apakah kau ingin aku beri tahu perkara yang lebih baik untuk menyeru salat dari pada gendang ini?

Abdullah bin Zaid pun mengiyakan.

Spontan laki-laki itu menjawab “Yaitu lafad :

اللَّهُ أَكْبرُ، اللَّهُ أَكْبرُ، اللَّهُ أَكْبرُ، اللَّهُ أَكْبرُ، أشهدُ أن لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، أشهدُ أن لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، أشهدُ أنَّ محمَّدًا رسولُ اللَّهِ، أشهدُ أنَّ محمَّدًا رسولُ اللَّهِ، أشهدُ أن لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، أشهدُ أن لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، أشهدُ أنَّ محمَّدًا رسولُ اللَّهِ، أشهدُ أنَّ محمَّدًا رسولُ اللَّهِ، حيَّ على الصَّلاةِ، حيَّ على الصَّلاةِ، حيَّ علَى الفلاحِ، حيَّ علَى الفلاحِ، اللَّهُ أَكْبرُ، اللَّهُ أَكْبرُ، لا إلَهَ إلَّا اللَّه[7]

Keesokan harinya, Abdullah bin Zaid menemui Nabi Muhammad saw. guna melaporkan mimpinya. Ternyata, Nabi menerimanya dengan baik. Beliau berkata, “Insyaallah, mimpimu adalah kebenaran. Maka pergilah ke Bilal bin Rabbah, sampaikan apa yang ada di mimpimu. Kemudian suruh ia mengumandangkannya, sebab suaranya lebih lantang darimu.”

Dari pengalaman Abdullah bin Zaid, akhirnya para sahabat melakukan ijmak bahwa azan hukumnya sunah. Dengan adanya pensyariatan azan, mengetahui waktu salat menjadi mudah. Ini juga menjadi bukti bahwa Allah tidak menginginkan hambanya kesulitan dalam melakukan ibadah.[8]


[1]  Al-Malibari, Zainudin, Fathul Muin (Maktabah Shamela) hal. 149

[2]  Al-Baijuri, Ibrahim, Hasyiah Albajuri, (Pustaka Assalam: Surabya: 2006) hal.161

[3]  Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Maktabah Samela) Juz. 1 hal. 125 no. 608

[4] beritajambi.co/read/2020/03/30/8995/tradisi-tolak-bala-masyarakat-sepulau-tengah-adakan-azan-magrib-selama-
  3-hari-diteras-rumah/

[5] timesindonesia.co.id/peristiwa-nasional/263588/seperti-zaman-walisongo-azan-pitu-berkumandang-untuk-usir-
 
wabah-corona

[6] Al-Malibari, Zainudin, Fathul Muin (Maktabah Shamela) hal. 149

[7] Ibid hal. 149

[8] Qs: Al-Baqorah: 185


Ditulis oleh Achmad Bissri Fanani, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur 2