(Sumber: https://maulakhela.wordpress.com/2013/06/18/masjid-baalawi/)

Di Indonesia ada beberapa kota banyak yang disebut sebagai kota santri karena banyaknya pondok pesantren serta majelis ta’lim yang berdiri dan masih eksis seperti Jombang, Pekalongan, Tasikmalaya dan lain lain. Ada juga yang disebut sebagai kota wali karena memang di dalamnya terdapat makam para wali songo seperti di Cirebon ada makam Sunan Gunung Jati, di Surabaya ada makam Sunan Ampel dan lain-lain. Di salah satu negara Arab terdapat sebuah kota yang juga ada kota yang majlis ilmunya berlimpah dan dipenuhi makam para wali. Berikut ulasannya.

Tarim Kota Santri dan Kota Wali

Kalau di Indonesia ada kota santri dan kota wali, maka di Yaman perlu kita coba datangi sebuah kota kecil disana bernama Tarim. Keadaan kota ini yang penuh dengan majlis ilmu, para santri, dan para wali Allah, bisa jadi dapat disebut dengan kota santri dan kota walinya Yaman.

Ketika kita mengunjungi Yaman, maka tidaklah sempurna jika kita tidak mengunjungi kota yang religiusnya sangat kental ini.  Kota Tarim yang terletak di Provinsi Hadhramaut yang berada sekitar 35 km di Timur Saiun. Kota yang besarnya tidak lebih dari luas sebuah kecamatan di Indonesia ini memang sangat istimewa. Jumlah penduduknya hanya 58.523 jiwa. Di satu sisi kota ini terlindungi oleh bukit-bukit batu terjal, di sisi lain di kelilingi oleh perkebunan kurma. Kota yang hanya seluas 2.894 Km2  ini, mempunyai lebih dari 360 masjid sehingga menjadi  kota terbanyak masjid di dunia dengan seribu menara. Nama lain bagi Tarim adalah al Ghanna yang merujuk kepada banyaknya pohon-pohon yang tumbuh serta sungai-sungai  yang mengalir di situ, bagai oase di tengah-tengah tandusnya sebagian besar tanah Yaman.

Sejak dulu, Tarim merupakan pusat Mazhab Syafi’i. Kota ini disebut sebagai kota sejuta wali karena banyaknya wali yang dimakamkan di sana. Bahkan kota Tarim sering diibaratkan sebagai sebuah madrasah yang besar (kota pendidikan dan ilmu) hingga penduduknya setiap hari dapat mempelajari berbagai bidang ilmu sesuai tingkatannya. Di kota tersebut dapat di temui berbagai lembaga pendidikan yang telah berumur ratusan tahun bahkan lebih dari seribu tahun. Bahkan menurut berbagai sumber diceritakan bahwa leluhur para wali songo sebenarnya berasal dari Tarim, Hadhramaut Yaman.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Keunikan yang  bisa kita dijumpai di kota Tarim yaitu di kota ini syariat islam masih melekat pada kaum wanita, berbeda dengan kehidupan wanita di wilayah lainnya yang sudah terbiasa meninggalkan syariahnya. Wanita-wanita Tarim sudah terbiasa dari sejak kecil dalam kesehariannya berdiskusi tentang Al Quran, tasawwuf, adab, akhlak, dan ilmu agama lainnya. Sedikit sekali pengetahuan mereka tentang musik, tindakan kriminal, karena mereka dibesarkan dilingkungan para ulama yang penuh dengan kesahajaan dan keramahtamahan sehingga tercipta kehidupan yang tenang dan damai.

Lebih dari hal tersebut di atas, bahkan mereka tidak pernah melihat lelaki selain keluarga terdekatnya. Oleh karena itu, ketika wanita tersebut menikah dengan seorang laki-laki adalah wajar jika mereka merasa asing terkait dalam kehidupan kesehariannya sangat jarang melakukan interaksi bahkan tidak pernah, dengan laki-laki selain dari keluarga terdekatnya.

