Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid saat menyampaikan sambutan sebagai Pengasuh Pesantren Tebuireng dalam acara penutupan Festival Da’i-Daiyah yang diadakan oleh Kudaireng pada Kamis (26/01/2017). (Foto: Bagas)

tebuireng.online– Pada Kamis (26/1/2017) Pesantren Tebuireng menggelar agenda tahunan yang dimonitori oleh Kudaireng (Kumpulan Da’i Tebuireng, yaitu Festival Dai’ dan Da’iyah se-Jawa dan Bali yang diikuto sebanyak 200 peserta dari berbagai daerah. Agenda ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, utamanya KH. Shalahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng.

Pada malam hari, merupakan acara istimewa yakni Lailatud Da’wah Kudaireng dan Pengajian Umum Maulidur Rasul yang diiringi oleh lantunan shalawat oleh jam’iyah Kubah Ireng (Kumpulan Banjari dan Hadrah Tebuireng). Dalam kesempatan tersebut, Gus Sholah, panggilan akrab pengasuh, memberikan sambutan kepada hadirin yang menghadiri acara tersebut.

Beliau menyampaikan apresiasi kepada panitia dan peserta festival yang telah berpartisipasi dalam agenda yang bisa menjadikan ikon tersendiri untuk kiprah Pesantren Tebuireng. “Agenda ini bisa dijadikan media bagi peserta yang telah mengikuti, apalagi peserta yang awalnya nggak bisa ngomong di banyak orang ini bisa dijadikan tempat belajar,” ujar beliau.

Beliau memberikan contoh kepada para peserta dan santri Tebuireng tentang Lalu, salah satu santri Tebuireng yang mengikuti acara AKSI (Akademi Sahur Indonesia) di salah satu siaran televisi swasta. “Dia itu nggak kalah kok, yang kalah itu kita kurang ngasih dukungan sms. Nanti kalau ada yang mengikuti lagi dipersiapkan dengan baik dan tambah lagi dukungannya,” kata beliau.

Tidak hanya itu saja, beliau memberikan beberapa contoh orator handal untuk bisa dijadikan motivasi dan pelajaran bagi hadirin, khususnya para peserta dan anggota Kudaireng. Salah satu yang beliau sebut adalah Ir. Soekarno dengan pidato “Jasmerah”-nya. Menurut Gus Sholah yang harus diperhatikan oleh seorang da’i pertama kali adalah  isi pidato dan pesan yang disampaikan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kedua adalah materi yang akan disampaikan. “Kita harus menjaga materi itu, agar tidak menyebar luas ke tujuan yang lain, jangan dalam berpidato itu menjatuhkan orang lain,” tukas beliau. Menurut beliau, dalam berpidato tidak boleh terlalu menjatuhkan harga diri orang lain, kemungkinan memang bisa jadi terjadi perbedaan pemahaman yang sudah layak ditemukan dalam setiap harinya.

Juga tentang gaya pidato Habib Rizieq yang menurut beliau sedikit offside. “Cara penyampaian harus dengan aturan kata-kata yang baik dan benar agar bisa diterima pendengar dengan baik,” jelas beliau. Dalam berpidato atau berdakwah, lanjut beliau memang harus melihat kondisi yang sedang dihadapi oleh seorang da’i.

“Jika kondisi tersebut bisa diajak untuk bergurau memang bisa dan paling baik untuk kondisi berdakwah dengan penyampaian yang ringan dan mudah diterima, tapi kalau memang kondisi tidak memungkinkan untuk berdakwah dengan diselingi guyon, harus kita sesuaikan,” jelas beliau soal guyonan-guyonan dalam berpidato atau ceramah.

Beliau juga memberikan nasehat kepada pengurus Kudaireng agar semakin semangat dalam menjalani kegiatan dalam kepengurusannya. Beliau juga berharap kepada peserta untuk bisa melanjutkan misi berdakwah hingga dapat mencapai prestasi di kancah naisonal.


Pewarta:    Tajuddin

Editor:       Abror

Publisher:   M. Abror Rosyidin