Para narasumber ketika diskusi buku "Khodimun Nabi" mengenang Prif. Dr. KH. Ali Musthofa Ya'qub di Gedung KH. M. Yusuf Hasyim lantai 3 Pesantren Tebuireng, Sabtu (30/07/2016)
Para narasumber ketika diskusi buku “Khodimun Nabi” mengenang Prif. Dr. KH. Ali Musthofa Ya’qub di Gedung KH. M. Yusuf Hasyim lantai 3 Pesantren Tebuireng, Sabtu (30/07/2016)

tebuireng.online— Dalam momen Temu Alumni XI Pesantren Tebuireng di Gedung KH. M. Yusuf Hasyim lantai 3, panitia mengemas acara dengan Launching Buku “Khodimun Nabi” untuk mengenang salah satu alumni Tebuireng  dan ahli hadis nasional, Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Ya’qub, M.A. Dalam diskusi buku tersebut hadir Drs. Ibhar Cholidy, M.A.,  penulis buku tersebut, dengan pembanding Dr. KH. Lukman Hakim dan Dr. H. Abdul Wahab, M.A.

Sebelum diskusi dimulai, terlebih dahulu Pengasuh Pesantren Tebuireng Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid menyampaikan sambutan sebagai Keynote Speaker. Dalam sambutan tersebut, Gus Sholah banyak menerangkan tentang gagasan besar beliau bersama Tim Penerbit Tebuireng untuk menerbitkan buku-buku yang berkualitas dan laku dipasaran.

“Saya memang menyambut ini karena saya ingin membuat penerbit ‘Pustaka Tebuireng’, ada sekitar 35-40 buku yang sudah kita terbitkan dan kedepan kita ingin lebih banyak lagi buku yang kita terbitkan. Tentunya juga laku ya, kalau tidak laku ya repot juga. Laku dan bayar,” ucap Gus Sholah membuka obrolan.

Gus Sholah juga menerangkan proses yang harus dilalui dalam menerbitkan buku, yaitu pertama memilih naskah yang laku dijual, kemudian mencari percetakan yang bisa memberikan harga yang ringan dan pembayarannya juga mendapat keringanan, yang ketiga mencari jaringan pemasaran dan keempat adalah sistem keuangan yang baik.

Beliau juga menceritakan sejarah perbukuan dan media di Tebuireng bahwa dulu Majalah Tebuireng adalah majalah pertama yang diterbitkan yang dipelopori oleh KH. Lukman Hakim, tapi begitu beliau meninggalkan Tebuireng maka majalah itu pun ikut pergi. Baru pada tanggal 7 Januari 2007 majalah Tebuirang diterbitkan kembali 2 bulan sekali. Tetapi penyebaran hanya terbatas pada para santri saja dan beliau berharap kedepan bisa juga dibeli oleh para alumni. “Kalau sudah mencapai 10.000 eksemplar insyaallah iklan itu akan lebih banyak daripada sekarang yang hanya 4.000 sekian. Intinya itu dan kami menyambut baik terbitnya buku ini,” tungkas beliau.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dilanjutkan selanjutnya adalah pemaparan oleh penulis buku Drs. H. Ibhar Cholidy, M.A. “Tulisan K.H. Ali Mustofa Ya’qub ini saya kerjakan satu bulan setengah. Sebetulnya temen-temen dari penerbit menghendaki bukunya lebih tebal lagi. “Mengapa sosok kyai Ali ini menarik? Beliau tidak hanya berlevel domestik tapi juga internasional. Beliau mempunyai sumbangan besar mengisi arah kebangkitan Islam,” ungkap penulis yang juga dosen ini.

Penulis juga memaparkan bahwa banyak yang menuding Kiai Ali ini kalau dikategorisasikan, masuk dalam kecenderungan corak pemikiran yang skiptularisme. Tetapi ini tidak dipermasalahkan menurut penulis, yang terpenting adalah esensi yang beliau sampaikan. Contoh yang ekstrim adalah tulisan Kiai Ali tentang 10 dalil yang masih muncul di Bulan Ramadan yang kemudian dirobohkan oleh argumen beliau.

“Mengapa corak pemikiran Kiai Ali seperti itu? Saya kira itu semua karena background ilmu hadis. Otoritas keilmuannya di bidang ilmu hadis itulah yang membangun pemikiran KH. Ali Mustofa Ya’qub itu berkarakter. Disinilah pentingnya kehadiran Ali Mustofa Ya’qub dalam konsolasi Islam Indonesia bahkan di dunia, “ lanjutnya.

Buku ini lebih mencerminkan sebagai literatif narasi-narasi dan catatan kecil yang saya ingat. Karena beliau murid dari Almaghfurllah KH. Idris Kamali tentu saja memiliki kewajiban untuk shalat lima waktu berjamaah bahkan di shof awal. Jika dikategorikan, sosok santri maksimalis itu seperti Kiai Ali, Kiai Mustain, sejumlah teman dan kakak kelas penulis juga. Sementara santri minimalis sekedar mampir mondok saja. Santri maksimalis yang diteladani dari Ali Mustofa Ya’qub inilah yang menjadikan penulis sebagai santri yang linier, tidak tolah-toleh atau beralih bidang. .

“Ada dawuh seorang kyai dan ini membuat saya melakukan penelitian ‘di Indonesia sejak tahun 70, pondok pesantren sudah jarang yang melahirkan ulama’. Ternyata ada indikator yang agak kentara, sejak tahun 73 muncul SKB tiga menteri. Sejak saat itu santri rata-rata mondok paling banyak enam tahun. Coba bayangkan, bagaimana enam tahun jadi kyai dan ulama? pasti itu tidak mungkin terjadi,” ucap Dr. KH. Lukman Hakim.

Kedua, menurut beliau variabel yang memberikan indikator ini, sejak tahun 73 menjadi perhatian terutama di Tebuireng adalah santri itu sendiri yang bercita-cita menjadi ulama. Namun, sekarang yang bercita-cita menjadi ulama hampir tidak ada. Bagi beliau Ini bagian secara kultural dan psikologis adalah tragedi regenerasi ulang. Untuk mencetak kader unggul seperti Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Ya’qub tak bisa hanya dicetak dengan hanya 6 tahun, tetepi lebih dari angka itu.

Acara berakhir pukul 13.00 WIB. Selain lounching buku, acara Temu Alumni tahun ini dimeriahkan dengan Bazar Boekoe Moerah yang diselenggarakan oleh Pustaka Tebuireng sebagai penerbit buku “Khodimun Nabi” bekerjasama dengan beberapa penerbit lain, seperti LKiS, Kompas, Imtiyaz, In Trans, Kobam, Mizan, dan beberapa penerbit lainnya. (Sutan/Abror)