Mereka tidak pernah menyusahkan suaminya, demikian pula sebaliknya. Apabila makanan habis atau membutuhkan sesuatu, mereka tidak berani mengutarakannya pada sang suami karena khawatir suaminya sedang tidak ada uang atau sedang sibuk. Maka untuk menyatakan bahwa sing istri membutuhkan sesuatu maka cukup dengan memberikan satu tanda seperti meletakan bungkusan kosong di meja atau dengan benda mencolok lainnya sehingga sang suami mengerti  terhadap maksud sang istri. Demikianlah keharmonisan keluarga yang sudah melekat pada setiap keluarga di sudut-sudut kota Tarim ini. Demikian keluhuran budi yang ditonjolkan oleh wanita Tarim ini patut menjadi contoh bagi wanita-wanita di kota lainnya, bahkan di negara-negara lain.

Ramadan di Tarim Penuh Ibadah

Salah satu  keistimewaan Kota Tarim adalah saat bulan Ramadan tiba yaitu shalat tarawih yang jumlah rakaatnya bisa mencapai 100 rakaat dalam semalam.  Di sana, dalam satu malam kita bisa melaksanakan tarawih di lima masjid yang berbeda-beda. Semua masjid mempunyai jadwal tarawih masing-masing yang sudah ditetapkan. Ada masjid yang mulai tarawihnya jam delapan hingga ada juga yang baru mulai tarawihnya jam dua malam. Hal ini sangat memudahkan masyarakat Tarim untuk shalat tarawih di manapun dan kapan pun.

Jumlah rakaat shalat tarawih di setiap masjid di Tarim adalah 20 rakaat. Dan hampir semua masjid menyelesaikan shalat tarawih sekitar 45 menit. Shalat tarawih yang relatif cepat seperti ini menjadi pendorong sendiri untuk melaksanakan tarawih lebih dari satu masjid. Maka shalat tarawih hingga 100 rakaat dalam semalam bukanlah hal yang mustahil di Tarim. Meskipun shalatnya ada yang baru mulai jam satu atau jam dua, bukan suatu hambatan untuk beribadah di malam Ramadan bagi masyarakat Tarim, hal ini bisa dilihat dari jumlah jamaah yang selalu memenuhi masjid.

Saat bulan Ramadan, di kota Tarim malam hari berubah menjadi siang hari. Di hari biasa, sekitar jam 10 malam sudah tidak ada lagi yang beraktivitas, semua toko dan kios sudah ditutup. Tapi malam Ramadan, toko-toko di Tarim baru buka jam 10 malam dan ditutup jam dua. Sedangkan di pagi hari tidak ada toko atau pun kios yang buka hingga jam satu dhuhur. Ba’da dhuhur  sudah ada satu-dua toko yang buka. Dan ba’da Ashar, toko-toko sudah banyak yang buka dan ditutup lagi ketika Magrib hampir tiba.

Di Tarim, berbuka puasa bisa di mana saja, karena hampir setiap masjid menyediakan takjil berbuka untuk umum. Dari takjil yang disediakan selalu ada tamer (kurma kering) atau pun ruthab (kurma basah) karena keduanya memang sudah menjadi sunnah saat berbuka. Selain Tamer dan Ruthab ada juga takjil lain seperti sambosa, khief, bakhomri, dan lainnya. Dan pastinya, kesempatan bagi mahasiswa Indonesia selalu menghadiri acara buka puasa gratis ini.

Ada kegiatan yang juga menjadi ciri khas Kota Tarim, yaitu Khataman Al Qur’an. Seperti halnya shalat Tarawih, untuk khataman al-Qur’an setiap masjid juga mempunyai jadwal tersendiri. Seperti Mushalla Ahlul Kisa’ di Darul Musthofa biasa mengadakan khataman setiap malam ke-17 bulan Ramadan. Begitu juga tempat khataman Al Qur’an yang tak kalah meriahnya adalah Masjid as Segaf yaitu pada tanggal 25 Ramadan, Masjid Ba’Alawi pada tanggal 27 dan Masjid al Muhdhar pada tanggal 29 Ramadan. Acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh penduduk Tarim saja, akan tapi banyak juga yang dari luar kota. Bahkan di antara mereka rela datang beberapa jam sebelumnya untuk bisa duduk di dalam masjid. Selain Masjid tersebut di atas, masih banyak lagi Masjid-masjid yang melakukan acara serupa.

