Ilustrasi: pinterest

Oleh: Nabila Rahayu*

“Rania! sini cepatlah main ke rumahku. aku mau cerita banyak padamu…” teriak Amira dari kejauhan. Amira melihat Rania sedang duduk di rumputan halaman masjid. Masjid yang luas, ditambah dengan adanya menara cinta serta halaman parkir yang luas. Pepohonannya pun menjulang tinggi. 

“Aku malas sekali menghampirimu, Amira. Kau sajalah yang ke sini.” Tidak heran memang. Rania jika sedang membutuhkan ketenangan pasti langsung pergi ke halaman masjid. Karena memang asri dan rindang sekali tempatnya. Dan jauh dari keramaian.

Akhirnya Amira berlari kecil menghampiri Rania. Duduk berdua menikmati pepohonan yang sejuk. Sambil sesekali mencabut rerumputan di sekitar mereka. Amira yang membuka percakapan. Karena Amira sangat rindu dengan Rania. Sudah berjalan 1 tahun mereka tidak bertemu. Untungnya Amira menyempatkan mampir. 

“Kamu tau Rania? aku sangat merindukanmu. Tapi aku lebih merindukan dia. Dari SMP aku mengaguminya. Tanpa dia tau kalau aku mengaguminya. Rania, tolong kamu sampaikan padanya ya. Sungguh aku masih sangat menyayanginya. Meski keadaannya sekarang sudah berbeda, setidaknya dia mengetahui perasaanku…” Amira menunduk. Menunggu respon dari Rania. Mereka berdua lumayan dekat. Meskipun baru kenal setahun kemarin tak menjadikan halangan bagi mereka untuk bersahabat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Apa alasan kamu sampai saat ini masih mengaguminya?” Rania bertanya. Menatap sendu wajah tenah Amira. seakan semua ini terasa nyata. Tanpa ada penghalang dan pembeda.

“Dia tidak bisa dideskripsikan. Cerdas, sopan santun, ganteng, keren. Memenuhi kriteria aku. Tapi aku sadar diri, aku tidak mungkin bisa mendapatkannya. Bersamanya pun aku sudah tidak bisa. Karena aku jelek, aku penyakitan, bahkan tidak ada yang dibanggakan dari seorang aku.” Kosong pandangan Amira. Menatap daun kering berjatuhan. Semua telah dijelaskan. 

Sebenarnya, tanpa dijelaskan pun Rania mengetahui perasaan Amira terhadap laki-laki itu. Dulu, Amira pernah cerita bahwa ia telah menuliskan 3 buku yang semuanya hanya menceritakan laki-laki yang dikaguminya. Dan itu tidak ada yang mengetahui kecuali Rania. Cuma mungkin Rania lupa. 1 tahun mereka berpisah tanpa kabar sedikitpun membuat Rania mengikhlaskan Amira.

Rania kali ini tidak banyak bicara. Hanya menjadi pendengar setia. Padahal biasanya kebalikannya. Rania yang banyak bicara sedangkan Amira hanya mendengarkan. Karena Rania membutuhkan ketenangan jadi dia memutuskan untuk jadi pendengar saja.

“Kamu apa kabar dengan laki-laki itu? kamu masih kan sama dia? pertahankan Rania. Gunakan kesempatan. Pertahankan dengan doa. Menurutku ada kemungkinan kau bersamanya. Rania, kau jangan seperti aku. Kesempatanku sudah habis. Aku tidak bisa bertemu dengannya lagi. Untungnya hari ini aku bisa mampir disini. Melihatmu.” Seuntas senyum terukir dari bibir pucat pasi milik Amira. Rania hanya diam. Tanpa menjawab atau menimpali perkataan amira.

“Aku pulang dulu ya Rania. Kamu mau ikut tidak? Rumahku sudah dicat dengan warna biru kesukaanku. Ayo lihatlah! indah sekali Rania.” Amira mengajak Rania pulang ke rumah barunya. amira memang sangat menyukai warna biru. Entah sejak kapan. 

“Tidak Amira, aku tidak mau pulang. aku mau disini saja menenangkan diri. Kalau kamu mau pulang, pulanglah saja dulu. Hati-hati ya Amira.” Parau suara Rania. Ia tidak mau ikut pulang ke rumah Amira. Ia hanya ingin berdiam diri menatap daun bergoyang tertiup angin. sesekali terkadang berjatuhan. 

Amirah pulang. Tersisa Rania yang tersadar dari semua mimpinya. 

Maret, 2023. Amira Suci Lestari, telah menepati janji yang sesungguhnya. Pulang. Ke rumah yang sesungguhnya. Menghadap Sang Pencipta. 

Rania bungkam. Tak mampu mengucapkan kata sepatah pun. Masih tidak menyangka jika sahabatnya mampir dalam mimpinya. Seakan nyata. Rania berkutat dengan batinnya. Mengapa tidak memeluk Amira? mengapa tidak bertanya apakah bahagia atau tidak? banyak sekali runtutan pernyataan selepas sadar dari mimpi di pagi hari itu.

Bergegas Rania ke kamar mandi. Setelah bersih-bersih dan wudhu, Rania sholat Dhuha. Setelah itu, rania mengingat akan mimpi itu. Hanya surat Al-Fatihah yang menjadi hadiah terindah yang ia berikan untuk Amira. 

Di ujung doa, Rania berharap Amira tenang disisi Sang Pencipta. Amira, Terimakasih ya! karena telah menyempatkan untuk mampir. Aku akan selalu mendoakanmu. Tulis Rania dalam buku diarynya.



*Pegitat Literasi di Sanggar Kapoedang.