Selain itu, setiap malam 17 Ramadan kebanyakan habaib dan masyayikh di Tarim pada khususnya dan Yaman pada umumnya biasa membaca Qashidah Badariyah, yaitu sebuah Qashidah yang berisi tentang kejadian dan pujian terhadap Ahli Badar. Qashidah ini dibaca setelah shalat Tarawih dan hanya berdurasi sekitar setengah jam. Pada malam 17 Ramadan kemaren kami membacanya mulai dari pukul 00.30 – 01.00 WIB dini hari setelah pulang dari Masjid Ba’alawy.

Tradisi Ziarah Makam Wali

Suasana yang sangat religius tersebut bukanlah tanpa sebab, karena memang penduduk Yaman telah memeluk agama Islam sejak zaman Nabi SAW. Bahkan di Hadhramaut terdapat makam Nabi Hud As yang lokasinya berada di daerah bernama Syi’ib Hud yang berjarak sekitar kurang lebih 80 km dari kota Tarim. Masyarakat Hadhramaut mempunyai tradisi ziarah ke makam Nabi Hud alaihis salam secara bersama-sama setiap tahunnya, yaitu di bulan Sya’ban tepatnya pada tanggal tujuh sampai tanggal sepuluh Sya’ban.

Selain itu, terdapat juga Pemakaman Furaith yang diambil namanya dari nama bukit di sekitarannya. Alim-ulama dan para wali juga banyak dimakamkan di sini dengan bilangan yang mencakupi lebih 10,000 orang.

Dikatakan bahwa di bawah Bukit Furaith terdapat kebun dari perkebunan surga sehingga pernah disebut oleh Syeikh al-Akmal Hassab al-Wariy bin Ali bin Muhammad Mauladawilah, bahwa orang yang menziarahi makam Tarim dengan ikhlas, bakal terlepas dari dosa-dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Disebutkan juga dalam kitab Jauharus Syaffaf bahwa  para ahli makrifat  yang menziarahi pemakaman Tarim akan sentiasa memberikan  penghormatan serta pemuliaan yang tinggi dan khusus.

Pada musim ziarah biasanya dihadiri oleh ribuan peziarah yang tidak hanya datang dari daerah Hadhramaut saja tetapi juga para peziarah dari luar daerah, bahkan dari luar Yaman. Sebagian besar dari peziarah biasanya akan bermalam selama empat hari empat malam di rumah-rumah yang mereka bangun di lokasi sekitar makam, yang mana rumah tersebut hanya mereka tempati pada waktu ziarah saja. Ziarah biasanya dilakukan oleh perorangan atau dengan bersama-sama yang biasanya dipimpin oleh seorang yang di tuakan dari keluarga tertentu yang disebut dengan istilah munsib.

Ziarah ammah atau ziarah bersama-sama ini memiliki tata cara khusus yang diwarisi oleh para leluhur mereka. Hal ini sudah menjadi tradisi yang turun menurun tatkala di tahun 10 H diutuslah seorang sahabat Nabi SAW yang bernama Ziyad bin Labiid al Khazraji al Badri ke Hadhramaut untuk mengurus zakat. Bahkan ketika Nabi SAW wafat dan Sahabat Abu Bakar as Shidiq diangkat sebagai khalifah dan ketika itu sahabat Ziyad berada di Kota Tarim membacakan surat pengangkatan khalifah Abu Bakar serta mengajak seluruh penduduk Tarim untuk bersumpah atau berbaiat kepada Khalifah Abu Bakar, maka pada waktu itu tak ada seorang pun yang menentangnya.


*disarikan dari berbagai sumber